Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pramuka
1
Karena sudah satu mingguan lebih aku libur sekolah, saat masuk teman-teman langsung mengerumuniku. Bertanya kabar ku gimana, apa masih sering berhalusinasi dan seterusnya, dan sebagainya.
"Sabtu depan kita ada kegiatan Pramuka ya anak-anak." Kata Pak Nur wali kelas kami. "Kita menginap satu malam di sekolah, kebetulan di belakang sekolah ada lahan di buka dan jalan baru menuju ke sungai dekat ba'an."
Sorak Sorai menggema di kelasku. Kegiatan Pramuka biasanya dilakukan seminggu sekali, itu pun cuma sore habis ashar sampai menjelang magrib. Baru kali ini kelas kami menginap saat kegiatan Pramuka.
"Jangan lupa membawa baju ganti dan peralatan mandi ya." Lanjut pak Nur. "Oh ya, satu lagi. Peralatan sholat dan selimut."
"Siap pak.!!" Jawab kami serempak.
2
Sepulang sekolah, aku, Efi, dan Bogel pulang melewati jalan trabasan baru yang di maksud Pak Nur. jalannya masih berlumpur, belum di pasang batu kali. Kanan kiri di tanami pohon singkong, masih awal tanam. Dan beberapa pohon pisang.
Di tengah kebun singkong, ada semacam saung, kita nongkrong disana dulu sebelum lanjut pulang.
Kami bertemu dengan Ayu di sana, dan menyapanya.
"Kamu asli mana Yu?" Aku bertanya pada Sri Rahayu.
"Ponorogo." Jawabnya. "Desa Ngrayun, nama kampung nya Balong, daerah paling selatan Ponorogo. Disana cuma di tinggali oleh beberapa keluarga saja. Cuma ada empat rumah saja. Tapi walaupun begitu tempatnya sangat nyaman, apalagi kalau malam."
"Hoooo." Jawab kami kompak.
"Terus kenapa kamu pindah ke malang?" Tanyaku lagi.
"Kan bapakku aktifis kesenian jaranan, dia ingin mengenalkan budaya Reog Ponorogo ke beberapa daerah, karena keterbatasan biaya dan disini ada rumah dijual murah, bapak milih kesini. Lagian kan di kelurahan ada pendopo, itu juga salah satu alasan bapak milih kesini. Juga Pak lurah juga sepertinya sangat terbuka ke keluarga kami."
"Hooo." Sekali lagi kita kompak seperti sapi mendapatkan makan.
"Disini banyak tempat angker lho." Kata Bogel.
"Eh, tumben kamu banyak bicara Gel.?" Tanya Efi.
"Eng, anuu." Dan Bogel pun diam malu-malu kucing.
"Iya, disini banyak tempat angker, kamu ga takut?" Tanya Efi ke Ayu.
"Hahahaha, di Ponorogo, desaku terutama, disana juga terkenal angkernya. Tapi aku belum pernah bertemu penampakan setan sebelumnya. Jadi aku ga takut."
"Eh, jangan takabur lho." Efi mengingatkan. "Ini, ada contoh salah satunya." Efi lantas melirik tajam ke arahku.
"Hehehee. Awalnya aku juga ga percaya begituan. Tapi, akhir-akhir ini banyak kejadian menyeramkan menimpaku lho." Jawabku.
"Iyaa, iyaa," sepertinya Ayu tidak percaya, terlihat dari cara ngomongnya yang seperti aku dulu. Dalam hatiku, aku mendoakan agar dia di ganggu salah satu setan di sini.
3
"Mak, Sabtu aku ada Pramuka." Kataku saat sudah sampai di rumah. Ibuku sedang menyapu halaman rumah. "Rencananya menginap satu malam. Ada tikar buat tidur ga?"
"Coba kamu cari di kamar." Jawab ibuku. Saat aku ke kamar ibuku, kulihat Erni sedang duduk-duduk di atas kasur. Seperti biasa, dia sedang mengobrol sendiri, dengan teman khayalannya.
"Eh ada Erni, sedang apa?" Tanyaku basa-basi. "Kok ga main di luar?"
"Engga," jawabnya. "Lebih enak main di sini, adem."
"Ohh, kamu lihat tikar emak ga?"
"Kayaknya di bawah tempat tidur."
"Ok, terimakasih." Kucium jidatnya. Adikku tersayang. Sayangnya agak aneh, sering bicara sendirian.
Setelah itu ku ambil tikarnya, dan aku ganti baju dan setelah itu aku main keluar rumah.
Hari ini sudah hari kamis, siang itu cuaca sangat panas. Dan biasanya kalau panas panas begini, anak-anak bermain di sungai Lanang. Aku kesana, tapi ga ada anak sama sekali. Lantas aku ke arah Ba'an, dan ternyata mereka memang di sana. Membuat api unggun lagi.
"Ngapain panas panas gini bakar api unggun?" Tanyaku.
"Nih, ada singkong sama jagung bakar " Jawab Udin" "Dikasih sama pak lurah."
"Pak Rawi dari sini?" Tanyaku lagi.
"Enggak, singkong dan jagungnya tadi di titipin ke Efi."
"Mana dia?"
"Cie, nyariin pacarnya." Ledek Udin.
"Ngawur kau." Jawabku.
"Tuh, dia lagi di sungai belakang rumah Ayu, lagi nyuci singkong yang lain."
"Kok sekarang kalian sering main kesini sih?" Tanyaku penasaran, biasanya sepulang sekolah kami bermain di sungai atau main di sawah depan kelurahan.
"Lho, oh iya, kau belum tau ya? Kita ini anggota kesenian jaranan. Setelah pulang sekolah kita latihan. Bentar lagi juga kita latihan, tapi kita makan makan dulu. Biar greng kalo nari."
"Semuanya? Cuma anak-anak saja?"
"Engga lah, bapaknya Bogel, Pak Bedjo juga ikut, Pak Sugeng, bapaknya Angga juga ikut."
"Lha bapakmu?"
"Dia ga ikut, dia ga suka jaranan. Gimana kalau kamu juga ikutan gabung Yon?"
"Waduh, gimana ya. Aku ga bisa nari. Hahahah"
"Kita juga awalnya ga bisa, ini makanya kita latihan hampir tiap hari. Dua Minggu lagi kita akan main di kelurahan."
"Engga deh, mending aku semangati kalian dari arah penonton saja."
"Yah, kamu ga seru."
"Bodo amat."
Efi dan Ayu sudah selesai mencuci singkongnya, dan dia senang mengira aku ikut bergabung dengan mereka. Tapi dia jadi sedikit kecewa setelah mengetahui aku ga ikut jaranan.
4
Saat aku berkeliling kebun singkong, aku ingat cerita mas Andri tentang pocong yang di lihat pak Santoso.
Tempatnya ternyata di sebelah sungai kecil di pinggir rumah Pak Ponijan, disana ada tempat untuk mandi. Dari penjelasan Ayu, Pak Ponijan sekeluarga mandi di tempat itu.
Disana ada beberapa pohon singkong yang sudah siap panen, aku rasa Pak Santoso mengambilnya disana juga.
Rumah pak Ponijan menghadap kearah selatan, di depannya ada lapangan untuk menjemur hasil panen, terutama padi. Sungai di sebelah selatan. Dan di selatannya lagi ada sawah, tapi sudah masuk desa Tebo selatan.
Aku melihat kearah sawah, ternyata rumah Mbah Di terlihat dari sini, sangat dekat malah. 'wah, bisa buat jalan pintas nih' pikirku.
Efi dan Ayu sepertinya mengobrol kan sesuai, tapi aku ga tau apa yang mereka bicarakan. Aku terlalu fokus melihat ke arah sawah.
Pemandangannya indah, gunung Semeru di timur, terlihat jelas dari sini walaupun gunung itu terlihat kecil. Karena jaraknya sangat jauh. Di sebelah Selatan, ada gunung batok, gunungnya memang kecil, tapi bentuknya sangat unik. Mirip batok kelapa, maka dari itu dinamakan gunung batok.
Di sebelah Utara, masih terlihat hutan yang cukup lebat. Jadi yang terlihat hanya pepohonan saja.
"Ngapain bengong aja?" Tanya Efi mengagetkanku yang sedang melamun.
"Ah engga, cuma teringat cerita Mas Andri." Jawabku.
"Cerita apa?"
"Katanya di ladang singkong ini juga angker. Kamu tau Pak Santoso yang juga hansip itu? Kemarin pas jaga bareng Mas Andri, dia ke sini, mengambil singkong."
Aku menunjuk ke arah yang aku maksud. "Pas selesai mencabut salah satunya, dia melihat pocong di dekat tempat mandi itu, yang dipakai sama keluarganya ayu."
"Masa sih? Kok dimana-mana angker, bisa jadi wisata desa horor ini kampung."
Ternyata pak Ponijan ada di dekat kami, mendengar itu. Dia lantas tertawa cekikikan.
"Eh, pak Ponijan. Selamat siang." Sapa ku.
"Siang nak? Siapa?"
"Riyono pak"
"Ah. Iya Riyon, maaf lupa. Maklum sudah tua. hahaha, tadi aku dengar kamu cerita pocong? Dimana kamu lihatnya?"
"Bukan aku pak, tapi teman sesama hansip nya kakakku. Namanya pak Santoso."
"Orangnya kecil, kurus itu kan?"
"Iya pak. Kok Pak Ponijan tau? Sudah kenalan ya?"
"Tau lah, sebenarnya kami sudah pernah ketemu, yah tidak ketemu juga sih. Dia keburu lari soalnya. Soal pocong disini yang kamu ceritakan tadi nak Riyon."
"Ya?"
"Sebenarnya pocong itu aku. Hahahaha"
"Maksudnya pak?" Tanya Efi.
"Begini, kemarin malam sehabis mandi, mandi disana (menunjuk arahnya). Di arah kebun sini (nunjuk lagi). Aku dengar suara orang, aku kira ada maling. Eh beneran ada maling, tapi malingnya pakai seragam hansip. Maunya aku tegur, kok ada hansip nyolong, padahal kalau mau minta, pasti aku kasih kok. Lagian ini bukan punyaku. Tapi pas aku sapa, yah karena aku pake handuk putih. -Mungkin karena itu dia menyangka aku pocongan.- tiba-tiba dia melihat ke arahku, langsung aja dia teriak. 'Pocoooong, pocong.' aku yang mau marah malah jadi ketawa. Hahahaha" cerita pak Ponijan panjang lebar. "Yah, siapa tau hal itu malah bikin heboh."
Kita semua yang mendengar cerita pak Ponijan langsung ketawa bareng.
"Maka dari itu aku tidak percaya sama setan," kata Ayu. "Bisa saja mereka salah lihat karena terlalu takut."
Setelah itu, Pak Ponijan menawari aku bergabung dengan mereka untuk membuat Grup jaranan. Tapi aku tolak dengan halus, aku pun langsung pamit saat mereka mulai latihan. Aku beralasan masih agak lemas gara-gara kejadian seminggu yang lalu.
5
Di rumah, aku menceritakan hal yang diceritakan pak Ponijan ke Mas Andri dan ibuku. Merekapun ikutan tertawa terbahak-bahak.
6
"Mak aku berangkat, nanti aku ga pulang langsung ikut kegiatan Pramuka." Teriakanku saat berangkat sekolah. Tak lupa aku bawa semua perlengkapan yang disebutkan Pak Nur kemarin.
"Hati-hati, kalo malam jangan keluyuran. Langsung tidur kalo di suruh, jangan berkelahi."
"Iya maaakk."
7
Disekolah, anak-anak kelas 5 dan 6 langsung menata peralatan tidur mereka, setelah itu menuju halaman belakang sekolah dan mendirikan tenda-tenda.
"Heh, nanti malam kita lanjutkan yang kemarin lusa." Kataku.
"Yang mana?" Kata Udin.
"Cerita pengalaman Horor kita." Jawabku. "Masa aku doank yang cerita, kalian kan belum."
"Ohh, setuju." Jawab Angga. "Cerita Horor di depan api unggun. Wah seru nih, kasih tau yang lainnya."
"Yoooooo." Kita kompak ber seru.
Setelah itu, dari siang kami membuat beberapa kelompok, belajar baris-berbaris ala Pramuka pada umumnya. Dan bernyanyi bersama.
Dan sore pun tiba, tak lupa kita saling mengingatkan rencana nanti malam.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁