"Patah hati yang menyakitkan itu, ketika kita menunggu ketidakpastian."
(Sinta Putri Adam)
---------------------------------------------------------------------------
Tidak ada cinta. Namun, anehnya ku sematkan dia di setiap doa ku.
Lucu bukan? tapi itulah kenyataannya.
Enam tahun, ku jaga hati untuk dia yang dulu datang dengan janji manis. Memberikan sepucuk surat cinta dan cincin sebagai tanda ikatan. Hingga hari, di mana berjalan dengan cepat, kami bertemu. Namun, enam jam aku menunggu seperti orang bodoh, dia tidak datang. Jika sudah begini kemana harapan itu pergi. Aku kecewa, sakit, dan merasa bodoh.
"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-hakim."
"Aku membencimu."
Ikutin kisahnya yuk hu...
IG: Rahma Qolayuby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Saya bingung!
"Nak!"
"Aku gak salah dengar kan? Nyonya Maryam memanggil dokter Sinta, Nak."
Gumam Perawat Fitri masih memikirkan kejadian di ruangan pasien tadi. Perawat Fitri benar-benar penasaran. Apa benar, dokter Sinta mengenal keluarga itu. Tapi, tidak mungkin.
"Mungkin nyonya Maryam memanggil anaknya yang tempramen. Ya, bukan dokter Sinta."
Perawat Fitri seolah menyangkal jika dokter Sinta dan nyonya Maryam saling kenal. Keluarga itu selalu tertutup tidak mungkin kenal sama dokter baru.
Karena tak mau pusing memikirkan semuanya lebih baik perawat Fitri mencari makan saja. Perawat Fitri sangat lapar sekali.
Sedangkan Sinta setelah memeriksa keadaan pasien nya. Yang ternyata tidak lain tidak bukan adalah Muhammad Farel Al-karim. Nama yang ingin Sinta lupakan. Nama yang tak lagi menjadi doa-doa Sinta. Nama yang sudah enam bulan hilang menyebutnya.
Sinta cukup shok mengetahui fakta yang tak bisa ia terima. Kenapa harus seperti ini! Andai Sinta melihat berkas pasien yang akan dia tangani mungkin Sinta tidak akan se shok ini.
Sinta tak tahu harus bersikap seperti apa. Perasaan nya sekarang campur aduk. Namun, tangis itu tak bisa Sinta bendung lagi. Sinta menangis tergugu di lorong sepi. Memeluk kedua lututnya yang lemah.
Dunia Sinta seolah di permainkan oleh keadaan. Kenapa mereka harus bertemu dengan cara seperti ini.
Sinta tak menyangka, jika Farel bulan ingkar janji tapi dia mengalami kecelakaan enam bulan lalu tepat ketika berangkat ke rumah Adam Hawa.
Hari itu ...
Farel masih tersenyum bahagia sebentar lagi ia menjemput kebahagiaan nya. Namun, siapa sangka saat Farel akan berbelok ada sebuah truk menghantam mobilnya dengan kecepatan tinggi. Membuat mobil Farel terpental, berbalik. Darah mengalir deras keluar dari kepala Farel. Belum lagi kaca-kaca menancap di dadanya. Yang lebih parahnya, kaki Farel terjepit kuat hingga sulit membuat Farel keluar dari mobil yang sudah tak terbentuk lagi.
Hanya satu nama yang Farel ucapkan di sisa kesadarannya. Yaitu, Sinta Putri Adam. Hingga Farel benar-benar tak ingat apapun lagi.
Andai saja tidak ada orang yang menolong Farel waktu itu dengan tepat waktu. Mungkin, Farel sudah tidak tertolong lagi dengan mobil yang tak lama meledak.
Kejadian itu, di duga supir truk yang mengantuk pulang dari luar kota. Akibat kecelakaan itu Farel mengalami koma selama tiga bulan. Ummi Maryam yang melihat keadaan putra nya begitu terpukul bahkan beberapa kali pingsan. Keluarga Al-karim semuanya terguncang mereka terpuruk. Tidak ada yang mampu memberitahukan kejadian itu pada Sinta. Bahkan Abi Zaenal melarang siapapun memberitahu Sinta. Abi Zaenal tak mau Sinta ikut terpukul juga. Biarlah Sinta menerka-nerka yang ada.
Karena keadaan keluarga terpuruk, belum lagi cobaan selesai. Sang kakek kena serangan jantung. Membuat keluarga Al-karim benar-benar menutup semua akses. Tidak ada yang boleh menyebarkan apapun tentang keluarga Al-karim.
Bahkan keluarga itu menyewa satu lantai ruang VVIP karena di sana Farel dan sang kakek di rawat.
"Ini sangat sakit!"
Gumam Sinta menekan dadanya kuat. Sinta benar-benar terpukul akan kenyataan ini. Kini, hati Sinta menjadi gamang. Rasa benci yang sudah tertanam apakah bisa berubah kembali. Entahlah.
Lama Sinta menangis seorang diri. Sinta menyeka air matanya tatkala mendengar suara langkah kaki. Buru-buru Sinta bangun menjauh dari sana.
"Tunggu, nak."
Langkah Sinta terhenti tatkala suara lembut lemah menyapa telinganya. Jantung Sinta berdebar hebat. Sinta berusaha mengendalikan diri berbalik menghadap umi Maryam.
Ya, yang memanggil Sinta adalah ummi Maryam . Bahkan ummi Maryam pun sama-sama terkejut jika dokter yang di sarankan dokter Marsel adalah Sinta. Ummi Maryam tak tahu takdir apa yang sedang Allah rencanakan. Berusaha menghindar dari kenyataan kini maka Sinta yang akan merawat putranya.
Mereka berdua duduk di taman belakang rumah sakit. Belum ada yang memulai percakapan. Sinta menatap lurus ke depan memandang pohon rindang. Angin hari ini cukup sejuk sedikit menenangkan suasana hati Sinta.
"Tante tak tahu harus memulai dari mana. Jujur, Tante terkejut ternyata dokter yang dokter Marsel tunjuk adalah kamu."
Ummi Maryam menggenggam tangan Sinta. Bisa umi Maryam rasakan jika Sinta sangat tegang. Entahlah, ummi Maryam tak bisa menebak apa yang sedang Sinta rasakan. Namun, melihat mata sembab Sinta ummi Maryam faham.
"Tante minta maaf atas semuanya, nak. Semua di luar kehendak kami."
"Dengan tak memberitahu, saya. Semua yang terbaik, begitu?"
Umi Maryam terdiam. Bisa merasakan besarnya kekecewaan Sinta. Di sini entah siapa yang harus di salahkan. Sinta pun merasa gamang. Ingin sekali Sinta berlari menjauh kalau bisa memutus pekerjaan nya. Namun, semua sudah Sinta tanda tangan dan tak bisa memutus begitu saja. Ada harga yang harus di bayar mahal.
"Saya bingung, benar-benar bingung."
Sulit sekali bagi Sinta mengatakan isi hatinya. Umi Maryam bisa mengerti dengan sikap Sinta. Tidak ada yang menyalahkan sikap Sinta berubah. Umi Maryam pun pasti melakukan hal yang sama jika berada di posisi itu.
"Maafkan tante, nak. Maaf kan kami."
Dua wanita berbeda usia itu saling peluk dengan tangis berbeda gambaran. Mungkin, saling menguatkan satu sama lain.
Sinta pun tak bisa terus bersikap ketus pada ummi Maryam. Sinta tahu, di sini ummi Maryam yang paling tersakiti.
Tidak ada seorang ibu yang hatinya baik-baik saja melihat keadaan anaknya. Dan, Sinta tak bisa marah dan menyalahkan umi Maryam. Sinta sadar, ia bukan siapa-siapa di keluarga itu.
Sinta hanya orang asing, bahkan tak terikat apapun. Mengingat status nya sekarang, Sinta mencoba tetap proporsional.
Mungkin ini sudah jalan takdirnya. Bertemu dalam keadaan yang sama-sama tak mau.
Bahkan Farel sendiri termenung dengan pertemuan mereka. Rasanya Farel ingin tenggelam saja. Bagaimana bisa Sinta yang akan merawatnya. Ia cacat, ia sudah tak berguna lagi.
Malu! Itulah yang Farel rasakan. Kenapa Allah harus membuatnya berada dalam posisi yang sangat menyakitkan.
Farel merasa kecil, Bagaimana bisa Sinta harus merawatnya.
Berkali-kali Farel mencoba bunuh diri tapi tidak berhasil. Farel merasa putus asa pada hidupnya. Dan, sekarang cobaan apa lagi. Kenapa harus Sinta, kenapa?
Farel tak mau Sinta merawatnya, ia sangat malu. Farel tak mau. Farel akan meminta orang tuanya untuk mengganti. Farel tak ingin terlihat lemah di mata Sinta.
Gadis yang sudah lama Farel tunggu, untuk menghitbahnya. Tapi, sekarang, Farel tak punya lagi harapan. Sinta terlalu sempurna untuk dia yang cacat.
Perasaan campur aduk antara mereka. Mereka sama-sama tersakiti oleh keadaan bukan saling menyakiti.
Tidak ada yang tahu perjalan takdir yang sedang mereka hadapi. Tapi, yakinlah jika pasti ada hikmah di balik semuanya.
"Tante tidak akan memaksa. Jika kamu tak sanggup. Tante akan mencari dokter baru untuk Farel."
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan, Vote Terimakasih ...