Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Kita jadi pergi kan?" tanya Nada.
Nada menagih janji Pandu yang akan mengajak jalan-jalan saat weekend tiba.
"Sayang, kita undur minggu depan ya," jawab Pandu dengan menatap wajah istrinya sekilas lalu sibuk dengan ponsel lagi.
"Kenapa? Kamu kan sudah janji," ujarnya dengan kesal. Dia sudah mempersiapkan semuanya untuk mereka pergi. Tapi kenyataanya Pandu tidak menepati janji.
"Maaf, aku lupa kalau hari ini aku sudah ada janji dengan teman kantorku," katanya dengan wajah memohon agar sang istri mau mengerti.
"Kamu kan bisa batalkan, kita jarang loh bisa pergi bersama." Nada tidak mau mengerti kali ini, dia mau suaminya yang mengerti dirinya.
"Sayang, kita sudah membuat janji lebih dulu. Aku tidak enak membatalkannya. Sebagai gantinya, aku akan menjaga Shanum. Kamu bebas jalan-jalan," katanya sembari memberikan kartu kredit miliknya.
Sebenarnya bukan itu yang Nada inginkan, ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengan keluarga kecilnya.
"Yakin, kamu berikanku kartu kredit? Nanti dibilang boros lagi," sindir Nada.
"Tidak sayang, nih kamu bebas belanja hari ini," katanya dengan mengusap kepala Nada.
Nada menggunakan kesempatan hari ini, untuk membeli semua barang-barang yang selama ini dia inginkan. Selama ini dia menahan membeli barang dengan uang bulanan uang sedikit.
Sedangkan Pandu hari ini lebih memilih pergi dengan Eva, dia memenuhi janjinya waktu pergi bersama di acara kantornya.
"Hai," sapa Pandu saat sampai di meja tempat Eva duduk.
"Hai," jawab Eva dengan mata yang tak lepas dari gendongan
"Sayang, salim sama tante." Pandu membantu Shanum untuk bersalaman dengan Eva.
"Ternyata aslinya lebih lucu." Eva mengusap pipi Shanum. "Boleh aku gendong?" tanya Eva.
"Tentu saja." Pandu pindah tempat duduk untuk menberikan Shanum.
"Wuih, kalian ini seperti keluarga kecil yang bahagia," sambar Jimmy yang baru saja datang. Dia mengambil foto mereka bertiga.
Pandu sengaja mengajak Jimmy agar mereka tidak hanya pergi berdua. Dia menjelaskan tujuan mereka berdua ketemu agar Jimmy tidak berpikiran aneh-aneh.
"Lihat, kalian ini pasangan serasi loh," kata Jimmy menunjukan foto mereka bertiga.
Wajah Eva memerah, dia rasa memang mereka tampak serasi. Eva menyukai foto itu.
"Kau ini Jimmy, jangan sembarangan Pandu sudah memiliki istri," katanya mendorong ponsel Jimny.
"Sayang sekali, kalian kenal terlambat. Kalau saja lebih cepat pasti aku akan mendukung hubungan kalian," kata Jimmy dengan senyuman.
"Jangan bahas ini lagi." Pandu sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan Jimmy.
Semakin hari Jimmy semakin melantur, dengan sengaja dia menjodohkan Eva dan Pandu yang jelas-jelas Pandu sudah memiliki istri. Jimmy pun mengenalnya karena beberapa kali bertemu.
"Aku ajak Shanum ke tempat bermain ya," kata Eva.
Shanum memang anak yang baik, dia sama sekali tidak takut dengan orang baru. Dia dengan Eva langsung bisa dekat.
"Jimmy, kau ini jangan ngomong seperti itu. Tidak enak dengan Eva," ujar Pandu mengingatkan sahabatnya.
"Memang kenapa? Toh dia tidak keberatan. Aku rasa dia suka sama kau," tebak Jimmy. Eva yang tidak membantah perkataan Jimmy membuat dia yakin kalau dia ada rasa dengan Pandu.
Mendengar penjabatan dari pandangan Jimmy, Pandu merasa saat ini Eva sedang menjalankan pendekatan terhadap anak semata wayangnya.
"Ah, kau ini ngaco. Eva itu perempuan cantik, bisa mendapatkan cowok single yang lebih baik dari aku," katanya sembari menggelengkan kepala.
Pandu menampik pikirannya juga pandangan Jimmy. Dia berusaha untuk tidak besar kepala bisa disukai oleh cewek cantik, pintar dan berprestasi.
Pemuda itu juga menepis perasaan nyaman dari Eva, karena dia sadar ada istri di rumah yang menunggunya.
"Ayo samperin mereka," ajak Pandu setelah puas berbincang.
"Kau duluan, aku mau angkat telepon dulu," kata Jimmy sembari menempelkan benda pipih di telinganya.
Pandu ikut gabung bermain dengan Shanum san Eva. Mereka bertiga sangar bergembira, jika orang yang tidak tahu pasti akan menganggap mereka itu keluarga kecil yang bahagian.
"Nada, itu bukanya Shanum sama Pandu," tunjuk Sabrina saat melihat mereka sedang asyik bermain.
Nada menyipitkan matanya, "Iya, ih, Mas Pandu diajak quality time bersama malah cuma berduaan dengan Shanum." Nada meruncingkan mulutnya.
Saingannya kini bukan lagi adik iparnya melainkan anaknya sendiri, bagaimana bisa Pandu menghabisakan waktu dengan putrinya.
Langkah Nada terhenti saat melihat perempuan cantik menghampiri anak dan suaminya. Mereka kembali bermain bersama.
Nada melihat senyum lebar dari Pandu yang sudah lama tidak dia lihat.
"Siapa perempuan itu?" tanya Sabrina sembari melihat ke arah Nada.
Nada menggelangkan kepala, pandangannya nanar. Ternyata suaminya lebih memilih pergi sama perempuan lain daripada dirinya.
"Nada, mungkinkah Pandu selingkuh?" Sabrina mendelik ke arah Nada.
Nada pergi meninggalkan tempat bermain di mall, air matanya berjatuhan. Hatinya benar-benar sakit, seperti sembilu mengiris-iris hatinya.
"Nada, tunggu, kenapa kamu tidak melabrak mereka?" tanya Sabrina. Padahal dia ingin membantu memaki lelaki tidak tahu diri itu.
Nada menggelengkan kepala, "Aku tidak mau mempermalukan Mas Pandu," ucapnya sembari mengusap air matanya.
"Ya ampun Nada, harusnya dia memang di permalukan. Sekali-kali kasih dia pelajaran!" gemas Sabrina dia memukul telapak tangan dengan genggaman tangannya.
Sabrina kesal saat karena sahabatnya itu masih saja sabar melihat suami pergi dengan wanita lain. Sabrina masih maklum kalau sahabatnya tidak memberikan perlawanan saat dihina oleh mertuanya.
"Kau ini terlalu dibutakan oleh cinta. Dia selingkuh lho!" Sabrina menunjuk ke arah pintu masuk Mall.
"Hubungan pernikahan itu tidak seperti pacaran, yang bisa memutuskan semuanya. Banyak hal yang harus kita pikirkan," papar Nada, ia menjelaskan kepada sahabatnya jika orang yang sudah menikah itu banyak hal yang harus di pertimbangkan.
Nada duduk di depan meja riasnya, dia menatap wajahnya. Ia mulai intropeksi diri mengingat perempuan yang pergi bersama suaminya. Dia memiliki wajah anggun.
Sedangkan dirinya sekarang seadanya, sudah lama tidak merawat diri. Dia juga tidak pernah memakai uang dari hasil perusahaanya.
Dulu dia mengatakan akan mengembalikan perusahaan kepada keluarganya. Yang sebenarnya dia hanya minta tolong Sabrina yang menjalankan perusahaan.
"Mama, kita pulang," seru Pandu saat masuk ke kamar.
Nada menoleh, dia tidak langsung menjawab. Tapi, dia melihat wajah suaminya yang berseri-seri.
"Sayang, kamu kenapa kok bengong?" tanya Pandu mendekati Nada.
Nada tersenyum lebar, "Ah, tidak. Kalian kayaknya senang banget. Pasti seru ya mainnya?" tanya Nada sembari menggendong putrinya.
"Senang dong, dia sampai tak mau diajak pulang," ujar Pandu. Ia menceritakan keseruan mereka berdua.
"Kamu beneran pergi sama teman kantor?" Nada pura-pura bertanya padahal dia sudah tahu.
Pandu kaget, jantungnya bergetar mendengar pertanyaan Nada."Sama teman kantor, kamu tidak percaya?"