SPIN OF OM LEON MARRY ME ...!
Gadis dari masa lalu berhasil ia temukan dan ia jadikan ratu di istananya, hanya saja ada yang hilang menurutnya walaupun ia tidak tahu entah apa.
Lantas, seorang pegawai hotel malam itu tak sengaja ia lecehkan. Ia tidak mengenalinya tetapi ada desiran aneh saat mereka saling bertatapan.
Siapa dia?
Bagaimana cara Mahen mengendalikan dan mengenali perasaan hatinya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamar 101
Napas Anna memburu, ia tadinya sedang terlelap tiba-tiba bermimpi melihat Mahen menikah dengan wanita lain sedangkan ia hanya bisa diam saja menyaksikan pernikahan itu. Mimpi yang hanya bunga tidur tetapi dampaknya sampai ke alam nyata. Nyatanya, kedua pipi Anna basah karena air mata, ia ketakutan dan di saat yang bersamaan Mahen menghubunginya.
Anna menceritakan kegundahan hatinya. Mahen mencoba untuk menenangkannya, ia berkata jika Anna hanya terbawa suasana saja sebab selama ini Anna selalu meragukannya. Mahen tahu di balik sikap manja Anna, masih terselip rasa khawatir. Anna belum sepenuhnya percaya padanya walau cinta itu mulai menggerogoti hatinya. Anna takut dicampakkan.
"Percayalah jika aku tidak akan pernah meninggalkanmu," ucap Mahen mencoba menenangkan.
Mahen mendengar Anna menghela napas berat. Ia tahu Anna tidak serta-merta tenang hanya dengan ucapannya saja. Anna membutuhkan pelukan hangat dan bukti nyata jika ia tidak akan pernah meninggalkannya. Status yang jelas adalah bukti, hanya saja Mahen belum bisa memberikannya.
"Bagaimana jika aku bukan orang yang kamu cari? Tolong jawab pertanyaanku ini, Mahen. Bagaimana jika suatu saat kamu tahu jika aku bukan orang yang kamu harapkan? Bagaimana dengan aku? Akankah aku terluka?"
Mahen diam saja, sejujurnya ia belum punya bawahan untuk itu sebab ia merasa yakin dengan apa yang ia yakini.
"Kamu masih mengantuk dan masih terbawa suasana mimpimu. Tidurlah kembali, aku akan segera pulang," ucap Mahen kemudian ia mengakhiri panggilannya.
Anna menatap layar ponselnya yang kini menampilkan wallpaper foto mesra dirinya dan Mahen di pantai. Ia tersenyum kecut, Mahen selalu menghindar dari pertanyaannya. Bagaimana Anna bisa tenang, Mahen tidak bisa memberikan ketegasan.
Sementara itu, Mahen kembali berbaring di tempat tidur khusus itu. Ia menatap langit-langit kamar sambil memikirkan mimpinya juga mimpi Anna. Namira yang marah padanya serta Anna yang melihatnya menikahi wanita lain.
Semakin ia mencoba memikirkan masalahnya, semakin bertambah sakit di kepalanya. Mahen merasa pusing, belum lagi ia yang sudah berjanji akan membantu Kenzo nantinya. Bahkan, setelah masalah di negara ini selesai tentu pekerjaan Mahen tidak langsung usai juga. Setelah dari negara ini Mahen harus terbang ke Singapura untuk bertemu dengan kelompok Mazeen untuk membicarakan kerja sama mereka dalam proyek terbaru.
Adik dari Mami Mertua pamannya itu meminta Leon mengirimnya untuk pertemuan membahas bisnis gelap dan juga urusan bisnis keluarga Mazeen yang tampak di permukaan. Leon dan Naufal Prayoga sepakat untuk membuka cabang restoran atas nama Levin dan Luvina di negara itu sebagai hadiah ulang tahun si kembar. Naufal memberikan tempat dan Mahen hanya tinggal mengurusnya saja.
"Aku harus bisa menyelesaikan masalah di negara ini kurang dari dua minggu agar aku bisa secepatnya ke Singapura. Aku berharap semua ini bisa selesai hanya dalam satu bulan saja. Anna semakin meragu padaku, aku tidak mau itu," gumam Mahen, kemudian ia mencoba memejamkan matanya.
****
Seperti biasanya, siang hingga malam hari Laura dan Zoya bekerja di hotel. Keduanya tampak sibuk bahkan Zoya sudah menikmati pekerjaannya. Laura merasa senang, dengan adanya Zoya ia merasa bekerja jauh lebih semangat dari sebelumnya.
Pernah, pernah terlintas di benak Laura untuk mundur dari pekerjaan ini karena ia khawatir tanpa sengaja ia akan berpapasan dengan Mahen, sosok yang tidak ingin lagi ia lihat meski hanya dari kejauhan walaupun kenyataannya ia terus saja teringat kejadian malam itu.
"Laura, pergilah ke kamar 101, pemilik kamar memintamu untuk datang dan membawakan makanan ini," ucap Koordinator bagian dapur khususnya masak-memasak.
Dengan patuh Laura pun mengerjakan perintah dari Nyonya Dom. Sebenarnya Laura sangat ingin resign dari hotel ini sebab ia tahu hotel tempatnya bekerja ini adalah milik dari orang tua Kenzo. Ia sudah menjauhi lelaki itu dan secara tidak langsung ia menolaknya, Laura merasa seakan ia tidak punya muka dengan masih bekerja di sini.
Tangan Laura menekan bel setelah ia berada di depan kamar 101. Ketika pintu dibuka, tangannya langsung ditarik paksa untuk masuk. Awalnya ia sangat terkejut tetapi melihat siapa tamu yang ada di dalam kamar tersebut ia pun hanya bisa mengatupkan bibirnya.
"Maaf Laura, aku tidak bermaksud menjebakmu. Aku sudah menunggumu berhari-hari hanya untuk bicara tetapi kamu terus saja menghindar. Laura, apa aku salah karena mendekatimu? Kamu seakan terus menjauh dariku sejak hari terakhir kita mengobrol. Aku yakin telah terjadi sesuatu denganmu. Kamu bisa menceritakannya padaku, aku akan mendengarkan dan aku pasti akan memahami," bujuk Kenzo, ia bahkan meminta Laura untuk duduk tetapi Laura enggan, ia memilih berdiri dan mereka saling berhadapan.
Kenzo memalingkan wajahnya. "Diammu bisa menjelaskan semuanya, Laura. Aku tahu kamu tidak memiliki pria lain, kamu menjauhiku karena sesuatu hal yang lain. Maaf tetapi aku tidak suka sikapmu ini," lanjut Kenzo.
Laura menggigit bibirnya. Ingin sekali ia membalas rasa dari pria yang begitu tulus padanya ini. Dulu pun ia mendapatkan pekerjaan di hotel ini atas bantuan Kenzo yang semula tidak memberitahu jika ia adalah anak dari pemilik hotel. Laura tahu belakangan saat tak sengaja ia diminta untuk membersihkan kamar khusus milik Kenzo dan di sana mereka bertemu dengan Kenzo yang tidak bisa mengelak lagi.
"Kenzo, aku memang tidak punya kekasih. Kamu harus tahu mengapa aku menjauhimu, itu semua karena aku hanya ingin menjaga kemungkinan yang sangat menyakitkan untukku di kemudian hari. Oke kamu bilang daddymu menerima aku apa adanya, tetapi tidak dengan publik, Ken. Suatu saat kamu akan mendapatkan gunjingan saat kamu menggandeng tanganku datang ke sebuah pesta, jamuan makan atau sekadar acara ramah tamah. Ketika seseorang bertanya datang dari mana kekasihmu itu dengan tatapan mereka yang menyelidik, apakah saat itu kamu mampu mengatakan jika aku hanyalah karyawan hotelmu bagian yang paling belakang, petugas kebersihan? Mampu kamu menjawab pertanyaan dan ejekan mereka? Kamu mampu mengobati hatiku yang terluka karena gunjingan dan tatapan mencemooh mereka?"
"Laura aku —"
"Aku belum selesai, Ken. Kamu itu masih muda, masih labil dan cinta yang kamu rasakan saat ini semata karena kamu menyukai. Bagaimana dengan esok ketika kamu sudah siap menghadapi dunia ini? Kamu bisa melepaskan genggamanmu dari tanganku, Ken. Aku bukan peramal, tetapi aku bisa merasakan hal ini kelak akan terjadi padaku jika aku bersikeras menerima perasaanmu. Mencintai dengan selaras saja Ken, carilah yang serasi denganmu agar suatu saat kamu bisa dengan bangga menjawab semua pertanyaan dari rekan ataupun kerabatmu. Hatiku terlalu kecil, Ken. Aku tidak siap menerima pendapat orang-orang tentangku," ucap Laura, tanpa terasa air matanya menetes membasahi pipi tetapi dengan cepat ia mengusapnya.
"Shit! Peduli setan dengan pandangan orang di luar sana. Aku maunya kamu, Laura!" pekik Kenzo tetapi ia juga tidak bisa menampik jika ucapan Laura tadi ada benarnya.
Laura tersenyum getir, ia pamit dari hadapan Kenzo dan sepertinya ia juga akan pamit pada Nyonya Dom.
'Selain itu, aku adalah gadis yang sudah tidak suci lagi, Ken. Nilaiku semakin buruk untukmu. I'm so sorry,' ucap lirih Laura dalam hati.
semangat