NovelToon NovelToon
Di Balik Bayangan Ambisi

Di Balik Bayangan Ambisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Wanita Karir / Karir / Office Romance
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Darl+ing

Kisah ini menceritakan hubungan rumit antara Naya Amira, komikus berbakat yang independen, dan Dante Evander, pemilik studio desain terkenal yang perfeksionis dan dingin. Mereka bertemu dalam situasi tegang terkait gugatan hak cipta yang memaksa mereka bekerja sama. Meski sangat berbeda, baik dalam pandangan hidup maupun pekerjaan, ketegangan di antara mereka perlahan berubah menjadi saling pengertian. Seiring waktu, mereka mulai menghargai keunikan satu sama lain dan menemukan kenyamanan di tengah konflik, hingga akhirnya cinta tak terduga tumbuh di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darl+ing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari pertama kerja dengan Dante

Dante mengambil ponselnya dan mulai mencatat detail kesepakatan yang akan mereka buat. Naya merasa bersemangat dan gugup sekaligus. Ini adalah langkah besar, dan dia berharap kali ini dia tidak akan terluka.

“Jadi, apa yang kita lakukan selanjutnya?” Naya bertanya, berusaha menekan rasa gugupnya.

“Kita perlu membuat timeline untuk proyek ini,” jawab Dante, serius. “Aku juga akan mengatur pertemuan dengan klien untuk membahas konsep yang akan kita kembangkan. Mereka akan menunggu hasil kerja kita, jadi kita tidak punya banyak waktu.”

Naya mengangguk setuju. “Baiklah, kita harus cepat. Aku bisa mulai membuat sketsa untuk konsepnya. Setelah itu, kita bisa mempresentasikannya kepada klien.”

“Baik. Sekarang, mari kita bicarakan detail lebih lanjut mengenai proyek ini,” kata Dante, mulai merancang garis besar untuk kolaborasi mereka.

Seiring waktu berlalu, keduanya mulai bekerja dengan antusias. Naya merasa semangatnya mulai bangkit kembali. Ide-ide kreatif mengalir dari benaknya, dan Dante tidak segan-segan untuk memberikan masukan. Meskipun mereka pernah berseteru, kerja sama ini membawa perasaan baru—keterhubungan dan saling menghargai.

Setelah beberapa jam, mereka berhasil merumuskan konsep awal untuk proyek tersebut. Naya merasa bersemangat dengan hasil kerja mereka, meskipun ada rasa cemas yang menyelip di hati. “Aku rasa ini bisa menjadi sesuatu yang luar biasa,” ucapnya penuh percaya diri.

Dante mengangguk. “Aku juga merasakannya. Kita harus tetap fokus dan bekerja keras. Ini adalah kesempatan kita untuk menunjukkan apa yang bisa kita lakukan.”

Saat pertemuan mereka berakhir, Naya merasa bersemangat. Dia tahu bahwa ini adalah langkah yang tepat, meskipun ada keraguan di dalam dirinya. Dia tidak ingin kembali ke dunia yang penuh kekecewaan, tetapi kali ini terasa berbeda. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang baru.

***

Setelah pertemuan itu, Naya kembali ke studionya dengan perasaan campur aduk. Dia sangat ingin segera mulai bekerja, tetapi pikirannya masih terombang-ambing antara harapan dan ketakutan. Setibanya di studio, dia langsung mengumpulkan semua sketsa yang ada. Dihimpunnya dengan cepat, ia merasa terinspirasi untuk memulai kembali.

“Kalau aku bisa membuat karakter yang kuat dan ceritanya menarik, mungkin semua ini akan berjalan baik,” ucapnya pada diri sendiri. Meskipun harapannya belum sepenuhnya mantap, ia bertekad untuk tidak menyerah. Dalam hati, dia merasakan keberanian baru untuk menghadapi tantangan ini.

Saat dia sedang berkutat dengan sketsanya, ponselnya berdering. Itu adalah pesan dari Tika. “Kak Naya, bagaimana kabarnya? Apakah ada yang bisa aku bantu?”

Mendapatkan pesan itu, Naya merasa sedikit lebih tenang. “Tika, aku baik-baik saja. Sebenarnya, aku butuh bantuanmu. Kita akan memulai proyek baru dan mungkin aku akan membutuhkan ide-ide darimu.”

“Wow, proyek baru? Keren! Ayo, kita brainstorming bareng,” jawab Tika, antusias.

Naya tersenyum. Semangat Tika bisa mengubah suasana hatinya. “Baiklah, kita akan mulai besok. Aku akan membahas beberapa ide yang ada di kepalaku.”

Setelah menutup pesan dengan Tika, Naya kembali fokus pada pekerjaannya. Dia mulai menggambar, menuangkan semua ide yang telah mereka diskusikan dengan Dante. Setiap goresan pensilnya mencerminkan harapan dan semangat baru yang dia rasakan. Mungkin, ini adalah titik balik dalam hidupnya.

***

Sementara itu, di sisi lain kota, Dante juga merasakan semangat baru. Dia berkeliling di studionya, berdiskusi dengan para illustratornya tentang proyek yang akan datang. Meskipun mereka belum mendapatkan detail lengkapnya, dia sudah merasakan antusiasme mereka. “Kita akan bekerja sama dengan Naya Amira, dan aku ingin kalian semua siap untuk memberikan yang terbaik.”

Beberapa orang di studio terlihat bingung, sementara yang lain terkesan. “Naya? Dia komikus terkenal, kan? Mengapa kita bekerja sama dengannya?” tanya salah satu illustrator.

“Karena dia memiliki bakat luar biasa. Kita bisa menciptakan sesuatu yang berbeda jika kita bekerja sama,” jawab Dante, tegas. “Kita harus terbuka untuk ide-ide baru. Ini adalah kesempatan kita untuk melampaui batas-batas yang ada.”

Dante merasa semangatnya memuncak. Dia tidak sabar untuk melihat hasil kolaborasi ini dan bagaimana hal itu akan mengubah studio dan juga hubungan mereka. Meskipun masa lalu mereka penuh dengan konflik, dia merasakan sesuatu yang lebih positif kini—sebuah kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan mungkin, menciptakan sesuatu yang luar biasa.

Dan di antara dua dunia yang bertabrakan ini, mereka berdua bersiap menghadapi masa depan yang belum pasti, tetapi dipenuhi dengan harapan dan kemungkinan yang tak terbatas.

***

Keesokan harinya, Naya bersiap di depan rumah sambil menunggu Widuri menjemputnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan rencana kerja sama dengan Dante. Dia tidak yakin apa yang akan terjadi, tapi dia tahu ini adalah kesempatan yang tidak bisa dia tolak begitu saja, terutama dengan kondisi keuangannya yang semakin menipis.

Tepat pukul sembilan pagi, mobil Widuri berhenti di depan rumah Naya. Widuri mengeluarkan kepala dari jendela mobil dan melambai dengan semangat. "Ayo, Naya! Cepetan naik, kita gak mau telat!"

Naya tersenyum tipis dan segera masuk ke mobil. Di dalam, Widuri sudah siap dengan playlist musik favorit mereka, mencoba mengusir kekhawatiran yang mungkin ada di kepala Naya. Begitu mobil melaju, mereka mulai berbincang santai.

"Lo kelihatan tegang banget, Nay. Santai aja kali," kata Widuri sambil melirik Naya yang duduk cemas di sebelahnya.

Naya menghela napas. "Gimana gak tegang? Gue gak pernah nyangka bakal kerja sama sama Dante lagi. Apalagi setelah semua masalah yang terjadi."

Widuri tertawa kecil. "Iya sih, gue paham. Tapi lo sendiri yang bilang kalau ini kesempatan yang lo butuhin. Gue rasa, lo tinggal fokus sama apa yang bisa lo lakuin. Gak usah mikirin yang aneh-aneh."

Naya tersenyum kecil, tapi masih merasa sedikit berat. "Gue tau, Wid. Tapi tetep aja, dia tuh... orang yang bikin gue bingung. Selalu muncul di saat gue lagi kacau, kayak ada radar khusus buat nangkep sinyal kesialan gue."

Widuri tertawa keras, hampir kehilangan kontrol mobilnya sejenak. "Lo ngomong kayak gitu, Nay, tapi bener juga sih. Gue perhatiin, si Dante itu emang sering banget tiba-tiba nongol pas lo lagi di titik terendah."

Naya mengangguk. "Iya, gue juga mulai mikir gitu. Waktu di villa sama Arfan, terus di klub, bahkan sekarang... gue gak ngerti gimana ceritanya, tapi dia selalu ada."

Setelah tiba di gedung perusahaan Dante, Naya menatap bangunan megah itu dengan perasaan campur aduk. “Aku dua kali datang ke sini dengan tujuan yang berbeda,” gumamnya pelan, mengingat kunjungan sebelumnya saat dia terlibat masalah hukum dengan Dante. Seminggu yang lalu, dia datang dengan hati yang penuh amarah untuk mengurus gugatan, tetapi kali ini, dia datang dengan tujuan yang lebih ambigu—untuk bekerja sama, meskipun ada keraguan besar di hatinya.

Widuri, yang menyadari kecanggungan Naya, mencoba mencairkan suasana dengan candaan. “Yang penting sekarang, lo kesini untuk hal yang lebih baik, Nay. Bukan buat adu mulut lagi.”

Naya hanya tersenyum tipis, tak banyak berkata. Di sisi lain, Widuri merasa tanggung jawabnya sebagai sahabat adalah membuat Naya merasa nyaman. “Gue tunggu lo di cafe ya, biar lo fokus aja di meeting. Kalau butuh gue, tinggal telpon.”

Naya mengangguk, sementara Widuri meninggalkannya dan berjalan ke kafe di dekat gedung. Dengan langkah ragu, Naya berjalan masuk ke gedung dan mengambil lift menuju lantai atas, tempat pertemuannya dengan Dante akan berlangsung.

1
LISA
Aq mampir Kak
ADZAL ZIAH
semangat kam menulisnya 🌹 dukung karya aku juga ya kak
Ceritanya bagus thor, semngat ya 👍
Aini Nurcynkdzaclluew
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Darl+ing: Makasih ya udah mampir ❤️‍🔥
total 1 replies
ellyna
bagus bgt semangat yaa
Darl+ing: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!