Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Ruang tamunya gelap, jendelanya dibiarkan tertutup dan lampunya juga tidak dinyalakan. Hanya ada samar-samar bayangan yang terlihat duduk di sofa sambil menyalakan rokok.
Shima geram mendapatkan rumahnya yang bebas asap rokok itu sekarang harus tercemar.
“Apa kamu mau tetap di situ?” Suara seorang pria mengagetkan Shima.
Shima menatap lurus ke arah seseorang yang duduk di sofa, dengan serius.
“Deril?” katanya heran, dengan cepat melepas sepatu dan menghampiri pria itu setelah menekan saklar lampu.
“Bagaimana kamu bisa ada di sini, apa kamu merusak pintuku?” Setelah berkata, Shima tersadar akan kesalahannya sebab pintunya sama sekali tidak rusak.
“Mudah saja mendapatkan kunci rumahmu asal kamu kenal pemilik gedungnya!” jawab Deril sambil menyilangkan kakinya. Pria itu masih memakai pakaian kerja, hanya saja dasi dan jas sudah dilepaskannya. Beberapa kancing kemejanya terbuka, memperlihatkan dadanya yang putih dan bidang.
“Oh! Kamu masuk tanpa izin pemiliknya seperti pencuri saja, mau apa kamu di sini?” Shima berkata sambil menyimpan semua kantong plastik belanjaannya di dapur.
“Begitu caramu menyambut tamu? Seperti gak pernah belajar agama saja!”
Shima diam dan memejamkan mata untuk menenangkan diri. Dia begitu terkejut serta, takut akan kedatangan Deril yang tiba-tiba di rumahnya.
Tamu katanya? Mana ada tamu yang masuk lebih dahulu dari pemilik rumah yang sebenarnya.
“Shima! Apa kamu mendengarkanku?” Deril berkata dengan keras, dia tidak suka dengan tingkah Shima yang menjauhinya. Biasanya gadis itu akan memandang wajahnya penuh damba, tapi sekarang tatapannya lebih mirip orang yang bermusuhan.
Padahal, dia hanya akan membuatkan sup. Dia sengaja datang, mengetuk pintu dan menunggu. Lama tidak ada jawaban, hingga akhirnya dia mencari pengelola gedung dan meminta kunci cadangan unit itu.
Deril melihat ke sekeliling isi rumah dan hatinya terharu melihat tempat tidur bayi dan beberapa mainan anak di salah satu kamar. Dia ingat pernah membelinya bersama Shima.
Ternyata Shima masih belum bisa move on dari keguguran kandungan yang dialaminya.
Deril sengaja tidak menelepon karena ingin memberi kejutan, tapi yang ada justru Shima yang sukses mengerjainya.
Shima melangkah setelah meletakkan tas di atas meja makan.
“Pak Deril, kita gak harus bertemu seperti ini, kamu bisa buat janji atau memintaku datang di luar, gak perlu repot-repot kemari!”
Deril tidak menjawab, tatapannya datar ke arah depan. Dia mendengus pelan, lalu berkata, “Jadi, aku gak harus bikin sup?”
“Eh!” Shima memperhatikan wajah Deril yang serius. Dia memang pernah meminta Deril membuatkannya sup bunga teratai, siapa yang menyangka pria itu benar-benar akan melakukannya.
“Oh, jadi kamu ke sini mau buat sup? Kalau begitu, baiklah!” Shima tersenyum simpul, senyum yang tidak pernah dilihat Deril selama setahun. Tiba-tiba pria itu ingin melihat senyuman itu lagi.
Deril berdiri dan memegang dagu Shima dengan jarinya yang ramping tapi kuat. Tatapan mereka bertemu dan jarak wajah keduanya begitu dekat. Hembusan napas Deril terasa di kulit pipi Shima yang putih.
“Kamu senang betul mengerjai ku, hmm?”
Shima menggelang keras, selain berusaha melepaskan pegangan tangan Deril di dagunya, dia harus meyakinkan bahwa, dia tidak sedang mengerjainya.
Dia ingin menolak kedekatan mereka tapi terlambat, Deril sudah melayangkan satu kecupan di bibirnya.
Melihat sikap Deril, Shima ketakutan bukan main kalau pria itu akan melakukan hal lain lagi padanya malam itu.
“Pak Deril, jangan seperti itu, aku memang kepikiran sup teratai kemarin, tapi aku gak sungguh-sungguh minta dibuatkan! Kamu lebih baik pulang saja, oke?”
Deril diam tapi matanya bergerak menelusuri seluruh wajah Shima dan berakhir di bibirnya yang kering. Dia berniat membasahi bibir itu dengan ciumannya yang lebih lama.
Namun, baru saja bibirnya menempel sebentar, Shina sudah menampar pipinya.
Plak!
Suara tamparannya terdengar keras di telinga.
“Pak Deril, kita sudah bercerai!” kata Shima setelah melihat Deril diam seolah tamparan di pipinya tidak lebih sakit dari gigitan semut.
“Kamu yang bilang? Sekarang masih masa Iddah, kan?”
Shima tahu maksudnya bahwa mereka masih bisa rujuk, tapi dia tidak mau.
Deril terlihat tidak peduli dan mengulangi perbuatannya lagi, kali ini dia menahan kepala Shima dengan satu tangan dan tangan yang lain menggenggam pergelangan, hingga Shima tidak bisa melawan.
Pria itu masih suka memaksanya seperti dulu.
Wanita itu menolak dan berusaha memberontak, tapi tenaganya terlalu lemah untuk melakukan perlawanan.
“Baiklah! Ayo ke dapur!” kata Deril setelah puas mencium Shima, sambil mengusap bibir wanita itu dengan ibu jarinya.
Wajahnya terlihat senang, karena bibir Shima kini sudah setengah basah dan memerah. Tidak pucat lagi seperti tadi.
Shima mengikuti langkah di belakang Deril dengan kesal dan marah tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Tiba-tiba hatinya ragu, kemungkinan sulit bercerai dengan arti kata yang sesungguhnya dari Deril. Mengingat sikap posesifnya saat mereka masih berama, sepertinya Deril tidak rela kalau Shima dimiliki pria lain selain dirinya.
Sesampainya di dapur, Deril benar-benar membuat sup dengan bahan-bahan yang dibawanya di tambah sayuran di kulkas milik Shima.
Pemandangan seperti itu, dulu sangat familiar bagi Shima, di mana Deril berada di dapur, bertindak menjadi koki baginya. Pria itu menggulung lengan kemeja sampai siku, memperlihatkan tangannya yang kekar dan berurat. Kulitnya putih berkilau diterpa cahaya lampu dapur yang terang.
Dia memakai sendal rumah dan mulai memotong bawang. Kepalanya menunduk memperhatikan gerakannya yang lincah meracik beberapa bahan. Satu helai rambutnya jatuh di kening. Dalam suasana seperti itu, Deril terlihat lebih menawan.
Mereka telah bersama selama tiga tahun, setiap Shima tidak enak badan, pria itu memasak untuk dirinya. Sebaliknya, kalau Shima sehat, setiap hari akan memasak untuk Deril.
Namun, kali ini Shima hanya menunggu di meja makan, melihat mantan suami tengah sibuk membuat sup. Deril seperti koki dan Shima adalah juri.
Perasaan Shima menjadi tidak karuan, mengingat kedudukan Deril di grup Pratama adalah seorang pimpinan. Deril berada di pucuk tertinggi, dengan segudang kemampuan bisnis yang dimiliki.
Siapa yang akan percaya dia sedang memasak untuk wanita yang berstatus sebagai mantan istri.
Sekali lagi Shima berpikir kalau Deril masih mencintainya.
Pikirannya melayang saat masih berada di rumah keluarga Deril, Shima melihat beberapa foto Deril di masa sekolahnya. Ada yang sendiri, berlima, ada juga yang berdua saja. Sekarang dia baru tahu kalau wanita mungil yang cantik dan polos di sampingnya itu adalah Karina.
Dahulu, setiap kali Shima bertanya tentang teman-teman di sekeliling Deril, pria itu hanya menjawab sekedarnya saja. Hampir tidak pernah menyebutkan nama seorang wanita.
Apa Shima harus percaya pada rumor yang beredar bahwa, semua pria di keluarga Deri itu setia?
Harga diri bagi mereka adalah segalanya. Tidak akan merusak hubungan keluarga dengan kehadiran orang ketiga. Memiliki banyak wanita bukan jaminan meninggikan kehormatan dan derajat seorang pria.
Tak lama setelah itu, aroma masakan yang sudah matang pun tercium oleh hidung Shima.
“Ini, makanlah!” kata Deril sambil menyodorkan semangkuk sup bunga teratai di atas meja.
Shima melihat tampilan sup yang biasa dia makan sebelum-sebelumnya.
Bunga teratai itu di ambil tangkainya saja dan dikupas kulit luarnya. Hanya bagian dalam yang bisa dinikmati sebagai makanan dan rasanya, sungguh nikmat. Sup ini juga bisa digunakan sebagai obat.
Baunya harum.
“Terima kasih!” kata Shima.
“Hmm ....!”
Shima memasukkan satu sendok ke mulutnya dan berkata, “Apa kamu juga sering membuatkan sup untuk Karina?”
Shima bertanya bukan tanpa alasan, dia memikirkan kelembutan Deril pada Karina. Apa pun yang diinginkannya selalu dipenuhi. Apalagi semangkuk sup hangat, Deril mungkin sudah membuatkannya berkali-kali.
Deril menuangkan air putih, untuk Shima dan juga dirinya, lalu meminumnya sampai habis. Ditatapnya Shima dengan sinar mata yang mengandung kebencian di dalamnya.
“Kenapa?” tanya Shima, berpikir bisa memprovokasi Deril.
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭