NovelToon NovelToon
Remuk Hati, Bidadari Papah!

Remuk Hati, Bidadari Papah!

Status: tamat
Genre:Tamat / Naik Kelas / Keluarga / Persahabatan / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / trauma masa lalu / bapak rumah tangga
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Cici Hardi

seorang anak yang berjuang untuk kembali bersekolah setelah lama sakit jiwa dan membawanya pada harapan bisa menjalankan tugas sebagai anak didik disekolah impian bersama teman-temannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Hardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Masa Lalu Ortu (POV PAPA)

Usia pernikahanku dengan sang istri, telah terjalin bertahun-tahun lamanya. Lima belas tahun, kami menjalani kehidupan dengan keluarga kecil kami, dengan dianugerahi anak berjumlah enam orang anak. Anak pertama anak laki-laki, anak kedua anak laki-laki juga, anak ketiga anak perempuan, anak keempat anak perempuan lagi, anak kelima anak laki-laki dan anak terakhir perempuan (bayi merah). tentu kebahagian menjadi orang tua, sangat didambakan oleh setiap pasangan suami-isteri dan Alhamdulillah semuanya anugerah yang tak terhingga, dari sang kuasa.

Aku sebagai suami dari seorang PNS, yang berjabat sebagai Guru mengajar disekolah tingkat menengah pertama (SMP), saya cukup merasa tidak percaya diri atau merasa begitu rendah. Dengan berada diantara keluarga besar istri. Apalagi menyangkut tentang menyambungkan tali persaudaraan kepada keluarga besarnya, dengan pandangan mereka, memandang sinis , menandakan sepertinya mereka kurang menyukai saya. bagaimana mereka memandang saya, setiap kali berkunjung kerumah mertua. Ada-ada tingkah mereka, yang kurang sedap dipandang oleh mata. Adik-adik istri saya memasang muka masam, berwajah meremehkan saat saya mulai mengakrabkan diri pada mereka semua.

Alih-alih mereka memberi suasana yang tenang untuk menyambut kedatangan kami, malah disambut dengan pandangan yang hina, layaknya ipar yang pantas diposisi sangat rendah.

Aku hanya tamatan SD dulu, yang tinggal bersama ibu, kakak perempuan, beserta adik-adikku lainnya. Kami bersaudara beranggotakan lima orang. Dimana kakak sulung sudah berpulang ke Rahmatullah diusia masih bujang, sedang kakak perempuan ku seorang janda ditinggal suami dengan anak beranggotakan tiga orang anak. Aku sendiri, meski hanya tamatan SD. Namun, aku melanjutkan pendidikan ditingkat sekolah menengah pertama, dengan menyusul paket C. Sebuah jalan kehidupan baru bagiku, sehingga aku dipertemukan oleh istri, dengan ia mengajar aku saat itu.

Hubungan kami yang sebatas guru dan anak didik, mulai ada pengembangan setelah aku menyelesaikan sekolahku ditingkat menengah atas (SMA). Singkat cerita, aku adalah seorang petani cokelat, menjalankan usahaku dari hasil jerih payah sendiri, dimasa mudaku yang sudah Yatim. Yaa aku anak yatim, sejak masih anak-anak, dan bersekolah ditingkat sekolah dasar (SD). Perjuangan yang sangat besar aku jalani, bersama ibunda tercinta. Kami hanya berkebun, dan juga mengambil pekerjaan sampingan dari orang-orang yang butuh tenaga jadi buruh kerbau.

Selama itulah aku menabung, agar bisa menyambung hidup lebih baik. Dan memberi beberapa tanah, dengan impian akan menjadikan ladang usaha bertani cokelat. Setelah semuanya terkumpul dan memenuhi target beli. Aku Pun membelinya untuk usahaku bertani cokelat.

Dan aku berpikir, lebih baik mengajak kakak perempuan ku yang janda dan anak-anaknya bekerja sama, dan juga adik laki-laki satu-satunya beserta istrinya, untuk mengelola bersama atas usaha cokelat ku yang ada di kota. Mereka butuh uang untuk hidup, bersama dengan anak-anak mereka. Dan aku pun juga merasa kasihan dengan keadaan mereka, yang susah akan kebutuhan hari-hari yang makin meningkat. Lagipula mereka adalah saudara kandungku, serta keponakan kandung dari kedua orang tua kami.

"Kak Jumi, lebih baik saya ajak tinggal di kota bersama anak-anak. Disana kalian bisa berkebun cokelat untuk mencukupi kebutuhan harian."

"Kamu, mengajak kami bekerja di kebun cokelat mu."

"Iya kak."

"Lagian aku jarang dikota, dan lebih banyak dihalaman kampung bersama istri dan anak-anakku."

"Bagaimana dengan istrimu? Apa iya setuju?"

"Aku akan bilangin dia nanti, dan memberi pengertian."

"Tapi kami merasa kurang enak."

"Kenapa kak?"

"Menyusahkan kalian, terutama kamu."

"Gak apa-apa kak."

"Hidup memang harus, tolong menolong. Aku adalah saudara lelakimu."

"Iya aku tahu. Kamu pengganti bapak kita."

"Hmm."

"Suardi mana kak?"

"Ada dirumah ibu."

"Baik, aku akan menemuinya."

"Ada apa?"

"Aku juga bakal ngajak dia, bareng-bareng kita."

"Kerja bareng gitu."

"Begitulah."

"Itu ide bagus. Biar dia juga dapat kerjaan."

Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu sangat nyaring menusuk gendang telinga oleh ibu tua. Dengan perasaan kesal dan bercampur kemarahan ia membuka pintu rumahnya.

"Kamu ternyata Hasyim?"

"Iya ibu."

"Kenapa mengetuk pintu kencang?"

"Kirain ibu tidak dalam rumah."

"Kamu ini Hasyim . Buat ibu kaget setengah mati. kalau misal ibu jantungnya lemah. Gimana?"

"Maaf Bu, aku buru-buru."

"Kenapa?"

"Sudah sore Bu. Aku tidak ingin istri dan anak-anakku mencemaskan papanya. Masih diluar sana dan belum pulang."

"Ada perlu apa?"

"Mana Suardi Bu?"

"Ada didalam kamar bersama istrinya."

"Bisa dipanggil kesini ibu?"

"Tunggu disini dulu Hasyim. Biar ibu panggil kesini." Mengetuk pintu kamar anak dan menyampaikan bahwa ada panggilan dari Hasyim kakaknya.

"Kak Hasyim, sejak kapan datang kerumah?"

"Ini barusan. Dan ada hal penting, aku mau bicarakan sama kamu Suardi."

"Apa itu kak?"

"Ini masalah kerjaan."

"Kerja apa itu kak?"

"Kamu mau bertani cokelat bersamaku?"

"Kak Hasyim, mengajak kerja di kebun cokelat milikmu?"

"Iya."

"Apa kak Hasyim yakin?"

"Tentu, kamu adik laki-laki ku."

"Kamu nanti banyak membantuku untuk berkebun cokelat. Apa kamu bersedia?"

"Aku bersedia, untuk membantu."

"Baiklah, kita semuanya akan tinggal dikota bersama-sama. Aku punya satu rumah disana, dirasa cukup kalian tinggali bersama."

"Oh ya kak, apa persiapan yang perlu kami bawa kesana."

"Pakaian kalian saja dan mental bekerja."

"Baik, aku pamit pulang dulu. Bilang pada ibu, aku pamit padanya. Aku buru-buru nanti kemalaman pulangnya."

"Baik kak, aku sampaikan nanti ke ibu."

Dengan diselimuti angin yang cukup kencang, aku merasa sedikit masuk angin, dan dengan keberanian yang cukup, aku melajukan kendaraan diatas kecepatan rata-rata. Aku memikirkan keadaanku, yang semakin lama dibiarkan, maka akan melemahkan pertahanan tubuh yang semakin terserang oleh rasa sakit tertahan. Dan akhirnya sampai juga, dirumah yang sederhana dan berpekarangan segala jenis bunga, yang berjejer banyaknya pot dari ukuran besar, sedang, dan kecil. Sungguh istriku adalah sosok wanita pecinta keindahan alam, sehingga menyulapnya menjadi taman bunga indah dihalaman rumah kami.

"Assalamualaikum, mah."

"Waalaikumsalam, pa."

"Anak-anak ada ma?"

"Mereka sudah tidur pa."

"Papa baru tiba ini, sudah jam 6 malam."

"Maaf mah, aku ada urusan dengan keluarga."

"Mama, buatkan kopi dulu ya pahl."

"Baik, papa menunggu disini, ada yang mau papa bicarakan."

"Tunggu sebentar pa."

"Apa yang papa, mau bicarakan?" Memposisikan duduk disamping sang suami, dengan tatapan penuh penasaran.

"Begini mah, kak Jumi, dan anak-anaknya. sudah tak punya siapa-siapa lagi. Selain kita saudaranya."

"Apa yang terjadi pa."

"Aku berpikir karena kak Jumi, adalah janda dengan tiga orang anak. Anak-anaknya tentu yatim dan butuh nafkah dari ibunya seorang janda."

"Lalu pa?"

"Maaf sayang. Kak Jumi, tentu tidak ada pekerjaan, dalam menafkahi anak-anaknya. Jadi aku ingin mengajak kak Jumi, anak-anaknya untuk berkebun cokelat dikota."

"Benarkah?"

"Iya. Apa kamu setuju?"

"Saya juga tidak boleh, melarang apa yang menurut papa baik untuk keluarga."

"Jadi?"

"Yaa aku hanya ingin kebaikan papa aja."

"Menurutmu?"

"Apa yang baik bagi papa, aku sebagai istri, memberi dukungan saja."

"Artinya? Kamu setuju sayang."

"Iya."

"Terimakasih sayangku. Oh ya, adikku Suardi, juga bakal ikut berkebun. Apa kamu setuju?"

"Iya papah sayang."

"Terimakasih kembali sayang."

"Sama-sama."

Berakhir dengan pelukan hangat, belaian sayang, dan kecupan cinta pada sang istri tercinta. Hasyim begitu haru dengan sikap istrinya yang begitu lemah lembut dan pengertian, dan menyikapi tentang permintaannya dengan sangat baik.

"Ayo sayang, istirahat dikamar."

"Papa, tidak makan malam?."

"Aku sudah makan, dirumah kak Jumi tadi sore. Papa masih kenyang sayang."

"Baik, pah."

1
pal ishwaroppo97@gmail.com
lanjut
pal ishwaroppo97@gmail.com: bagus
pal ishwaroppo97@gmail.com: bagus
total 2 replies
Layla
Buat saya, ini sih cerita yang harus masuk ke dalam top chart semua platform.
Cici Hardi: terimakasih saudara
total 1 replies
Oralie
Ngakak terus-terusan!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!