#TURUN RANJANG
Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.
Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.
Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.
*****
"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham
"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
PLAGIAT/MALING = MASUK NERAKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06 - Bukan Pelembab Biasa
"Ringan sekali tubuhnya, bakso dan siomay yang dia makan tiap hari itu larinya kemana?" gumam Zeshan seraya memandangi wajah cantik Devanka yang tertidur dengan mulut setengah terbuka.
Walau niat untuk melempar Devanka ke hutan amazon itu ada, tapi Zeshan tetap memperlakukannya dengan lembut. Begitu hati-hati dia membopong tubuh Devanka ke atas tempat tidur.
Sebenarnya gampang kalau Zeshan tidak mau susah, dia bisa membangunkan sang istri dan bisa dipastikan Devanka akan kembali dengan sendirinya ke atas tempat tidur.
Namun, tetap saja naluri Zeshan yang dulunya sebagai kakak tergerak untuk sigap memindahkannya. Sengaja dia biarkan tetap dengan mukena yang membalut tubuh Devanka.
Bukan hanya karena hal itu bisa membuat rindunya pada mendiang sang istri terobati, tapi Zeshan hanya ingin melindungi matanya terhadap hal-hal yang belum waktunya dia lihat.
Beberapa saat dipindahkan ke kasur, Devanka kembali mencari-cari sesuatu yang bisa dipeluk. Kali ini tidak mengigau, mungkin belum. Tapi yang pasti, dia mulai meraba-raba dan Zeshan meraih bantal yang ada di sana.
Anehnya, dia berdecak seolah kurang puas. Zeshan yang penasaran, justru terketuk untuk memberikan tubuhnya dan benar saja, baru dengan cara itu Devanka bisa diam. Sudah pasti dengan posisi kaki yang juga turut naik di atas paha Zeshan.
"Kenapa bisa tingkahnya persis Nadeo?" gumam Zeshan tersenyum tipis.
Kebiasaan memeluk semacam ini memang persis putranya sejak lama. Tidak perlu memeluk manusia, boneka besar adalah guling Nadeo dan kemungkinan teman tidur Devanka juga sama, boneka yang lebih besar lagi.
Kali ini, Zeshan berani memandanginya. Wajah cantik yang merupakan bukti kebesaran Sang Pencipta, Zeshan tak berbohong akan hal itu. Lama dia pandangi, hingga dengkuran halus Devanka dan rasa kantuk akibat tidak tidur hampir sepanjang malam mengantarkan Zeshan untuk turut menutup mata.
.
.
Berjuta fakwa cinta yang ada
Mengantarku pada kenyataan
Hatiku memeluk bayang-bayang
Ingin denganku, tapi tak bisa
Aku bukan aku yang dulu
Namun cintaku seperti dulu
Merelakanmu aku merasa
Bagai bulan dikekang malam
Bukan alarm, bukan pula teriakan Nadeo dan bukan suara Mommy-nya. Pagi ini, Zeshan terbangun tatkala mendengar suara indah yang juga mengingatkannya pada sosok Talita, siapa sangka suara Devanka tak kalah indah.
Disertai iringan musik dari ponselnya, Devanka benar-benar seolah tengah konser pagi ini. Sembari mengeringkan rambutnya di depan meja rias, Devanka bersenandung seolah tengah di kamar sendiri.
"Dasar stres, dia lupa ada aku di sini atau bagaimana?"
Aku ikhlaskan segalanya
Walau hatiku lebam membiru
Sakit, namun aku bahagia
Ku terima segala takdir cin_
"Kak Zeshan?"
Pria itu tersenyum tipis tatkala Devanka sadar akan kehadirannya dari pantulan cermin. Dia menoleh, tak lupa mematikan musik yang sejak mengalun di ponselnya.
"Aku ganggu ya?" tanya Devanka tersenyum kikuk, dari sudut pandangnya sama sekali tak terlihat jika Zeshan tersenyum, marah iya.
"Tidak, lanjutkan saja ... anggap kamar sendiri."
Begitu ucap Zeshan seraya berlalu ke kamar mandi. Devanka pikir, Zeshan tengah menyindirnya, untuk itu dia memilih diam dan bergegas untuk mencari pakaian karena memang saat ini dia hanya menggunakan bathrobe di tubuhnya.
"Baju mana baju." Sembari mencari, Devanka bersuara agar tidak terlalu sepi saja. "Ck, kenapa dibawain baju beginian sih? Gak sekalian suruh pakai kebaya lagi?"
Devanka menggerutu tatkala melihat gaun selutut warna soft pink itu, bukan gayanya sama sekali. Akan tetapi, saat ini dia tidak sedang bersama maminya dan protes pada Zeshan hanya akan menciptakan petaka tentu saja.
"Nanti kalau sudah jadi istri, siapin juga pakaian suamimu ... itu termasuk bagian melayani, jangan males."
Bibir Devanka mencebik begitu mengingat ucapan sang mami yang sejak sudah Dia dengar hampir ratusan kali, sampai titik komanya sudah hapal. Awalnya Devanka merasa nasihat itu sangatlah mengganggu, tapi perlahan dia menurut dan hatinya tergerak untuk menyiapkan pakaian suaminya juga.
Karena jika diingat, Zeshan hanya mengenakan baju koko dan juga sarung, kemungkinan tertidur juga pasca shalat subuh. Jadi, rasanya tidak mungkin apa yang dia lakukan akan sia-sia, pikirnya.
"Maafin aku, Kak Talita ... izin siapin baju suaminya ya," gumam Devanka tersenyum getir, fakta bahwa Zeshan adalah suami dari mendiang kakaknya sangatlah sakit sebenarnya.
Bukan sakit hati, tapi dia sakit dan merasa lancang merebut kebahagiaan mendiang kakaknya, itu saja. Sewaktu maminya memaksa menikah hanya karena dia malas lanjut kuliah sebenarnya Devanka siap, sekalipun bukan bersama Hero.
Namun, ketika tahu calon suaminya adalah Zeshan, barulah Devanka menghubungi Hero. Tak hanya sampai di sana, dia juga bertengkar hebat dan berakhir pada dua pilihan, diusir dan tidak dianggap anak atau menerima takdir sebagai istri Zeshan.
Sejenak Devanka menepis kekacauan dalam hatinya, wanita itu kini fokus menyiapkan pakaian Zeshan karena kemungkinan besar, sebelum jam 11 mereka akan meninggalkan hotel dan pulang ke rumah utama.
Pertama kali dia melakukan hal ini, menyentuh kemeja Zeshan berhasil membuat jantung Devanka berdegub tak karu-karuan. Hingga, degubnya kian menjadi dengan mata yang kini membulat sempurna tatkala menemukan pengaman di sela-sela pakaian Zeshan.
"Ini kan yang sering dipajang depan kasir," gumam Devanka mengerjap pelan, walau memang tidak begitu mengerti, tapi bukan berarti sepolos itu juga. Belum tuntas kebimbangan Devanka, perhatian wanita itu kini teralih pada sesuatu yang cukup asing di matanya.
"Lubricant gel?" Mata Devanka mengerjap pelan pasca membaca keteranganya di luar kemasan. "Rasakan sensasi_ eh?" Ingin dia membaca lebih lanjut, tapi Zeshan merampasnya hingga Devanka sontak mendongak.
"I-itu apa, Kak? Aku belum selesai bacanya."
"Ehm bukan apa-apa, pelembab biasa," jawab Zeshan gelagapan dan menyembunyikan benda siallan itu di balik punggungnya.
"Pelembab? Pelembab apa?"
Zeshan terlihat gugup, dia tidak yakin Devanka polos, tapi tidak yakin pula anak itu tahu segalanya. "Bibir ... kamu tahu sendiri cuaca akhir-akhir ini tidak menentu, 'kan? Jadi, aku rasa sangat penting."
"Wah kebetulan, lip balm punyaku ketinggalan, boleh min_"
"No!! Ini khusus laki-laki!!"
"Heh?"
.
.
- To Be Continued -
bakalan kena bulli itu