Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BISAKAH KITA BICARA?
Pria itu melangkahkan kakinya mengikuti langkah Mirelle. Sedetik kemudian, Mirelle tampak menghentikan langkahnya dan menekan sebuah earpiece di telinganya. Pria itu juga menghentikan langkahnya dan memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh gadis berpakaian hitam hitam di dekatnya itu.
"Hmm ... Aku mendengarkan. Katakan saja di mana dan siapa targetnya," ucap Mirelle yang masih terdengar oleh Pria itu.
"Baiklah, aku akan segera ke sana."
Mirelle segera melangkah dengan sedikit berlari. Ia mendekat ke sebuah tenda dan masuk ke dalamnya. Setelahnya, ia keluar dengan membawa sebuah senapan laras panjang yang ia gantung di bahunya.
"Elle!" sebuah suara memanggil Mirelle. Langkah kaki Mirelle terhenti. Ia mengenali suara itu, ya bahkan waktu enam tahun yang ia lewati ternyata tak mampu membuatnya melupakan suara itu.
Gadis itu menoleh dan menautkan kedua alisnya, meski tak terlihat karena ia menggunakan sebuah kacamata hitam.
"Anda membutuhkan sesuatu, Dokter?" tanya Mirelle saat melihat seorang pria dengan jas dokter berwarna putih di hadapannya.
Mendengar suara Mirelle, ntah mengapa otak cerdas Rafael tiba tiba saja menjadi bodoh. Ia terdiam dan hanya menatap gadis di hadapannya itu.
Ketika Mirelle tak mendapatkan jawaban apapun dari pria ber jas putih itu, akhirnya ia kembali memutar tubuhnya dan melangkah cepat menjauhi Rafael. Ya, pria itu adalah Rafael, Rafael Graziano Frederick.
Rafael melihat punggung gadis yang ia yakini adalah Mirelle. Namun, gadis itu terlihat sangat berbeda, luar biasa berbeda. Gadis yang dulu manja dan selalu bergelayut di lengannya, kini terlihat begitu garang dengan senjata di bahunya.
"Kamu berubah, Elle. Kamu berbeda," gumam Rafael.
Rafael merasa seperti orang bodoh. Ia bahkan memukul pipinya karena hanya melamun menatap Mirelle, tanpa bisa berkata kata. Ia mencari sebuah tempat untuk dia duduk dan menunggu Mirelle kembali ke tenda.
"Ia belum kembali juga?" gumam Rafael sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Langit sudah gelap dan udara mulai dingin. Ia sengaja menunggu di dekat tenda yang ditempati oleh Mirelle. Ia ingin bertemu dan berbicara, setidaknya menanyakan bagaimana kabar adik sahabatnya itu. Hingga sebuah suara meme ah lamunan Rafael.
"Raf, kamu dipanggil sama Dokter Theo. Mereka memerlukan bantuanmu untuk melakukan operasi saat ini juga. Cepatlah! Mereka sepertinya tak bisa menunggu terlalu lama," ucap Bobby. Awalnya ia mencoba mencari Rafael di tenda yang mereka tempati, tapi ternyata tak menemukan pria itu. Pada akhirnya ia terpaksa berkeliling agar bisa menemukan Rafael secepat mungkin, sebelum dirinya mendapar amukan dari Dokter Theo dan mendengar ocehannya selama beberapa jam.
"Sekarang?" tanya Rafael yang sebenarnya enggan untuk meninggalkan tempatnya berdiri saat ini. Ia takut jika saat Mirelle kembali, ia tak berada di sana.
"Tidak, tahun depan! Ya sekarang lha. Cepat sana temui dia, sebelum kita kena hukuman! Kamu tahu kan seperti apa Dokter Theo? Sepertinya ia begitu karena berjauhan dengan istri dan anak anaknya," ucap Bobby yang tak mau disalahkan oleh Dokter Theo jika sampai operasi terlambat dilakukan.
Rafael menghela nafasnya pelan. Ia ingin bertemu Mirelle, tapi ia juga tak bisa menelantarkan tugasnya di sana sebagai seorang dokter. Rafael menatap tenda Mirelle dan ke arah di mana tadi Mirelle pergi.
"Tunggu aku, Elle. Aku akan kemvali ke sini lagi setelah menyelesaikan operasi itu," gumam Rafael. Ia pun segera melangkah bersama Bobby menuju tenda di mana Dokter Theo telah siap dengan operasi yang akan mereka laksanakan.
*****
Rafael menyelesaikan operasinya sekitar tengah malam. Ternyata, tak hanya satu orang saja yang harus dioperasi, tapi tiga orang sekaligus, hingga membuatnya memerlukan waktu yang sedikit lama, apalagi dengan peralatan yang terbatas. Mereka mengalami luka tembak di beberapa bagian tubuhnya karena ditempatkan di garis depan.
"Istirahat dulu, Raf. Besok masih banyak pekerjaan lagi yang harus kita lakukan," ujar Dokter Theo mengingatkan. Rafael adalah mahasiswa bimbingannya dulu dan ia sangat percaya dengan kemampuan Rafael.
"Baik, Dokter. Terima kasih," Namun, langkah kaki Rafael tak membawanya ke tenda miliknya, di mana ada Reagan dan Bobby yang sudah lebih dulu beristirahat. Keduanya lelah karena harus mengurus orang terluka dan juga membantu di dapur jika mereka kekurangan orang.
Rafael melangkahkan kakinya ke tempat di mana sebelumnya ia berada, tenda di mana Mirelle berada. Terbentuk sebuah senyuman tipis ketika matanya menangkap sesuatu dari arah tenda Mirelle. Ia melihat lampu di dalam tenda tersebut menyala, yang artinya Mirelle sudah kembali.
"Ia sudah kembali," gumam Rafael. Jantungnya berdetak cepat ketika ia mendekati tenda Mirelle.
Rafael ingin mendekati, tapi tiba tiba lampu di dalam tenda tersebut dimatikan. Rafael yang awalnya ingin berbicara, akhirnya mengurungkan niatnya karena tak ingin mengganggu waktu istirahat Mirelle.
"Aku akan menemuimu besok pagi, Elle. Jangan ke mana mana karena aku ... Merindukanmu," gumam Rafael sambil menyentuh pintu tenda.
Langit masih terlihat gelap ketika Mirelle membuka matanya. Ia teringat bahwa semalam ia kembali bertemu dengan sosok pria yang telah membuatnya memutuskan untuk pergi jauh dari keluarganya. Ia melakukan itu untuk melupakan pria yang telah menetap di hatinya selama belasan tahun.
Ia menarik nafasnya dalam kemudian membuangnya perlahan, "Kamu bekerja di sini, Elle. Tenanglah. Anggap saja kamu tak pernah mengenalnya, maka semua akan baik baik saja. Ia juga tak akan terganggu dengan keberadaanmu," gumam Mirelle.
Setiap pagi, Mirelle selalu melakukan olahraga, mulai dari pemanasan hingga pendinginan. Ia melakukan peregangan agar otot otot tubuhnya tidak kaku. Ia tak ingin hal itu mengganggu pekerjaannya. Salah sedikit saja, ia bisa salah menembak orang dan menyebabkan meningkatnya kewaspadaan musuh.
Setelah berlari kecil di depan tendanya, ia kembali masuk dan mengambil beberapa pakaian yang akan ia gunakan. Ia sudah menemukan sungai yang akan ia jadikan tempatnya membersihkan diri. Setidaknya tubuhnya tak akan terasa lengket lagi.
"Elle ...," suara yang memanggilnya, kembali membuat Mirelle menghentikan langkah kakinya.
Namun kali ini Mirelle tak memutar tubuhnya. Ia tak ingin menatap manik mata Rafael yang akan membuat jantungnya berdetak cepat.
"Anda memerlukan sesuatu, Tuan?" tanya Mirelle.
"Elle, bisakah kita bicara?"
🧡 🧡 🧡