Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema Devano
Di dalam ruangan meeting Devano terlihat sedikit melamun, padahal hari ini perusahaan miliknya akan menjelaskan suatu proyek besar yang akan dijadikan kerja sama menguntungkan.
"Tuan Devano, bisakah salah satu dari perwakilan Anda menjelaskan kepada kami apa saja yang akan dilakukan untuk membangun sebuah keuntungan besar bagi kedua perusahaan?" ucap salah satu perwakilan dari perusahaan A.
"Baik, Misca tolong jelaskan kepada mereka apa saja yang sudah kita siapkan untuk kerja sama ini!" titah Devano tanpa sadar.
"Misca? Misca siapa, Tuan? Nama saya, Killa. Saya yang akan meprestasikan kerja sama ini, bukan Misca," jawab Killa, wajahnya terlihat bingung menatap Devano yang juga terkejut dengan ucapannya sendiri.
Bukan Devano namanya jika tidak mampu mengelak, meskipun semua orang yang ada di sana mendengar jelas nama Misca disebut.
"Si-siapa yang manggil kamu, Mi-misca? Kupingmu salah dengar, sudah sana cepat jelaskan. Jangan buat mereka menunggu!" pinta Devano sambil menyembunyikan wajah malunya.
Killa yang kesal langsung berdiri menatap cemberut ke arah Devano, lalu tersenyum melihat semuanya.
"Astaga, Devano! Apa-apaan ini, kenapa Misca, Misca, Misca terus yang ada di dalam pikiranmu!"
Devano menggerutu di dalam hati. Tangannya diam-diam memijit dahi yang terasa pusing akibat bayang-bayang Misca selalu membuatnya resah tidak karuan.
Sementara Killa yang sedang fokus menjelaskan, beberapa kali melirik curiga terhadap Devano. Selama dia bekerja tidak ada satu wanita pun yang mampu menembus benteng pertahanan hatinya.
Akan tetapi, nama Misca yang tak sengaja tersebut menjadi ancaman untuk Killa, "Ada hubungan apa Tuan Devano sama Misca, Misca itu? Mencurigakan, aku harus cari tahu. Aku tidak ingin kecolongan!"
Bagai cacing yang kepanasan. Darahnya langsung mendidih, tidak bisa mendengar sedikit saja tentang Devano yang dekat sama wanita lain selain dia.
Maklum, banyak yang mengincar duda kaya seperti Devano. Hanya saja tidak ada yang kuat menghadapi sifat cuek cenderung sombong, kecuali, Killa.
Selesai meeting, Devano kembali ke ruangannya dalam keadaan lelah sekali. Tanpa sadar tangannya memegang pipi bekas ciuman Misca tadi pagi.
"Kalau dipikir-pikir Misca cantik juga. Dia keibuan, ramah, bahkan kesederhanaannya itu loh, yang membuatku seperti melihat Manda dalam versi berbeda. Apa artinya doaku terkabul? Tuhan kembalikan Manda, walaupun dalam wujud berbeda?"
Senyuman kecil perlahan terukir jelas di bibir Devano. Sayang, semua itu tidak bertahan lama akibat suara ketukan pintu berhasil membuyarkan lamunannya.
"Permisi, Tuan. Bolehkah saya masuk!" ucap Killa penuh kelembutan dengan suara yang mendayu-dayu demi menarik perhatian Devano.
"Masuk!" titah Devano, posisinya yang santai langsung berubah wibawa.
Pintu terbuka perlahan bersamaan Killa yang masuk sambil membawakan segelas kopi hangat yang sering dibuatkan untuk Devano.
"Maaf mengganggu, Tuan. Saya lihat hari ini Tuan kurang bersemangat, ini saya buatkan kopi. Silahkan di minum," ujar Killa sengaja membungkuk memperlihatkan belahan dada yang menonjol sambil meletakkan kopi di atas meja.
"Terima kasih." Devano menyeruput kopi itu merasakan sensasi kehangatan yang berhasil menembus rasa nikmat di dalam tenggorokan.
Ini bukan masalah kopinya dibuat menggunakan campuran apa saja, melainkan rasa lelah itu seperti terbayar lunas melihat bayangan Misca yang ada di wajah Killa.
"Bagaimana, Tuan. Enak?" tanya Killa. Tubuhnya selalu tidak bisa diam seolah-olah ingin memperlihatkan betapa berisinya dada juga bokong miliknya.
Apalagi pakaian kantor kurang bahan disertai beberapa kancing di dada sengaja dibuka, sudah ketara sekali jika Killa memang berusaha keras memancing hasrat Devano yang tidak pernah masuk perangkap.
"Enak banget," jawab Devano cepat. Tatapan mata begitu manja melihat Killa bagaikan Misca.
"Akhh, yang benar, Tuan?" goda Killa. Tangannya mulai berani memegang pundak Devano sambil mengelusnya.
"Kamu cantik," ucap Devano tanpa sadar. Sepertinya dia sudah terjebak di dalam pesona pembantu yang terlihat sederhana. Namun, daya tariknya begitu meresahkan.
"Akhh, Tuan bisa sa ... aduh, ma-maaf, Tuan. Ubinnya licin."
Killa sengaja menjatuhkan diri tepat di atas pangkuan Devano. Wajar yang begitu dekat membuat wanita itu semakin liar untuk mencari cela.
"Tidak apa-apa, untung jatuhnya di sini jadi tidak terlalu sakit, bukan?"
Gelengan kepala disertai senyuman manis membuat Killa semakin yakin jika obat yang diberikan sudah mulai bekerja. Sentuhan demi sentuhan dia berikan supaya Devano terjebak semakin dalam hingga mereka melakukan hal tak terduga.
Beruntungnya baru juga Killa ingin mencium bibir tebal milik Devano, tiba-tiba bayangan Misca berubah menjadi Cia yang sangat marah.
"Daddy, itu bukan Mommy Misca"
"Apa!"
"Aarrghh!"
Tangan Devano refleks mendorong Killa sampai tersungkur ke lantai dalam keadaan bibir mencium pinggiran meja.
"Ehh, ma-maaf Killa. Sa-saya ... arrghhh!"
Bukannya menolong Killa, Devano malah pergi meninggalkan ruangan keluar dari perusahaan dalam keadaan kesal campur bingung.
"Si-al! Kenapa jadi begini sih, rencanaku jadi berantakan, 'kan! Padahal tinggal selangkah lagi Tuan Devano akan ... aaa ... Menyebalkan!"
"Harusnya tadi itu Tuan Devano yang akan mencium bibirku, bukan malah meja! Huaa ... bibir se-xyku!"
Malang sekali nasibmu, Killa. Harusnya obat yang diberikan membawa dia ke dalam pelukan Devano. Namun, entah keberuntungan dari mana sang atasan mampu meloloskan diri begitu saja setelah melukiskan luka di bibirnya sampai jontor.
***
Di dalam mobil berulang kali Devano menggerutui kebodohannya yang hampir saja bermain gila bersama sekretarisnya sendiri akibat bayang-bayang Misca.
Rasa kesal dan bingung bercampur menjadi satu membentuk suatu kemarahan yang tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya.
"Ini semua gara-gara Cia yang ingin menjodohkanku dengan Misca, sampai akhirnya aku sendiri yang terjerat!"
"Apa jangan-jangan Misca memakai pelet? Secara 5 tahun aku mampu bertahan tanpa sentuhan wanita, tetapi sekarang? Baru di cium udah berdiri, gimana di sentuh bisa-bisa mode pasrah ini, mah!"
Hanya Misca yang mampu menghidupkan sinyal getaran di dalam hati yang sudah lama mati. Jelas-jelas mereka baru sekali dua kali pertemuan wajah itu langsung membekas mengikuti ke mana pun dia pergi.
Hingga munculah rasa dilema yang kuat antara membiarkan gerbang hati terbuka lebar untuk menyambut kehidupan yang baru atau menutup rapat kembali bersama masa lalu.
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"