Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10 Bukan Pernikahan Meriah
Bayangannya di cermin terlihat cantik, dari tadi banyak perias di ruangan itu yang memuji si pengantin perempuan. Tetapi Rania hanya memberikan senyuman tipis dan kembali melamun. Ini adalah hari pernikahannya dengan Candra, pria yang sudah memberikannya kenangan buruk.
"Nah sudah selesai, kamu cantik sekali," puji periasnya sambil tersenyum lebar. Sebenarnya dari sebelum di make up juga Rania sudah cantik, apalagi setelah di make up seperti ini.
"Terima kasih," ucap Rania pelan.
"Nanti saat akad jangan murung terus ya, harus banyak senyum," sahut salah seorang lagi yang sepertinya dari tadi memperhatikan ekspresi wajahnya.
"Iya." Rania mengangguk pelan.
"Kami keluar dulu, sebentar lagi akad akan dimulai." Beberapa perias tadi pun satu-persatu keluar, meninggalkannya seorang diri di kamar.
Ceklek!
Rania melihat Neneknya yang masuk, membuatnya tersenyum. Neneknya mendekat lalu memeluknya beberapa saat. Tetapi Rania terkejut melihat Neneknya itu yang sampai meneteskan air mata, tapi sambil tersenyum.
"Kamu cantik sekali sayang pakai kebaya putih ini, benar-benar mirip dengan Mama kamu dulu," ucap si Nenek sambil mengusap pipinya. Tatapannya terlihat lembut, membuat dada Rania bergetar.
"Makasih Nek, aku juga baru pertama kali dirias pakai make up tebal begini."
"Bagaimana perasaan kamu?" tanya Neneknya.
"Deg-deg an?" Perasaan ini Rania rasakan dari semalam, sampai membuatnya tidak bisa tidur.
"Haha iya pasti, tapi kamu jangan terlalu gugup ya. Semoga acaranya berjalan dengan lancar."
"Hm aamiin."
Ima bisa melihat sorot mata itu kembali sendu, "Jangan murung begitu dong sayang, kenapa hm?"
"Aku cuma masih gak nyangka aja akan menikah dengan orang yang sudah memperkosa aku. Apa aku bodoh?" Rania selalu memikirkan ini, tapi bukankah Ia pun sudah memutuskan? Beberapa saat lagi bahkan acara akan dimulai.
"Kenapa bilang begitu? Tidak kok. Nenek malah merasa, pilihan kamu sudah benar. Tidak perlu mendengarkan ucapan orang lain, yang menjalani hidup itu kamu," nasihat Neneknya yang tahu ke khawatiran Rania.
Memang benar yang dikatakan Neneknya, membuat Rania sedikit tenang. Neneknya lalu memberitahu sudah waktunya keluar kamar karena akad akan dimulai. Saat keluar, terlihat ada beberapa orang di ruang tamu. Tetapi yang paling mencolok tentu Candra, pria itu dari tadi tidak bisa menyembunyikan senyumannya.
"Kamu cantik banget," bisik Candra saat Rania duduk di sebelahnya. Matanya bahkan tidak lepas sedikitpun, merasa kagum dan bangga saja karena perempuan itu akan menjadi istrinya.
Rania menoleh sekilas, tapi kembali menunduk sedikit malu mendapatkan pujian begitu dari Candra. Penghulu di depan mereka pun membuka acara dengan memberikan sedikit ceramahannya dahulu tentang pernikahan.
"Sudah siap Pak Candra? Sepertinya dari tadi anda sudah tidak sabar sekali ya," gurau si penghulu dan membuat gelak tawa terdengar di ruangan itu.
Candra tersenyum kecil karena ketahuan, "Iya Pak, saya takut gugup sampai lupa."
"Tenang saja, jangan terlalu gugup. Atur nafas nya ya," ucap si penghulu memberikan ketenangan.
Setelah dirasa siap, penghulu itu pun membimbing Candra mengucapkan ijab kabul. Hanya satu tarikan nafas dan berjalan lancar, membuat semua orang di sana pun merasa lega dan ikut senang. Saat si penghulu mengucap hamdalah, semuanya ikut berdoa.
"Sekarang kalian sudah resmi menjadi suami istri. Saling menerima kelebihan dan kekurangannya dan saling menyayangi lah agar hubungan pun selalu baik," nasihat si penghulu.
Candra dan Rania lalu diminta saling memasangkan cincin ke jari manis masing-masing. Saat Rania menyalami tangan pria itu, detak jantungnya menjadi lebih cepat begitu saja. Mereka pun di foto sebentar untuk mengabadikan moment.
Pernikahan mereka memang tidak diadakan mewah dan ramai, hanya akad saja dengan dihadiri beberapa orang. Tetapi para warga di sekitar pun tahu jika Rania menikah, bahkan ada beberapa yang melihat di luar rumah. Pastinya mereka lebih terkejut karena suaminya itu adalah Candra, si pengusaha muda yang tampan dan kaya raya.
"Kok bisa sih si Rania nikah sama Pak Candra?" tanya salah seorang Ibu di luar. Bibirnya terlihat mencebik meledek.
"Katanya yang hamilin Pak Candra," sahut seorang lagi dengan sinis nya.
"Wah si Rania itu punya apa sampai beruntung nikah sama konglomerat begitu ya?" Kabar tentang Rania yang hamil sempat membuat gempar, semua menganggap perempuan itu anak baik-baik tapi ternyata hamil duluan. Yang paling mengejutkannya, ternyata yang memperkosa adalah Candra.
Waktu berlalu dengan cepat, acara pun sudah selesai dan semua tamu pun pulang. Malam ini Candra akan menginap. Terlihat sekali kecanggungan di meja makan yang kayunya sudah reot itu, lampu pun cukup temaram karena memakai lampu khas zaman dulu. Hanya terdengar dentingan sendok dengan piring, saling fokus pada makanan masing-masing.
"Maaf ya nak Candra kalau makanannya biasa," ucap Nenek Ima tidak enak. Khawatir pria yang sudah jadi cucunya itu tidak bisa memakannya.
"Enggak kok, ini kan makanan parasmanan," geleng Candra merendah. Mereka terlihat segan sekali padanya.
"Iya, tapi pasti nak Candra sering makan-makanan enak dan mewah, kan?" tanya Nenek.
"Tidak juga, saya bisa makan apa saja kok, tidak terlalu pemilih juga. Yang penting itu enak dan bisa dimakan," jawab Candra sambil tersenyum tipis.
"Syukurlah kalau begitu. Tapi Rania bisa masak apapun, mulai hari ini dia akan memasakkan apapun untuk nak Candra."
Candra langsung menoleh pada Rania yang duduk di sebelahnya, "Iya Rania memang berbakat sekali, saya suka masakan dia. Tapi sepertinya dia tidak perlu masak, nanti saja oleh pembantu."
Kalau dipikir benar juga, Candra kan orang kaya dan bisa mempekerjakan asisten rumah tangga. Mana mungkin istrinya yang mengerjakan sampai kelelahan. Dulunya Rania yang hanya seorang pelayan dapat naik status menjadi Nyonya sekarang.
"Nenek titip Rania ya Candra." Saat mengatakan itu, suara Nenek Ima terdengar bergetar.
"Iya Nek, aku akan berusaha menjaga dia dengan baik. Bukan hanya dia, tapi bayi kita juga," ucap Candra terlihat tulus.
"Nenek masih tidak menyangka nak Candra ini mau bertanggung jawab dengan menikahi Rania."
"Kenapa tidak menyangka? Itu kan sudah jadi kewajiban saya untuk bertanggung jawab." Candra dapat mengakui kesalahannya, itulah lelaki sejati namanya.
Ima terlihat menghela nafasnya, "Soalnya nak Candra ini kan orang berada, sedangkan kami hanya orang biasa. Apa nak Candra tidak apa karena Rania bukan dari kalangan orang berada juga?" Ini lah yang Ima khawatirkan, perbedaan kasta.
"Tidak kok Nek, saya tidak peduli akan hal itu," geleng Candra. Lagi pula uangnya sudah banyak, Ia bisa menghidupi Rania nanti.
Ima merasa lega akan hal itu, berharap semoga saja cucu perempuannya dapat hidup lebih baik karena kini nasibnya sudah bagus. Semoga Candra juga tidak semena-mena hanya karena Rania hanya orang biasa.
"Jadi besok Rania akan pindah ke villa?" tanya Neneknya.
"Iya, kamu mau kan Rania?" Candra kembali menatap istrinya.
Rania menggigit bibir bawahnya sebentar, merasa khawatir akan sesuatu, "Lalu Nenek bagaimana?" tanyanya pelan.
"Nenek tidak kenapa-napa, ini kan rumah Nenek. Kamu sekarang sudah menikah dan harus ikut kemana pun suami pergi." Neneknya berusaha memberikan ketenangan.
"Bagaimana kalau Nenek ikut pindah juga?"
"Tidak," tolak Ima cepat, "Nenek lebih nyaman di sini. Masa Nenek tinggalkan tempat yang banyak kenangan ini, sudah jangan pikirkan Nenek terus." Seharusnya Rania memikirkan masa depannya itu di sana.
Rania hanya merasa sedikit khawatir serumah lagi dengan Candra, apalagi villa itu kan menyimpan kenangan buruk. Sepertinya trauma nya belum sembuh, terbukti Ia yang masih cemas. Sikapnya ini tentu wajar bagi seorang korban pemerkosaan. Walaupun sekarang Candra suaminya, tapi Rania belum bisa percaya sepenuhnya.
"Sudah malam, kalian pasti capek sekali. Tidur sekarang ya," perintah si Nenek setelah melihat jam di dinding.
"Iya Nek," angguk Rania dan Candra bersamaan.
Rania berjalan lebih dulu menuju kamarnya, diikuti Candra di belakangnya. Saat pria itu menutup pintu kamar, membuat Rania tersentak dan mulai dilanda cemas. Pria itu tidak akan melakukan hal aneh-aneh kan kepadanya?
Pluk!
"Kyaaa!" Rania menjerit merasakan tepukan di bahunya. Repleks Ia menjauh sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Candra terkejut mendengar itu, "Rania, kamu kenapa?"
Rania mencoba mengatur nafasnya, "A-aku sedang hamil, aku takut," ucapnya pelan.
Sebelah alis Candra terangkat, tapi akhirnya Ia pun paham dengan maksudnya. Rania pasti menduga jika tadi Candra akan meminta jatah malam pertama, perempuan itu salah paham. Tetapi Candra cukup sedih, karena Rania masih ketakutan walaupun hanya Ia sentuh sedikit saja.
"Saya tidak akan minta itu, tapi saya cuma mau tanya aja kamu punya kasur lantai gak?" tanya Candra langsung menjelaskan.
"Kasur lantai untuk apa?" Rania jadi seperti orang bodoh saat mengatakan itu, maklum saja Ia masih panik.
"Untuk saya tidur, kamu pasti tidak akan nyaman dan akan selalu terjaga kalau kita tidur satu ranjang. Sebenarnya saya bisa tidur di sofa ruang tamu, tapi Nenek kamu pasti curiga," jelas Candra sambil berusaha tersenyum, walau dadanya agak nyesek.
"Begitu ya," batin Rania, "Kasur lantai ada kok."
"Saya pinjam ya untuk malam ini."
"Iya."