Tak semua perjodohan membawa kebahagiaan, hal ini terjadi pada Melisa Prameswari dan Dion Mahessa.
Keduanya menikah atas kesepakatan antara keluarga. Namun, setelah bertahun-tahun membina rumah tangga, tak ada kebahagiaan sama sekali.
Hingga satu hari, Dion dan Melisa pindah ke rumah baru dan saat itulah Melisa seolah menjadi sosok berbeda setelah bertemu dengan seorang pemuda bernama Arvino Sanjaya.
Puncaknya, saat Dion dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan perselingkuhan istri dan tetangga nya itu.
Bagaimanakah nasib pernikahan Dion dan Melisa? Apakah akan berakhir atau sebaliknya, ataukah Melisa malah memilih Arvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 - SANG PEBINOR
Keesokan harinya, Melisa tidak keluar rumah. Bahkan tidak membeli sayur pagi ini, tentu saja hal ini mengundang banyak tanya dari ibu-ibu yang biasa nya belanja bersama wanita itu. Semalam, mereka juga mendengar ada nya perdebatan di rumah itu, bukan hanya Arvin yang mendengar.
Karena suara teriakan Dion juga gedoran di pintu sangat keras, jadi rumah-rumah terdekat bisa mendengar suara lantang pria itu saat memanggil istrinya.
"Neng Meli, kemana ya? Tumben gak beli sayur."
"Mungkin masih ada stok yang kemarin kali, makanya gak beli sayur." Jawab ibu-ibu yang lain nya. Sedangkan Arvin, hanya mendengarkan obrolan ibu-ibu itu dari teras rumah nya. Dia baru saja pulang lari pagi, biasanya dia pulang berolahraga akan melihat pemandangan indah, yakni melihat Melisa sedang bergabung dengan ibu-ibu lain di dekat rumah nya.
Tapi pagi ini, wanita itu tidak terlihat sama sekali.
'Kemana mbak Meli ya? Apa dia sakit karena perbuatan pria itu semalam?' Batin Arvin, sembari membuka sepatu nya.
"Nak Arvin, gak beli sayur?" Tanya salah satu ibu-ibu yang sudah akrab dengan Arvin.
"Beli, tapi mandi dulu Bu." Jawab Arvin, ibu-ibu itu pun mengangguk dan kembali memilih sayuran.
"Arvin lama ya? Padahal kita mau nanya, kira nya dia denger gak sih keributan semalam?"
"Kalau dia jawab enggak, berarti bohong sih. Soalnya rumah nya deket banget, jadi gak mungkin kalau gak denger." Celetuk yang lain nya.
Tak lama kemudian, Arvin keluar dengan kolor selutut dan kaos berwarna merah, terlihat sangat kontras dengan kulit Arvin yang putih.
"Pagi Bu ibu." Sapa nya ramah.
"Bukan nya tadi udah ya nyapa ya?"
"Ya kan gak ada salahnya nyapa lagi, Bu." Jawab Arvin sambil cengengesan.
"Iya juga sih, pagi juga Nak Arvin."
"Ehh, omong-omong semalem kamu denger kegaduhan di rumah Melisa gak, Vin?" Tanya salah satu ibu-ibu yang paling rempong, namun dia memiliki sifat yang baik, hanya saja terlalu kepo.
"Denger sih, tapi aku gak kepo. Mungkin mereka lagi main basket." Jawab Arvin acuh, seolah tak peduli. Karena dia sudah menduga, ibu-ibu rempong ini akan menanyakan tentang kejadian semalam.
"Gak mungkin lagi main basket, kalo pun main basket suara nya Dion gak bakal sekeras itu."
"Ya mana saya tahu, gak ada niatan nyari tahu juga. Kalau memang mereka begaduh sekalipun, itu kan urusan mereka. Mereka sudah sama-sama dewasa, pasti mereka punya jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah." Jawab Arvin bijak. Padahal hatinya juga merasa tak terima saat mendengar tangisan wanita yang menjadi idaman nya semalam.
"Iya juga sih, semoga mereka punya jalan keluar yang terbaik."
"Pagi Bu ibu." Sapa seseorang, yang membuat semua orang berbalik.
"Neng Melisa.."
"Iya Bu, kenapa menatap saya seperti itu?" Tanya Melisa sambil tersenyum kecil, senyuman yang nampak sambil menahan sakit, mungkin karena ujung bibir nya yang terluka karena tamparan Dion semalam.
"Ti-tidak, kamu baik-baik saja Mel?"
"Iya Bu, saya baik-baik saja." Jawab Melisa. Wanita itu berusaha menegarkan hatinya sendiri, padahal dia sangat lemah. Ingin hati, dia menangis saat ada yang menanyakan keadaan nya. Tapi, dia terlalu malu untuk melakukan hal itu.
"Syukurlah kalau begitu, Neng." Jawab mereka. Melisa pun mengangguk, lalu mulai memilih sayuran yang akan dia beli. Hari ini dia membeli paha ayam, rencana nya akan di masak kecap untuk nanti makan malam. Karena sarapan dan makan siang, masih ada ayam yang kemarin dia beli.
"Pipi kamu lebam, Neng." Lirih salah satu ibu-ibu yang melihat pipi Melisa sedikit membiru.
"Iya, kemarin kejedot pintu." Jawab Melisa beralasan. Padahal, ini semua adalah perbuatan suami nya sendiri.
"Masa kejedot pintu sampe segini nya sih? Coba liat." Ibu-ibu itu membuka rambut yang sedari tadi Melisa gunakan untuk menutupi lebam di wajahnya.
"Astaga, ini mah bekas tamparan." Cetus ibu-ibu itu dengan heboh, Arvin langsung membalik wajah Melisa dan melihat lebam di wajah Melisa. Benar, itu bukan bekas kejedot pintu, tapi bekas tamparan bahkan cap lima jari masih terpampang nyata disana.
"Apa ini, mbak? Siapa yang melakukan nya, bang Dion?" Tanya Arvin pura-pura, padahal dia melihat sendiri saat pria itu melayangkan tamparan keras ke wajah Melisa tadi malam. Namun, dia berbohong agar tidak memancing kecurigaan ibu-ibu yang ada disana.
"Tidak, bukan. Ini bukan apa-apa, saya duluan." Ucap Melisa, setelah mendapatkan kembalian, dia pun langsung pulang dengan terburu-buru. Sedangkan di rumah, Dion melihat semua respon ibu-ibu tadi lewat jendela. Dia merasa marah saat melihat Arvin begitu perhatian pada istrinya.
"Bagus ya, beli sayur sekalian pacaran!" Tuduh Dion sambil berjalan mendekat ke arah Melisa yang sudah terlihat ketakutan.
"Apa sih, Mas? Aku gak pacaran kok."
"Terus, tadi sama Arvin ngapain kalau bukan pacaran hah?" Bentak Dion, pria itu sudah siap dengan pakaian kerja nya.
"Enggak Mas, aku gak pacaran."
"Ckkk, pembohong. Kau benar-benar wanita tidak tau diri, tidak tau di untung." Hardik pria itu sambil menunjuk-nunjuk Melisa dengan telunjuk nya.
"Cukup Mas, kalau kamu gak bisa memperlakukan aku dengan baik, setidaknya jangan menuduh apa yang tidak aku lakukan, itu fitnah."
"Gak usah mencari pembenaran, sekarang aku tau alasan orang tua mu menjodohkan kita berdua, karena kau wanita nakal. Aku yakin, kalau kau tidak menikah dengan ku, mungkin sekarang kau sudah menjadi jalaang di luaran sana."
"Cukup Mas, sudah cukup kau menghina aku."
"Jangan munafik dengan selalu menumpahkan air mata buaya mu itu, wanita sialan." Ucap Dion, dengan kasar dia mendorong Melisa hingga sayuran yang ada di dalam kresek berhamburan karena ulah pria itu.
Tanpa bicara apapun, Dion pergi dengan sepeda motor nya, melajukan kuda besi itu dengan kecepatan tinggi. Bahkan hingga membuat ibu-ibu yang masih berkerumun membeli sayur keheranan dengan tingkah tetangga baru mereka.
"Dia kenapa sih? Bawa motor kayak mau balapan aja."
"Dari wajah nya, kelihatan nya dia lagi marah ya."
"Hmmm, kalau bener bekas lebam di pipi Neng Meli itu karena tamparan, semoga aja sekarang dia gak melampiaskan kemarahan nya dengan menyakiti neng Meli ya, kasian dia."
"Iya, wajah nya kelihatan kalem, terus baik. Ehh taunya suka nyakitin istrinya sendiri, miris ya." Celoteh yang lain nya lagi.
"Begitulah, makanya jangan lihat orang dari penampilan nya aja. Penampilan nya kayak preman, kalo hati nya baik ya kenapa enggak?"
"Iya juga sih, semoga aja Neng Meli baik-baik saja."
Mendengar hal itu, Arvin terasa marah. Dia pun segera masuk ke rumah setelah membayar sayuran yang dia beli lalu menyimpan nya ke kulkas, lalu tanpa ragu pria itu memanjat pagar dan pergi ke belakang, dia mengetuk pintu belakang rumah Melisa dengan perlahan.
"Se-bentar.."
Tak lama berselang, Melisa membukakan pintu. Mata nya membeliak saat melihat siapa yang berdiri di depan nya, Arvin datang dengan wajah khawatir nya.
"Ar-vin, ngapain disini?" Tanya Melisa.
"Untuk memastikan kamu baik-baik saja, mbak." Jawab Arvin lirih. Mendengar hal itu, sebisa mungkin Melisa menahan rasa sesak di dada nya. Ternyata, masih ada orang yang perhatian padanya.
"Masuklah, Vin."
Arvin pun masuk tanpa keraguan, dia mengikuti Melisa dari belakang.
"Mau minum apa?"
"Tidak perlu repot-repot, aku hanya ingin mendengar jawaban mu dengan jujur."
"Pertanyaan semacam apa?" Tanya Melisa.
"Apa bekas lebam di pipi mu karena tamparan Dion?"
"Kenapa kau sangat ingin tahu, Vin?"
"Karena aku gak rela lihat kamu di perlakukan seperti itu, mbak." Jawab Arvin lirih, mata nya menatap Melisa dengan intens.
Ucapan Arvin akhirnya mampu meruntuhkan pertahanan Melisa, kedua mata nya berkaca-kaca lalu sedetik kemudian air mata nya meluncur bebas membasahi wajah cantik Melisa.
Arvin langsung memeluk wanita itu, dia tak tega melihat air mata wanita yang dia idamkan itu terjatuh. Awalnya, Melisa meronta saat Arvin memeluknya, tapi kelamaan dia pasrah dan menerima pelukan hangat pemuda itu.
"Menangis lah kalau itu bisa membuat hati kamu lebih tenang, aku disini. Aku sudah bilang, kamu harus cerita padaku."
"Ar-vin.." lirih Melisa, membuat Arvin melerai pelukan nya. Dia membingkai wajah cantik Melisa, lalu mengusap air mata nya dengan tangan nya.
"Capek kan? Bersandarlah, bahu ku akan selalu ada disaat kamu membutuhkan. Kapanpun itu."
......
🌻🌻🌻🌻🌻