Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 - Operasi Kedua
"Kita harus membawanya ke ruang operasi sekarang," usul Vino.
"Benar! Ada atau tidak dokternya, kita harus berusaha semampu kita!" sahut Gilang.
Rendra dan Elena menurut saja. Bersama-sama mereka bawa pasien itu ke ruang operasi yang sedang kosong.
"Satu-satunya ruang operasi yang tidak dipakai ada di ujung!" ujar perawat yang membantu. Namanya Dina. Ia merupakan perawat berpengalaman yang telah lama bertugas di UGD.
Rendra mendengus kasar. Dia hanya berusaha mengerahkan tenaganya agar bisa membawa pasien dengan cepat ke ruang operasi.
Setibanya di ruang operasi, segalanya langsung dipersiapkan. Namun tiba-tiba tanda vital pasien terus menurun. Menandakan bahwa Rendra dan kawan-kawan tak punya waktu lagi untuk menunggu.
"Kita tidak bisa diam saja begini! Ayo, Ren! Kau yang paling berbakat di sini. Cepat operasi pasien!" ujar Vino seraya menatap Rendra dengan intens.
"Enggak! Operasi aorta adalah operasi yang paling sulit dilakukan. Aku tidak punya pengalaman dan tak memiliki hak melakukannya!" sahut Rendra.
Jujur saja, suasana kala itu sangat tegang. Keringat Rendra dan seluruh tenaga medis yang membantu terus merembes keluar. Jantung mereka berdegup kencang. Terlebih suara detak jantung di alat EKG terdengar mulai melambat.
"Tapi sekarang, tidak ada dokter bedah yang bisa menolong pasien ini!" seru Elena. Sejak tadi dialah yang paling ketakutan. Tangannya bahkan sampai gemetaran.
"Ren! Kau mungkin tidak berhak melakukan operasi. Tapi pasien ini berhak hidup!" Sesuai dengan rencana jahatnya, Vino ingin memastikan Rendra melakukan operasi. Sebab jika itu dilakukan, maka jelas Rendra melanggar aturan sebagai dokter koas.
Vino memegangi pundak Rendra. Dia yakin Rendra pasti akan melakukan operasi. Terlebih Gilang dan Elena sepertinya memiliki pemikiran yang sama.
"Vino benar, Ren. Kau adalah yang paling berbakat di antara kami," kata Gilang. Sedangkan Elena tampak menganggukkan kepala.
Rendra tahu dirinya tak punya waktu untuk berpikir. Sebenarnya dia juga telah belajar banyak tentang ilmu bedah. Dari bedah termudah sampai yang sulit. Jadi bisa dibilang Rendra cukup percaya diri melakukannya. Alhasil Rendra setuju untuk melakukan operasi.
"Panggil dokter anastesi!" suruh Vino pada perawat.
Tak lama, dokter anastesi datang. Dia kaget saat melihat dokter yang akan melakukan operasi adalah dokter koas.
"Mana dokter spesialis? Berani sekali kalian melakukan ini!" timpal Dokter Alan, spesialis anastesi.
"Semua dokter bedah sedang sibuk, Dok! Keadaan pasien sangat darurat. Jika kita diam saja, maka nyawanya akan melayang!" jelas Rendra.
Seketika Dokter Alan terdiam. Dia memperhatikan keadaan pasien. Setelah melihat, dirinya memang tak bisa membantah kalau pasien sedang dalam keadaan darurat. Di akhir, Dokter Alan memilih untuk membiarkan Rendra melakukan operasi.
"Pasien mengalami gejala apa?" tanya Dokter Alan sembari menyuntikkan obat untuk proses anastesinya.
"Diseksi aorta!" jawab Rendra. Diseksi aorta sendiri merupakan kondisi dimana dinding pembuluh darah aorta mengalami robekan. Aorta sendiri merupakan pembuluh darah terbesar yang ada di tubuh manusia. Jadi fungsinya tentu sangat penting demi kehidupan seseorang. Rusak sedikit saja akan berdampak pada jantung dan organ lainnya.
"Apa?!" Dokter Alan kaget. Dia langsung menatap Rendra. "Kau yakin bisa melakukannya?" tanyanya memastikan.
"Aku akan mencobanya. Kebetulan aku mempelajari banyak hal tentang ilmu bedah. Bahkan saat melakukan praktek dengan cadaver," jelas Rendra. Cadaver yang disebut Rendra adalah mayat yang sengaja diawetkan untuk kebutuhan belajar mahasiswa kedokteran.
Dokter Alan mengangguk. Dia tak punya pilihan selain membiarkan Rendra. Sepertinya membiarkan Rendra mengoperasi adalah satu-satunya pilihan untuk menyelamatkan pasien.
Operasi lantas dimulai. Perlahan Rendra sayat bagian dada pasien dengan pisau bedah. Dia mulai melakukan proses operasi.
Di samping Rendra, Vino menatap dengan serius. Dia mulai merasa tidak percaya diri dengan rencana jahatnya saat melihat Dokter Alan memperbolehkan Rendra melakukan operasi.
Di waktu yang sama, beberapa lelaki berbadan kekar dan bertato berdatangan ke rumah sakit. Mereka mencari bos mereka yang sedang cedera berat. Siapa yang menyangka, ternyata pasien yang sedang di operasi Rendra sekarang adalah bos mafia.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya