Pengantin Pengganti Sahabatku

Persiapan pernikahan Shaka dan Ziva bisa dikatakan hampir seratus persen. Segala kebutuhan yang diperlukan sudah selesai. Mulai dari gedung, souvernir pernikahan, katering, dekorasi pelaminan, gaun pengantin serta kebutuhan lainnya telah disiapkan oleh Rini dibantu sang sahabat--Arumi. Kedua wanita paruh baya itu sudah menyibukan diri sejak satu bulan yang lalu kala mengetahui Ziva menerima lamaran dari pengacara muda bernama Shaka Abimana.

Setelah menunggu satu bulan lamanya, akhirnya acara akad nikah sekaligus resepsi pernikahan Shaka dan Ziva pun digelar di sebuah ballroom hotel mewah di kota Jakarta. Sejak pukul lima pagi, Rini dibantu Arumi sibuk memantau persiapan terakhir sebelum akhirnya ikrar suci pernikahan diucapkan oleh calon mempelai lelaki.

"Kamu pastikan sound system di sana bisa menyala saat anak saya mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan semua orang. Jangan sampai bermasalah! Saya tidak mau ada kesalahan sedikit pun saat acara berlangsung. Mengerti?" ujar Rini memperingatkan kepada para pekerja wedding organizer.

Penanggung jawab WO yang bernama Helena menganggukan kepala sambil tersenyum lebar, sangat memaklumi kenapa Rini begitu cerewet hari ini sebab sebagai pemangku hajat tentu saja dia tidak mau ada satu kesalahan sekecil pun yang bisa merusak nama baik keluarga.

"Dokter Rini tenang saja, saya sudah bisa pastikan semua persiapan telah selesai dikerjakan. Tidak akan ada terjadi kesalahan saat acara dimulai," jawab Helena.

"Kamu dengar sendiri, 'kan, apa yang dikatakan Helena. Sebaiknya kamu serahkan saja semua urusan ini kepada dia dan tim. Kamu ... tinggal berdo'a saja, memohon kepada Tuhan semoga acara hari ini berjalan lancar tanpa ada halangan sedikit pun." Arumi mencoba menenangkan Rini yang terlihat sedikit gugup. Telapak tangan sang sahabat berkeringat dan terasa dingin.

Jemari lentik merengkuh jemari tangan sahabat sejati dengan begitu erat, seakan memberikan energi kepada wanita di sebelahnya. "Ayo, kita ke ruangan make up sekarang. Calon besanmu pasti sudah menunggu di sana. Untuk urusan di sini, biarkan Helena dan timnya yang mengurus."

Suara merdu Arumi layaknya sebuah mantra ajaib, membuat Rini menuruti perintah sang sahabat.

"Helena, saya percayakan semua kepadamu. Tolong atur dengan sebaik mungkin," ucap Arumi sebelum meninggalkan ballroom. Wanita itu tersenyum hangat kepada semua orang.

Sementara itu, di sebuah kamar hotel yang cukup luas tampak seorang gadis bermata sipit sedang berdiri menatap pantulan diri di cermin dengan perasaan tak menentu. Ada rasa sedih, kecewa tetapi juga bahagia dalam waktu bersamaan. Meskipun hati gadis itu hancur berkeping-keping karena tepat pukul sembilan nanti cinta pertamanya akan mengikrarkan janji suci di hadapan penghulu, saksi dan juga beberapa kerabat terdekat namun dia turut berbahagia atas pernikahan Shaka dan Ziva.

"Sudah saatnya kamu melepaskan rasa cintamu kepada Shaka, Ra. Tidak baik bila terus memendam perasaan itu sedangkan lelaki yang kamu cintai telah menjadi milik wanita lain. Akan sangat berdosa bila kamu terus memikirkan suami orang. Apa kata ayah, bunda serta orang lain kalau mereka sampai tahu bahwa kamu mencintai suami orang.

"Seharusnya kamu belajar dari pengalaman rumah tangga Bunda dulu sebelum menikah dengan Ayah. Rumah tangga Bunda hancur akibat kehadiran orang ketiga. Bila dirimu terus memelihara rasa cinta untuk Shaka, bukankah itu sama saja kamu memberikan celah kepada setan untuk menjerumuskanmu ke dalam sebuah dosa besar."

"Kamu sudah kembali ke Indonesia, tidak menutup kemungkinan kalian akan terus bertemu karena kedua orang tuamu bersahabat dengan Shaka. Akibat sering bertemu, rasa cinta dalam diri semakin lama semakin besar dan timbul rasa ingin memiliki terhadap apa yang telah menjadi milik orang lain. Bila kamu tergoda oleh bujuk rayu setan kemudian mencoba merebut Shaka dari Ziva, bukankah kamu sama saja seperti mantan sahabat Bunda? Apa kata orang tuamu bila mereka tahu anak yang dibesarkan dengan penuh cinta menjadi seorang pelakor? Mereka pasti kecewa berat atas sikapmu, Ra."

"Memangnya kamu mau membuat Bundamu hidup tak tenang karena terus mendapat gunjingan dari orang lain akibat melahirkan anak yang kini merupakan seorang pelakor? Kamu tega melihat pria paruh baya yang kini mulai menua dicibir oleh para karwayan rumah sakit akibat mempunyai anak sepertimu? Tentu jawabannya tidak, 'kan? Oleh karena itu, hentikan sekarang juga sebelum semuanya terlambat!" kata Zahira berbicara kepada dirinya sendiri sambil terus memandangi pantulan diri dari depan cermin.

Dokter cantik menghela napas berat, seakan dia sedang menyingkirkan beban hidup yang dipikul olehnya selama ini. Mata terpejam sambil membayangkan kilasan kejadian di masa lalu.

Bayangan remaja laki-laki yang berdiri tegap, gagah berani di hadapan sekelompok anak berusia lima belas tahun dengan sorot mata tajam bagaikan seekor elang kembali beekelebat. Bagaimana hebatnya remaja itu kala menghajar empat orang seniornya yang duduk di bangku kelas tiga SMP. Remaja itu dibantu Ghani dan Zavier menghajar keempat senior mereka hingga babak belur akibat kedapatan merampas buku PR bahasa Inggris hingga membuat seorang gadis kecil menangis sesegukan.

Tanpa sadar bibir Zahira menyunggingkan senyum tipis. Bagaimana dia bisa tergila-gila pada seseorang di saat mereka masih remaja. Bahkan mereka baru saja lulus dari sekolah dasar. Cinta monyet yang bertahan hingga belasan tahun. Memang terdengar konyol, tetapi dia merasakan itu semua.

"Yeah, memang sudah saatnya aku mengubur semua kenangan indah saat masih bersama Shaka. Sebentar lagi dia menjadi milik orang lain dan aku tidak sepantasnya menyimpan rasa untuk lelaki itu. Meskipun berat, tetapi aku yakin bisa melalui ini semua." Mencoba tersenyum meski hati bagai ditusuk oleh sebilah pisau tajam, menancap hingga menembus tulang sumsung.

Zahira sadar semua telah terlambat dan dia tak mempunyai kesempatan untuk bisa memiliki Shaka seutuhnya. Bila memang mereka tidak berjodoh tapi setidaknya dia dan Shaka bisa berteman baik walau ada batasan yang harus dijaga sebab salah satu di antara mereka sudah mempunyai pasangan.

"Kak Zahira, ayo turun. Sudah waktunya kita di-make up. Bunda dan Aunty Rini pasti sudah menunggu." Suara Shakeela nyaring terdengar hingga membuat Zahira menoleh ke belakang.

Zahira mengangguk dan tersenyum dipaksakan. Tanpa berkata, gadis itu berjalan dengan langkah gontai menuju daun pintu. Jemari tangan terulur ke depan, kemudian memutar handle pintu. Ketukan sepatu heels terdengar bersamaan dengan irama jantung gadis itu yang mulai tak beraturan.

Selamat tinggal kenangan masa lalu. Terima kasih karena selama belasan tahun ini selalu hadir menemani kesendirianku selama menuntut ilmu di negeri Sakura. Selamat tinggal juga Shaka, semoga kamu hidup bahagia bersama Ziva, batin Zahira bersamaan dengan daun pintu yang tertutup rapat.

.

.

.

Halo semua, yuk sambil nunggu karya ini update kalian bisa kepoin karya temen otor yang lain.