Pengantin Pengganti Sahabatku
Enam Tahun Lalu ....
Pagi itu, Zahira datang agak siangan ke sekolah, sebab kegiatan belajar mengajar yang ditekuninya selama tiga tahun telah usai. Tiga tahun lamanya ia menimba ilmu di SMA Merah Putih dan hari ini statusnya sebagai murid SMA akan ditentukan oleh selembar kertas yang menyebutkan lulus atau tidaknya si cantik jelita bermata sipit dari sekolah tersebut.
Sang bunda mengendari kendaraan roda empat miliknya dengan kecepatan sedang di jalanan ibu kota. Zahira yang duduk di sebelah Arumi menatap keluar jendela. Sejak meninggalkan rumah peninggalan Mei Ling, si cantik jelita hanya diam saja, Arumi pun tak ingin mengganggunya dan lebih memilih fokus menyetir.
Namun, kala mendengar embusan napas kasar berasal dari putri tercinta, Arumi menoleh dan menatap lekat wajah putri pertamanya dengan sang suami. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang? Bunda perhatikan sejak tadi melamun terus. Jika ada hal yang ingin dibicarakan, bicarakan sama Bunda. Jangan dipendam sendiri," tuturnya.
Zahira melirik sekilas ke arah Arumi, lalu kembali menatap keluar jendela. "Aku sedang kesal memikirkan masa depanku, Bun. Semua teman-teman sudah menentukan universitas mana yang ingin dijadikan tempat melanjutkan studi, sedangkan aku sampai detik ini belum menemukan universitas dan jurusan apa yang ingin kuambil. Padahal, hari ini adalah pengumuman kelulusan."
Arumi terkekeh pelan melihat wajah kesal Zahira yang tampak menggemaskan dengan bibir mengerucut ke depan dan kedua tangan terlipat di depan dada. Lantas, ia mengulurkan tangan sebelah kiri mengusap puncak kepala anak tercinta. "Mencari universitas dan jurusan yang benar-benar kita inginkan memang tidaklah mudah, Nak. Akan tetapi, tidak juga sulit asalkan kamu sudah tahu passion-mu di mana segala sesuatu pasti akan terasa lebih mudah."
"Selagi masih ada waktu, pikirkan baik-baik universitas mana yang ingin kamu jadikan tempat menimba ilmu selama empat tahun ke depan. Namun, bila kamu tetap bingung tidak ada salahnya mempertimbangkan masukan Ayah dan Bunda. Lagipula, dengan kemampuan yang dimiliki, Bunda yakin kamu pasti bisa mengikuti jejak kami berdua menjadi dokter dan menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Walaupun bukan spesialis bedah, tetapi setidaknya salah satu dari anak Bunda ada yang terjun di dunia medis," sambung Arumi. Nada bicara wanita itu selalu terdengar lembut meski dalam keadaan marah sekalipun tetap enak didengar oleh telinga. Itulah kenapa, Triplet serta si bungsu Shakeela Zanitha setiap kali kena sembur Rayyan pasti mengadu kepada sang bunda.
Bibir ranum Zahira semakin maju ke depan dengan wajah yang semakin ditekuk. "Bukan salah satu, Bun, tetapi dua. Bunda lupa ya, kalau Kakak Pertama pun berniat mengambil jurusan kedokteran di Jepang, tempat Ayah kuliah dulu," protesnya dengan wajah masam.
"Iya, maksud Bunda, begitu. Dua di antara empat anak Bunda mengikuti jejak kami dan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan Ayah dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai direktur rumah sakit. Usia kami semakin lama semakin senja. Sebelum Tuhan memanggil, ingin rasanya melihatmu atau Kakak Pertama mengambil alih tanggung jawab tersebut."
Zahira berdecak kesal, setiap kali Arumi membahas soal usia manusia gadis cantik jelita itu menjadi lebih emosional. Sepasang mata sipit berkaca-kaca disertai dada yang mulai terasa sesak. Ketakutan akan kehilangan orang tua menjadi momok menakutkan bagi anak ketiga Rayyan atau mungkin bagi seluruh insan di muka bumi ini.
***
Zahira bisa bernapas lega, akhirnya ia bisa lulus dan mendapatkan nilai ujian yang cukup memuaskan. Tiga orang juara dalam ujian nasional disabet oleh Ghani, Zahira dan Shaka. Sementara Zavier berada di nomor urut empat.
Kenapa Zavier ada di urutan keempat sedangkan Zahira di urutan kedua? Alasannya cuma satu, karena kakak kedua Zahira tidak terlalu fokus mengerjakan soal ujian. Patah hati akibat diputus cinta adalah faktor utama kegagalannya ketika mengisi soal.
Anak kedua dari pasangan duo dokter bedah terbaik di Persada International Hospital terkenal sering gonta ganti pacar. Akibat kegemarannya itulah membuat Zavier kena batu. Dia diputuskan cinta oleh seorang gadis yang sangat dicintainya.
"Ra, selamat ya. Akhirnya kamu masuk tiga besar peraih nilai ujian terbaik. Aku bangga sekali kepadamu," ucap teman dekat Zahira, bernama Olivia. Kedua gadis itu saling berpelukan erat karena merasa bahagia bisa lulus dan mendapat nilai bagus.
Zahira mengurai pelukan, lalu mengusut bulir air mata bahagia yang membasahi pipi. "Terima kasih, Liv."
Keduanya memutuskan duduk sebentar di bangku taman sekolah sambil melihat euforia murid kelas tiga SMA. Rona kebahagiaan terlukis jelas di wajah mereka. Harapan serta impian menjadi orang sukses dan membanggakan orang tua selangkah lebih dekat.
"Setelah ini, kamu berencana melanjutkan kuliah di mana Liv?"
Olivia meletakkan tas ransel miliknya di samping kursi, lalu menyamankan duduk sebelum menjawab pertanyaan Zahira. "Rencananya sih mau mendaftar di kampus AB, mengambil jurusan rekam medis. Kamu tahu sendiri, kedua orang tuaku ingin sekali aku bekerja di bidang medis."
"Lalu, bagaimana denganmu, apakah sudah menentukan kampus mana yang ingin kamu pilih?" sambung Olivia sambil memandangi kecantikan teman kelasnya. Wajah oriental dengan hidung mancung dan bibir ranum serta kulit putih membuat siapa saja yang melihat pasti terpesona.
Zahira menggelengkan kepala lemah. "Entahlah, aku bingung, Liv. Sampai detik ini, aku sediri tidak tahu hendak melanjutkan kuliah di mana. Semuanya masih abu-abu."
Olivia menyenggol bahu Zahira sambil berkata, "Tapi, kalau urusan Shaka, tidak abu-abu 'kan?" godanya sambil menaik turunkan kedua alis.
Sontak wajah Zahira memerah bagai buah tomat segar yang siap dipetik. Tersenyum simpul kala mendengar nama sang sahabat disebut. Rona kemerahan merambat dari wajah dan ke telinga.
"Iih ... kamu apa-apaan sih, Liv. Kok bicara seperti itu," ucap Zahira malu-malu.
Berteman sejak SMP kelas tiga, berlanjut hingga sekarang, Olivia tahu betul bagaimana perasaan Zahira terhadap Shaka. Ada rasa yang sulit diungkapkan, namun hanya mampu dirasakan oleh Zahira.
Merangkul pundak hingga posisi keduanya saling berdekatan. "Ra, sebentar lagi kamu berpisah dengan Shaka karena kudengar dia mau melanjutkan studi ke Australia. Nah, selagi masih ada waktu, cobalah berbicara dengannya dan katakan isi hatimu kepadanya. Enam tahun memendam rasa cinta kepada seseorang yang tak lain adalah sahabat sendiri, rasanya sulit loh. Memangnya kamu tidak mau Shaka tahu apa isi hatimu kepadanya?"
Zahira meremas ujung rok berwarna abu-abu di bawah lutut dengan gugup. Membenarkan semua perkataan Olivia dalam hati. Sejak dulu hingga sekarang rasa cinta gadis itu kepada Shaka semakin bersemi, tumbuh subur sepanjang hari. Namun, apakah cintanya akan terbalaskan bila anak dari sahabat sang bunda mengetahui bahwa ada rasa lain yang tersimpan di dalam dadanya selama mereka bersahabat? Ia takut menghadapi kemungkinan terbuka seandainya Shaka tahu bahwa dia mencintai pemuda tersebut.
"Kamu pasti takut 'kan hubungan persahabatan kalian putus setelah Shaka mengetahui perasaanmu kepadanya?" tebak Olivia setelah Zahira tak memberikan respon sama sekali.
Dengan lemah, Zahira menganggukan kepala sebagai jawaban. "Benar, Liv. Selain itu, aku binging harus bersikap bagaimana jika ternyata Shaka menolakku. Haruskan aku bersikap seolah-olah di antara kami tak terjadi apa-apa?"
Olivia mendesis dan memutar bola mata. Zahira memang pandai dalam segala hal, tetapi untuk urusan hati nol besar. Sejak dulu, ia memang dilarang pacaran oleh ayah dan bundanya. Belum lagi sifat over protective dari ayah serta kedua kakak laki-lakinya membuat gadis itu sedikit terbelakang dalam soal pacaran.
"Itu urusan belakangan, Ra. Yang penting, kamu sudah mengatakan sejujurnya kepada Shaka. Ditolak ataupun diterima, dipikirkan nanti," imbuh Olivia.
Percakapan mereka terhenti ketika terdengar suara riuh tepuk tangan di tengah lapangan basket. Terlihat beberapa orang berkerumun sambil bersorak ramai sambil mengelu-elukan nama Shaka--bintang basket sekolah.
Olivia dan Zahira saling beradu pandang, mengerjap mata berkali-kali. Lalu, keduanya bangkit dari kursi dan berhambur ke arah lapangan.
"Ziva, maukah kamu menerima cintaku dan menjadikanku sebagai kekasihmu?"
Kalimat itu langsung mengganggu indera pendengaran Zahira tatkala kaki jenjangnya baru saja mencapai rerumputan pinggiran lapangan basket.
Tiba-tiba, Zahira merasakan lemas di seluruh tubuhnya. Tas ransel yang digenggam gadis itu terjatuh begitu saja. Pemandangan di depan sana sungguh membuat dadanya terasa sesak. Dari jarak tiga meter, dapat melihat jelas bagaimana sang pemuda yang dicintainya memberikan setangkai mawar merah lengkap dengan boneka teddy bear warna coklat kepada sang primadona sekolah.
Sesak kembali menjalar kala sang gadis mengucapkan kata 'iya' di hadapan semua orang. Hati Zahira hancur berkeping-keping menyaksikan penyatuan kedua insan manusia di depan sana. Menatap nanar sambil merasakan kekecewaan di dalam diri.
"Ra!" seru Olivia saat ia menoleh ke samping, tetapi temannya sudah melangkah meninggalkan kerumunan orang. "Zahira, tunggu!"
Akan tetapi, Zahira sama sekali tak menoleh ke belakang sedikit pun. Ia terus melangkah dengan berderai air mata, membawa perasaan hancur karena lelaki yang dicintai telah melabuhkan hati kepada wanita lain.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
good
2024-01-28
0
s
bingung
2023-12-29
0
s
mengendarai*
2023-12-29
0