Dewi Sri, seorang gadis 23 tahun yang memimpikan kerja di kantoran. Gadis dengan penampilan biasa saja dengan logat Jawa yang medok. Dijodohkan dengan seorang pria yang lebih dewasa darinya. Yang seharusnya berjodoh dengan kakak tertuanya.
Lucky Albronze terpaksa menerima perjodohan dari orang tuanya karena balas budi berhutang nyawa. Padahal dia sudah punya kekasih hati yang di impikan menjadi pendampingnya kelak.
Dan mereka berdua menjadi punya kesepakatan dalam pernikahan, yang hanya untuk membuat orang tua masing-masing merasa bahagia.
ikuti kisah selanjutnya yuk!
🥰🙏 dukung author ya. makasih ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku pegang janji mu
Sarapan pagi yang seharusnya terasa nikmat, jadi membuat Sri tak berselera lagi. Pasalnya ayah dan ibu mertuanya menjelaskan besok sudah harus memboyong Sri ke ibu kota tempat tinggal mereka.
Itu artinya Sri harus berpisah dari ibu dan saudaranya yang lain. Memulai hidup baru sendirian. Mengikuti suami kemanapun dia membawanya.
"Jadi, Sri harus mengemas barang-barang malam ini bune?" tanya Sri pada Melani, ibu mertuanya.
"Iya, sayang. Suami mu sudah libur satu Minggu. Jadi harus masuk kantor dua hari lagi" ujar Melani menjelaskan.
Sri melirik Lucky yang dengan tenang menyantap sarapan paginya. Entah apa yang di harapkan dari pria kaku ini. Sekarang malah harus pindah ke ibukota untuk hidup dengannya dan bertatap muka setiap hari.
"Kenapa nduk?" tanya Warti sambil memperhatikan wajah Sri yang tampak muram.
"Ndak apa-apa bune"
Sri tersenyum menatap ibunya. Tidak ingin ibunya bersedih jika harus tahu apa sebenarnya yang di pikirkan Sri.
"Sri, jangan takut. Kan ada mami yang akan menemani mu di sana kalau Lucky sedang di kantor" ujar Frans.
"Iya pakne. Sri Ndak apa-apa kok"
Hanya itu yang bisa di katakan Sri. Walau sebenarnya sangat banyak yang ingin ia utarakan. Tapi pertanyaan itu hanya menggantung di tenggorokan saja.
❤️
❤️
Acara sarapan sudah kelar. Ibunya dan ibu mertuanya duduk di depan teras rumah. sedangkan bapak mertuanya pergi ke kamar untuk mengurus beberapa pekerjaan. Dan Lucky, kelihatannya pria itu sudah akan pergi bersama Beni, asistennya.
Sebelum Lucky kabur, Sri cepat mengambil langkah seribu untuk mencegahnya. Setelah berpamitan pada kedua ibunya, Sri langsung berjalan sedikit berlari mengimbangi langkah lebar si tuan kaki panjang itu.
Sri terpakasa harus ikut di samping Lucky yang sedang berjalan ke arah mobil. Menggandeng lengannya dengan sedikit menarik erat agar Lucky mau digandeng tanpa harus memberontak di depan ibu mereka.
"Kita harus bicara Mase" bisik Sri.
Lucky terlihat sangat sebal melihat tingkah Sri. Tapi terpaksa menahan karena ibunya memperhatikan dari teras.
"Mau apa lagi kamu?" tanyanya dingin.
Sri tidak menjawab. Langsung melepas gandengan tangannya dari Lucky. Melangkah tergesa masuk ke mobil. Duduk diam di sana menanti Lucky naik ke mobil.
Lucky berhenti di depan pintu mobil. Menghela napas jengkel melihat Sri sudah deluan masuk dan duduk menantinya menyusul. Sangat terpaksa Lucky ikut naik ke mobil. Duduk bersebelahan dengan Sri.
Tapi mobil belum juga bergerak maju. Beni masih menunggu perintah lucky. Sementara pria itu masih diam dan hanya menatap lurus kedepan.
"Tunggu apa lagi Mase? ayo jalan" ujar Sri heran kenapa Beni masih belum menjalankan mobil.
"Begini cara mu keluar rumah? tanpa permisi?" Lucky melirik ke arah teras.
Sri mengerti kenapa Lucky belum memerintahkan beni menjalankan mobil. Ternyata karena Sri belum pamitan pada ibunya.
Bukannya turun, Sri malah bergerak ke pintu di sebelah Lucky. Menubruk paha Lucky. Membuat pria kaku itu terlonjak kaget, menahan siku tangan Sri di area antara pahanya.
dadanya bergemuruh menahan marah. Sangat jengkel pada gadis yang selalu bersikap sembrono ini. Lucky melirik Beni di belakang kemudi. Tapi mata Beni memperhatikan mereka dari kaca spion depan.
Lucky melengos melihat Beni tersenyum geli melihat kelakuan istri bosnya itu. Belum ada seorang gadis yang bersikap sembrono begitu di depan Lucky. Mereka semua selalu bersikap sangat hati-hati dan anggun. Seperti takut akan dinilai Lucky, mereka bersikap kurang ajar.
Tapi Sri? gadis itu seakan tak menghiraukan siapa Lucky, apa jabatannya di kantor, dan bagaimana sikap Lucky jika sedang marah. Di mata Sri, lucky tak lebih hanya pria kaku yang kurang senyum.
Sri tak menghiraukan wajah Lucky yang sudah berubah merah padam. Sri tetap di posisinya menindih kedua paha Lucky dengan badannya, dan sikut yang bertumpu di paha Lucky. walaupun telapak tangan lucky menjadi tameng agar siku tangan Sri tidak menghujam ke pahanya. Bobot tubuh Sri
menekan pahanya, dan pastilah akan terasa sangat geli dan sakit sekaligus.
Sri menjulurkan kepalanya keluar jendela mobil sambil berseru.
"Buneee.. Sri ikut Mase Yoo.. sebentar bunee"
Kedua ibu itu hanya tersenyum mengangguk dan melanjutkan obrolan mereka. Sri kembali membenarkan posisi tubuhnya. Duduk kembali sambil menatap Lucky yang juga sedang menatapnya jengkel.
Lucky membuang pandangannya ke depan. Menatap Beni melalui kaca spion. Dan Beni mengerti apa maksud tuannya. Menjalankan mobil meninggalkan rumah keluarga Sri.
🌺
🌺
🌺
"Apa tidak bisa Mase saja yang pulang? Sri di sini saja sama bune" ujar Sri begitu mereka duduk di coffee shop sebuah hotel.
"Maksud kamu?" tanya Lucky dengan pandangan tajam.
"Sebenere, Sri ora gelem (tidak mau) berangkat sesok (besok) Mase" jawab Sri lirih.
Lucky mengerutkan keningnya. Menatap Sri dengan jengah. Gadis ini selalu saja berbicara dengan bahasa yang Lucky tidak mengerti artinya.
"Biasa tidak, kamu itu bicara dengan baik dan benar? aku tidak mengerti bahasa mu"
Sri mendongak menatap Lucky. Merasa malas menjelaskan dan mengulang kalimatnya untuk yang kedua kali. Tapi itu salahnya juga sih. Lucky memang tidak mengerti bahasa yang ia ucapkan.
"Sri Ndak mau ikut besok" ujar Sri ketus.
"Kenapa?"
"Kita menikah kan cuma sekedar menikah. Setelah itu selesai. Sri Ndak mau kalau harus pindah ke kota ikut Mase. Ntar yang ada Sri di siksa Mase"
"Apa? siksa?!" Lucky melotot. Tak percaya Sri bisa punya pikiran itu.
"Biasane kan gitu. Mase itu menikahi Sri cuma karena orang tua. Trus kalau sudah serumah, pasti Mase kejam ke aku. Mase siksa, Mase hantam, uuhh.. Mase tampar, Mase... "
"stop!! stop!"
Lucky menghentikan ocehan Sri yang sudah melantur entah kemana. Bagaimana bisa Sri berpikir dia akan melakukan kekejaman itu? seharusnya otak gadis ini harus di cuci dulu.
"Kamu S1?" tanya Lucky dingin. Sri hanya mengangguk. "Coba ininya di pake dulu" Lucky menunjuk keningnya sendiri.
Sri tersinggung. Bukannya Sri tidak punya otak untuk berpikir. Menurutnya wajar saja dia punya pikiran itu. Lucky menikahinya hanya karena kesepakatan di antara keduanya. Tidak menutup kemungkinan Lucky akan memperlakukannya dengan kasar mungkin, atau akan membuangnya di jalan.
"Mase kira aku gak punya otak?!" naik darah Sri mendengar apa yang di katakan Lucky.
Kembali aura pertengkaran sudah tergambar jelas di antara mereka. Lucky memijit keningnya seakan kepalanya sakit dan terasa mau pecah. Baru kali ini dia menghadapi seorang gadis yang susah di atur. Dan baru kali ini dia menghadapi masalah yang menurutnya sangat sulit di cari solusinya.
"Dengar" Lucky menegakkan tubuhnya. "Jangan menghancurkan kesepakatan kita. Kalau kamu tidak ikut aku pulang, lalu apa yang akan di katakan orang tua kita?"
Sri diam saja. Dia juga tahu itu. Tidak bisa tetap tinggal dengan ibunya. Menikah itu ya harus ikut dengan suaminya. Tapi Sri merasa itu pasti akan sulit.
"Sri takut Mase" sahut Sri lirih. Matanya berkaca-kaca. Baru kali ini Sri menunjukkan lemah di depan Lucky. Biasanya gadis ini pasti selalu menatangnya.
Lucky menatap Sri kasihan. Gadis polos yang sebenarnya cantik. Terlihat wajah polos tanpa makeup. Hanya lipstick tipis di bibirnya. Selebihnya biasa saja.
Sebenarnya penampilan mereka terbilang sangat jauh berbeda. Lucky yang notabene seorang CEO perusahan, pastilah terlihat sangat mentereng dengan penampilan yang selalu terlihat ekslusif. Rapi dan sangat perfeksionis.
sementara Sri, gadis lugu yang tinggal di kampung. Dandanan yang ala kadarnya, tak pernah tersentuh makeup tebal, dan style standart orang kampung. Sangat terlihat sederhana. Tapi bagi Lucky, dia tidak mempermasalahkan itu. Selagi Sri menjadi istrinya hanya di balik layar.
Wajah Sri menunjukkan kalau dia benar-benar merasa takut dan khawatir. Lucky mengerti itu.
"Aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh pada mu. Aku memegang janji ku"
Sri mendongak menatap Lucky dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya. Hatinya kali ini tak bisa memungkiri kalau dia benar-benar takut. Sri tidak mengenal keluarga Lucky dengan baik. Baru kenal satu Minggu langsung menikah. Itu membuat Sri menyimpan kekhawatiran yang berlebihan.
"Mase janji ya?"
Lucky mengangguk menyetujui.
"Sri pegang janji Mase"
Sri menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Hal itu membuat Lucky sedikit menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.
Lucky melihat seorang gadis muda yang sangat lugu. Ketakutan akan di bawa suaminya ke rumah baru yang akan memenjarakannya seumur hidup. Seperti melihat seorang adik yang sedang mengadu pada kakak lelakinya. tersengguk karena perasaan hati yang tidak karuan.
"Mami dan papi sangat menyukai mu. Mereka pasti akan sangat memanjakan mu. Jadi jangan takut" ujar Lucky. "Tapi kau harus ingat. Kita hanya bersandiwara. Urusan mu dengan mami, aku tidak akan pernah mencampuri. Tapi, jangan pernah mencampuri urusan ku. Itu saja. selebihnya kau bebas"
Kata-kata Lucky seperti air dingin yang menyiram ubun-ubun Sri. Rasa nyaman mengalir ke dalam hatinya. Lucky sudah memberinya pegangan. Dia bebas jika tidak menyangkut urusan Lucky. intinya, jangan campuri urusan pria kaku ini. selesai.
"Sri"
Mereka berdua serempak menoleh kearah datangnya suara. Nunik datang mendekat ke meja mereka. Berdiri di samping Sri dan mengangguk pada Lucky. pria itu hanya menaikkan sedikit bibirnya menatap Nunik.
"Mase, aku mau pergi dengan Nunik. Tapi, bune taunya kan aku pergi dengan Mase. jadi... nanti kalau Mase mau pulang, bareng aku Yo?"
Lucky diam saja. Menatap Sri lekat-lekat. Seakan berpikir dan berbicara dalam hati. Sebenarnya gadis polos ini nakal juga. Banyak strategi yang ada di otaknya.
"Mase?"
Lucky mengangguk kecil. Membiarkan Sri pergi sambil menarik tangan Nunik menjauh. Keluar dari coffee shop meninggalkan Lucky yang masih menatap mereka sampai menghilang di depan hotel.
"Sri, kita mau kemana?" tanya Nunik heran kenapa Sri malah meninggalkan suaminya.
"Jalan-jalan" jawab Sri singkat.
"Trus suami mu piye?"
"Ora uruuuss!!"