Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ono Mayit
"Mayat?" pekik Andre dengan mata melotot. Perempuan asing tidak menyahut, malah menunduk. Rambut panjangnya menutupi bagian wajah dalam kegelapan. Namun telunjuknya tetap mengarah pada pintu bercat hitam.
"Cik!" umpat Andre sembari mengusap tengkuknya yang meremang.
Andre menarik napas dalam-dalam. Tidak ada pilihan lain baginya. Dia harus memeriksa ada apa sebenarnya di balik pintu hitam tersebut. Perlahan Andre melangkah mendekati pintu, dengan senter di tangan kanannya digenggam erat hingga terasa basah oleh keringat. Udara dingin kian terasa karena saat ini Andre hanya mengenakan selembar kaos tipis.
Andre sempat menoleh untuk memastikan perempuan asing tadi masih ada di belakangnya. Ternyata perempuan itu tetap duduk bersimpuh dengan telunjuk yang terus mengarah pada daun pintu. Andre menelan ludah, didera rasa penasaran sekaligus takut pada waktu yang bersamaan.
Dengan tangan sedikit gemetar, Andre mendorong pintu hitam di hadapannya. Bunyi engsel pintu yang berkarat terdengar nyaring memecah kesunyian. Di balik pintu terdapat sebuah ruangan sempit. Andre memperkirakannya mungkin hanya berukuran sekitar 2x3 meter.
Aroma anyir menyeruak di udara. Bau khas yang langsung Andre kenali sebagai bau darah. Lampu senter menerpa dinding. Bercak warna merah maroon terciprat di seluruh penjuru ruangan. Apalagi di bagian sudut, tampak cairan yang masih segar mengalir bagaikan air terjun darah.
"Astaga! Darah apa ini?" pekik Andre tertahan. Sekilas dia dapat melihat liontin akiknya bercahaya.
Lampu senter kembali Andre arahkan ke bagian lain dalam ruangan. Saat cahaya menerpa lantai, tampak sosok laki-laki terbujur kaku dengan kulitnya yang pucat. Meski sebagian hatinya meminta untuk segera pergi, tetapi rasa tanggungjawab Andre pada instansi tempatnya bekerja membuatnya malah bergerak mendekat.
Andre berjongkok menatap mayat yang tergeletak di lantai. Ekspresi mayat itu menunjukkan rasa takut, dengan mulut terbuka lebar. Laki-laki berwajah bersih mungkin berusia tidak terlalu jauh dengan Andre.
"Padahal darah terciprat di seluruh ruangan, tapi mayat ini tampak tidak terluka sedikitpun," gumam Andre merasa heran. Kemudian dia menyadari suara tangis perempuan asing tak lagi terdengar.
Khawatir perempuan asing itu melarikan diri, Andre segera mengarahkan lampu senter ke pintu keluar. Betapa terkejutnya Andre, ternyata perempuan itu sudah berdiri di ambang pintu, melihat mayat di hadapan Andre dengan tatapan kosong.
"Kamu mengenalnya?" tanya Andre setelah menelan ludah. Perempuan asing menggeleng perlahan.
"Jadi, kamu yang tadi menelpon kantor kepolisian? Sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan di tempat seperti ini?" desak Andre, berharap perempuan asing itu mau membuka mulut. Sayangnya tidak ada jawaban. Perempuan asing tetap berdiri mematung di ambang pintu. Tubuhnya yang mulus kini terbalut baju seragam Andre yang sedikit menerawang.
Suasana kembali sunyi. Hingga Andre dapat mendengar bunyi langkah kaki yang berlari mendekat. Andre berdiri dan melompat ke depan perempuan asing. Menyembunyikan tubuh beraroma wangi bunga itu di belakang punggungnya.
"Tetap diam di belakangku," perintah Andre. Dia curiga ada orang lain yang bersembunyi di villa terbengkalai itu. Bisa saja seorang penjahat yang telah menyembunyikan mayat.
Bunyi langkah kaki semakin mendekat. Perempuan asing tiba-tiba mencengkeram pinggang Andre kuat-kuat. Perempuan itu menyandarkan tubuhnya pada punggung Andre. Untuk sesaat Andre membeku. Dadanya bergetar. Ada perasaan aneh yang sulit dia gambarkan saat ini.
Lampu senter Andre tetap mengarah ke pintu. Kemudian muncul sosok laki-laki berbadan tambun mengernyitkan dahi menatap Andre.
"Pak Dhe?" pekik Andre saat mengetahui yang di hadapannya adalah Tabah.
"Woi Ndre. Sentermu pas ke muka nih. Blolok en mataku!" protes Tabah. Andre menurunkan sorot lampu senternya. Tabah sendiri mengarahkan senter ke belakang Andre. Dia menyadari ada perempuan yang menempel pada Andre dan sosok laki-laki yang tergeletak di lantai.
"Siapa mereka? Dan tempat apa ini? Kenapa beraroma anyir begini!" tanya Tabah.
Andre kemudian menjelaskan pertemuannya dengan perempuan asing yang saat ini mencengkeram pinggangnya. Juga mayat yang tergeletak di lantai. Tabah mengambil sarung tangan karet di sakunya. Lalu berjongkok memeriksa mayat.
"Sudah kaku," ucap Tabah. Dia memeriksa denyut nadi, kemudian beralih merogoh saku celana mayat. Tabah mengambil dompet, dan melihat identitas mayat.
"Namanya di KTP Hendra. Kita bisa menelusuri alamatnya nanti. Perempuan yang menempel padamu itu harus ikut ke kantor. Bagaimanapun dia satu-satunya saksi," lanjut Tabah memberi perintah. Andre mengangguk setuju.
"Sebenarnya aku tadi mengejar seseorang hingga sampai disini. Sangat mungkin orang itu ada hubungannya dengan mayat ini. Tapi dengan kondisi gelap gulita rasanya akan sangat sulit untuk bergerak. Sebaiknya kita kembali ke kantor dan melapor pada atasan dan menambah jumlah personil untuk menyisir villa." Tabah mengusap keringat di dahinya.
Tidak berselang lama Wariman datang. Tabah mengajaknya untuk mengangkut mayat, sembari memberi penjelasan singkat agar Wariman tidak bingung atas apa yang telah terjadi. Tabah juga mengambil sampel cairan merah yang terciprat pada dinding. Petugas tambun itu cukup teliti dalam bekerja.
"Tidak ada pilihan lain. Kita harus kembali ke kantor sekarang," ucap Wariman saat sampai di teras villa. Matanya nyalang menatap langit yang gelap sempurna. Andre menyadari jika Wariman terlihat takut saat melirik perempuan asing yang saat ini terus menempel padanya.
"Bagaimana dengan sosok yang tadi kamu kejar Pak Dhe? Mungkin saja dia masih ada di dalam villa," seru Andre. Tabah tampak berpikir hingga dahinya berkerut.
"Lupakan saja. Mungkin itu hanya halusinasi dalam kegelapan. Lagipula kita perlu memastikan identitas mayat, juga meminta keterangan dari saksi," sergah Wariman melirik perempuan yang menempel pada Andre.
"Entahlah, aku juga bingung. Perasaanku juga tidak enak. Setidaknya sampel cairan merah di dinding ruangan itu sudah kuambil, jadi kita bisa memberikannya pada bagian forensik secepatnya. Mungkin esok hari kita bisa menyisir tempat ini dengan lebih teliti lagi bersama personil yang lebih banyak," tukas Tabah. Baik Andre, juga Wariman diam tidak menyahut. Tentu mereka setuju, karena untuk saat ini usulan Tabah dirasa paling masuk akal untuk dilakukan.
Tabah dan Wariman kembali mengangkat mayat yang wajahnya ditutupi dengan jaket. Sedangkan Andre berjalan di belakang sambil tetap digandeng oleh perempuan asing yang masih bungkam.
"Kuharap saat sampai di kantor yang sudah terjamin keamanannya, kamu bersedia untuk menceritakan apa yang terjadi di villa ini," gumam Andre, menoleh pada perempuan asing.
Andre benar-benar merasa heran, aroma tubuh perempuan asing itu benar-benar harum. Dia belum pernah bertemu perempuan seharum itu. Mungkin yang lebih cantik banyak, tetapi aroma wangi yang menusuk terasa aneh. Bagian dada perempuan itu terus menempel pada lengan Andre, membuat pikiran polisi muda sedikit terganggu.
Sintal dan padat, batin Andre bergejolak. Andre mencoba sedikit menggerakkan lengannya, berharap perempuan asing tidak terus menerus menempel padanya. Namun percuma, lengan kekar Andre malah dipeluk semakin erat.