Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Keesokan paginya, pukul 05.00 pagi.
Bu Nining terbangun dari tidur nyenyaknya setelah mendengar suara tangisan bayi yang terdengar begitu dekat. Ia terperanjat dan segera bangkit dari posisinya. Bu Nining duduk di tepian tempat tidur kemudian mulai menajamkan pendengarannya.
"Sepertinya ada suara tangisan bayi. Bayinya siapa, ya?" gumam Bu Nining.
Karena rasa penasaran yang amat sangat, Bu Nining pun segera keluar dari kamarnya kemudian mencari asal suara tangisan bayi tersebut. Semakin Bu Nining mendekat ke arah kamar Arini dan Dodi, suara tangisan bayi tersebut semakin terdengar dengan jelas.
"Loh kok, ternyata suara tangisan itu berasal dari dalam kamar Dodi!" pekik Bu Nining dengan wajah heran. "Kira-kira bayinya siapa, ya? Atau ini hanya perasaanku saja," gumamnya.
Setelah berada tepat di depan pintu kamar Dodi dan Arini, Bu Nining pun yakin bahwa suara tangisan bayi tersebut memang terdengar dari dalam ruangan itu. Ia mengetuk pintu kamar milik Dodi sembari memanggil nama anak lelakinya itu.
"Dodi, Dodi! Apa kamu di dalam?"
Ternyata saat itu Dodi dan Arini tengah menenangkan bayi mungil yang baru mereka temukan tadi malam. Bayi itu rewel karena merasa kehausan setelah beberapa jam tertidur dengan nyenyaknya di samping Arini.
"Itu Ibu, Mas? Bagaimana jika dia marah dan tidak setuju jika kita merawat bayi ini?" tanya Arini dengan wajah cemas menatap Dodi.
Dodi pun sebenarnya ragu Bu Nining bersedia menyetujui ia dan Arini merawat bayi mungil tersebut. Lelaki itu masih terdiam sambil memperhatikan pintu kamarnya yang sedang diketuk oleh Bu Nining. Setelah beberapa detik kemudian, Dodi pun segera menghampiri pintu tersebut kemudian membukanya.
"Ya, Bu. Ada apa?" Dodi berdiri di antara daun pintu dan dinding kamarnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman hangat kepada Bu Nining.
"Ibu mendengar suara tangisan bayi yang berasal dari kamarmu. Apakah itu benar, atau cuma perasaan Ibu saja?" tanya Bu Nining sambil mengintip ke dalam kamar Dodi. Namun, sayang tubuh Dodi membuatnya tidak bisa melihat ke dalam ruangan itu dengan jelas.
"Ehm, sebenarnya ...." Dodi menghembuskan napas berat. Ia bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada Bu Nining bahwa saat ini memang ada seorang bayi di dalam kamarnya.
"Ada apa, Dodi? Jangan bilang bahwa di kamarmu memang benar ada bayi?!" pekik Bu Nining dengan alis yang saling bertautan.
Karena rasa penasarannya sudah memuncak, Bu Nining mendorong tubuh Dodi dan menerobos masuk ke dalam kamar anak serta menantunya tersebut.
Ia terperanjat setelah melihat Arini yang sedang duduk di tepian tempat tidurnya sambil memberikan sufor untuk seorang bayi mungil. Bu Nining sangat bingung.
Dalam hatinya terus bertanya-tanya, bayi siapa gerangan yang sedang digendong oleh menantu mandulnya itu. Tidak mungkin bayi itu miliknya Arini karena setahu Bu Nining selama ini Arini tidak sedang hamil.
"Ba-bayi siapa itu, Dodi?!" pekik Bu Nining sembari menoleh kepada Dodi yang masih berdiri di belakangnya.
"Kemarilah, Bu. Duduk dulu, biar Dodi jelaskan semuanya," sahut Dodi sembari menghampiri Bu Nining kemudian mengajaknya duduk di sebuah kursi yang ada di dalam kamar tersebut.
Bu Nining pun menurut saja dan duduk di kursi tersebut sambil menahan rasa penasarannya. "Sekarang katakan pada Ibu, bayi siapa itu!"
"Baiklah, Bu." Dodi meraih kursi lainnya kemudian meletakkannya tak jauh dari tempat Bu Nining duduk.
"Tadi malam aku dan Arini menemukan bayi ini di teras rumah kita, Bu. Entah siapa yang sudah meletakkannya di teras kita, kami pun tidak tahu. Kami membawanya masuk dan kami pun berniat merawat serta mengadopsi bayi malang ini," tutur Bu Nining.
"Tidak bisa, Dodi!" pekik Bu Nining sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bagaimana jika bayi ini adalah bayi seorang wanita malam? Dari asal usulnya saja sudah tidak jelas, bagaimana bisa kamu ingin mengadopsinya? Kamu ingat kata pepatah, Dodi? Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Kamu mengerti maksud Ibu, 'kan?" sambung Bu Nining dengan wajah tampak kesal.
"Bu, jangan berkata seperti itu. Apa Ibu tidak kasihan melihatnya?" Dodi menunjuk ke arah bayi yang sedang menyedot sufornya dengan lahap di pelukan Arini.
Sedangkan Arini tidak berani berkata apapun dan membiarkan Dodi yang membujuk wanita paruh baya tersebut.
"Ah, sekali tidak, tetap tidak!" tegas Bu Nining.
***
penasaran nih kita /Grin//Grin/