NovelToon NovelToon
Petani Hebat Dengan Sistem

Petani Hebat Dengan Sistem

Status: tamat
Genre:Romantis / Fantasi / Tamat / System / Militer
Popularitas:5.6M
Nilai: 4.8
Nama Author: Dyoka

Seno adalah seorang anak petani yang berkuliah di Kota. Ketika sudah di semester akhir, ia menerima kabar buruk. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan bus.

Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarganya, Seno lebih memilih menghentikan pendidikannya untuk mencari nafkah. Ia masih memiliki dua orang adik yang bersekolah dan membutuhkan biaya banyak.

Karena dirinya tidak memiliki ijasah, Seno tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Mengandalkan ijasah SMA-nya pun tidak jauh berbeda. Maka dari itu, Seno lebih memilih mengelola lahan yang ditinggalkan mendiang kedua orang tuanya.

Ketika Seno mulai menggarap ladang mereka, sebuah kejutan menantinya.

----

“Apa ini satu buah wortel dihargai tujuh puluh ribu.” Ucap seorang warganet.

“Mahal sekali, melon saja harga lima puluh ribu per gramnya. Ini bukan niat jualan namanya tapi merampok.” Ucap warganet yang lainnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PH 10 Kenyang Sampai Sekarang

“Aku pulang.” Ucap Seno ketika memasuki rumahnya.

“Oh Mas Seno sudah pulang.” Ucap Anita.

Perempuan itu tertegun ketika melihat wajah Kakaknya yang sekarang lebab di beberapa bagian. Plester berwarna cokelat pun juga terlihat menghiasi beberapa bagian wajah laki-laki itu. Sekarang Anita bisa melihat kakaknya itu memaksakan memberinya senyuman dengan sudut bibirnya yang robek.

“Mas Seno kenapa? Kenapa wajah Mas Seno seperti itu? Siapa yang memukuli Mas hingga seperti ini?”

Anita tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran ketika mengatakan hal itu. Suaranya pun sedikit bergetar. Ia langsung melempar begitu saja sapu yang ia pegang. Ia kemudian menghapiri kakaknya itu.

Dengan begitu hati-hati, Anita menangkup wajah Seno dengan kedua tangannya. Ia kemudian mengamati lebih dekat luka yang ada di wajah Kakaknya itu.

“Aku nggak papa Nit, tenang aja nggak usah khawatir.” Ucap Seno.

“Nggak papa gimana? Lihat saja wajah Mas Seno jadi nggak berbentuk kayak gini. Gimana aku nggak khawatir coba.” Ucap Anita dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

“Siapa yang sudah pukulin Mas Seno hingga kayak gini?”

“Biar Mas jelaskan semuanya. Sekarang mana Renata? Ada yang harus kita diskusikan bersama.”

“Baiklah kalo gitu Mas Seno duduk aja dulu. Aku akan panggil Rena dulu.”

Meski Seno bisa berjalan sendiri tetap saja Anita menuntunnya hingga Kakaknya itu duduk di kursi. Setelahnya Anita berlari pergi ke kamar Renata. Tidak lama berselang Anita kembali dengan Renata mengekor di belakangnya.

“Siapa yang mukulin Kakak hingga kayak gini?” Tanya Renata khawatir.

“Hah.” Seno menarik nafas panjang. Laki-laki itu memulai ceritanya dengan Joko yang menawar sayur di kebun mereka dnegan harga rendah. Lalu, ia beralihke kebun mereka yang rusak, dan terakhir pemukulan yang dialaminya.

“Kita laporkan Pak Joko ke polisi saja kalau begitu Mas.” Ucap Anita setelah Seno menyelesaikan ceritanya.

“Kita nggak punya bukti mengenai keterlibatan Pak Joko dalam semua kejadian itu. Memang aku curiga Pak Joko juga memiliki keterlibatan dalam pengeroyokanku oleh para preman pasar itu. Tetapi, aku tidak punya bukti mengenai hal itu.”

“Aku sudah melaporkan kasus pengeroyokanku ke polisi. Aku hanya berharap polisi menemukan bukti keterlibatan Pak Joko dalam kasus itu. Kita tidak bisa menuduh di begitu saja.” Jelas Seno.

“Aku nggak nyangka ada orang sejahat Pak Joko. Seenaknya saja merusak kebun orang ketika kita tidak menjual sayur kepadanya. Lalu sekarang bagaimana dengan kebun kita Mas?” Tanya Renata.

“Ini juga yang ingin aku diskusikan dengan kalian. Aku belum berani menanami kebun kita yang di sana. Aku takut Pak Joko akan kembali merusak lagi sayuran yang ada di sana. Dia saja tidak behenti setelah merusak kebun kita, dan malah memukuliku.”

“Jadi kedepannya cukup beresiko untuk kita mengelola kebun itu. Kita sudah dimasukkan ke dalam daftar musuh dari Pak Joko. Jadi, apa saran kalian untuk hal ini? Apakah kita tetap menanami kebun tersebut atau kalian memiliki solusi lain?” Tanya Seno.

Ketiga bersaudara tersebut pun terdiam. Mereka kini mulai memikirkan solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini.

“Apa kita jual saja kebun itu? Nanti uangnya bisa Mas Seno pakai sebagai modal usaha.” Saran Renata.

“Aku tidak setuju jika itu di jual. Kita tidak dalam keadaan terdesak dan sangat membutuhkan uang.”

“Benar kata Mas Seno. Kita tidak bisa menjualnya. Tetapi kita masih bisa menyewakannya kepada orang lain. Aku yakin ada yang mau menyewa kebun kita itu. Meskipun pendapatan perbulan kita akan berkurang, itu lebih baik daripada menjualnya atau membiarkannya menjadi gersang.” Imbuh Anita.

“Aku setuju dengan hal itu, bagaimana denganmu Rena?”

“Aku tidak masalah dengan pilihan itu. Tetapi, jika kita menyewakannya, bagaimana dengan Mas Seno? Dia tidak bisa lagi mengelola kebun itu. Lalu akan kerja apa Mas Seno setelah ini?”

“Kamu tenang saja Rena. Aku masih kita masih punya kebun belakang bukan? Aku bisa mengelola kebun itu.”

“Tetapi kebun di belakang rumah itu tidak terlalu luas. Jika Mas Seno hanya mengelola kebun itu saja tanpa ada pemasukan lainnya, maka pendapatan Mas Seno akan kurang bukan?”

“Memang yang kamu katakan itu ada benarnya. Pendapatanku akan berkurang banyak jika hanya mengandalkan kebun belakang. Tetapi itu dulu, sekarangs tidak lagi.” Jawab Seno.

“Maksud Mas Seno apa?” Tanya Anita.

“Seseorang tiba-tiba saja mengirimiku paket berisi bibit sayuran varietas baru. Masa tanam dari sayuran itu lebih cepat. Tidak hanya itu, manfaatnya juga menakjubkan. Menurutku itu bukan lagi disebut sebagai sayuran tetapi tanaman obat.”

“Satu wortelnya bisa terjual dengan harga lebih dari lima puluh ribu. Jadi, sekali panen pendapatanku tetap akan banyak. Bahkan ada kemungkinan lebih banyak daripada pendapatan yang aku peroleh dari kebun yang di sana.” Jelas Seno.

“Memangnya wortel apa yang dijual dengan harga segitu? Aku rasa jika kita membandrol dengan harga segitu, tidak akan ada yang mau membelinya. Orang bodoh mana yang mau membeli satu buah wortel yang setara dengan satu hari uang makan orang pada umumnya.” Ucap Anita.

“Aku sudah bertemu dengan orang bodoh itu. Dia adalah Miranda. Harga yang dia berikan padaku bahkan lebih tinggi lagi. Tujuh puluh ribu per buahnya.”

“Eh Miranda mau membelinya dengan harga segitu? Jangan-jangan dia beli dengan harga segitu karena pengen bantuin Mas Seno. Nggak mungkin ada wortel yang bisa terjual dengan harga seperti itu. Miranda nggak bisa Mas Seno jadi patokan bahwa wortel itu akan laku di harga segitu.” Jelas Anita.

Ucapan Anita ada benarnya. Meskipun Seno memiliki sayuran kualitas bagus, ia sulit menjualnya. Padahal, selisih harga di antara sayuran biasa milik Seno dengan sayuran pada umumnya, hanya dua hingga lima ribu rupiah saja.

Dengan selisih harga sebanyak itu saja Seno kesulitan menjualnya, apalagi sayuran khusus yang berasal dari sistem. Sudah jelas akan lebih sulit lagi. Jadi, meskipun bisnis ini memberikan Seno pendapayan besar, jika tidak ada satu pun yang membeli sayurnya, maka ia tidak akan pernah memiliki pendapatan.

“Hah.” Seno menghembuskan nafas panjang. “Kamu benar mengenai hal itu. Sangat sulit menjual sayuran dengan harga yang lebih tinggi dari pasaran. Meskipun sayur yang aku jual memiliki kualitas baik, tidak semua orang mau membayar lebih hanya untuk sebuah sayur dengan kulitas baik.”

“Ujung-ujungnya juga sama aja bukan?” Ucap Renata.

“Jika Mas Seno mengelola kebun itu, pasti Pak Joko akan menghalang-halangi agar selalu gagal. Pasti ujung-ujungnya kita harus menjual sayur itu ke Pak Joko dengan harga murah. Jika Mas Seno mengelola kebun belakang dan berhasil panen, pada akhirnya Mas Seno juga kesulitan menjual.”

“Semuanya sama saja bukan. Mas Seno akan sulit meneruskan bisnis almarhum orang tua kita. Jadi, kenapa kita tidak menjual kebun itu saja? Jika Mas Seno tidak segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap, maka cuti kuliah yang Mas Seno ambil akan sia-sia.” Jelas Renata.

“Hah.” Seno menghembuskan nafas panjang. “Aku tahu ini tidak akan semudah itu. Tetapi, aku masih ingin mencoba, aku belum menyerah. Beri aku waktu enam bulan ini. Aku akan berusaha mencari cara agar bisa menjual semua sayur-sayur itu.”

“Jika memang dalam waktu enam bulan ini aku tidak menghasilkan apapun, maka semester depan aku akan melanjutkan kuliahku. Mau kalian jual kebun itu atau disewakan saja itu nanti terserah kalian. Tetapi beri aku kesempatan untuk berusaha dulu.” Pinta Seno kepada kedua adiknya.

Seno tidak mau menyerah begitu saja. Ia masih belum memanfaatkan sistem yang ia terima dengan baik. Ini masih cukup awal untuk menyerah begitu saja. Rintangan yang ada saat ini belum cukup untuk menjadi alasan Seno menyerah.

“Baiklah aku tidak masalah dengan hal itu. Lagi pula sekarang sudah telat untuk masuk kuliah. Jadi Mas Seno manfaatkan saja waktu Mas untuk mengelola kebun belakang dengan baik.” Jawab Anita.

“Lalu kenapa Mas Seno memagari kebun kita itu? Apakah itu karena masalah Pak Joko?” Tanya Renata.

Renata cukup kaget ketika mengetahui bahwa kebun belakang rumah mereka sekarang tengah ada pengerjaan pagar yang cukup tinggi. Sebelumnya Renata ingin menanyakannya kepada Seno ketika Kakaknya datang.

Tetapi karena keadaan Seno ketika datang dan pembicaraan yang mereka lakukan setelahnya, Renata lupa menanyakannya. Sekarang setelah mereka menemukan kesimpulan dari pembicaraan mereka, Renata menayanyakan hal ini kepada Seno.

“Ya itu ada hubungannya dengan Pak Joko. Selain itu, aku membangun pagar itu untuk melindungi varietas baru sayuran yang aku punya. Ke depannya, jika sayuranku laku mahal pasti akan ada orang yang iri denganku.”

“Aku membangun tembok yang mengelilingi kebun untuk bersiap siap jika nanti ada orang yang berniat jahat padaku. Aku membangun pagar tembok itu dari uang yang aku pinjam dari Ferdi. Jadi, aku tidak memakai uang kalian.” Jelas Seno.

Setelah sampai di kamarnya, Seno baru sadar bahwa sejak siang tadi dirinya belum mengisi perutnya. Tetapi Seno tidak mengalami rasa lapar. Bahkan sampai sekarang.

"Sial. Kentang itu sungguh mengerikkan. Hanya empat potongan dadu aku jadi kenyang seharian seperti ini. Itu bahkan tidak ada seperempat dari kentang tadi."

"Jika begini, aku tidak akan lagi memakan kentang tersebut. Aku tidak akan bisa menikmati makanan lainnya jika aku memakannya."

Seno kemudian teringat akan sup yang ia tinggalkan tadi. Apakah sup itu dimakan salah satu adiknya, atau tetap dibiarkan di dapur.

1
Sampah Satu
semangaaat
Anonymous
Cerita konyolnya ini…mana ada dizaman hukum sudah berjalan orang bisa berbuat seenaknya….dasar author kotor otaknya….
Anonymous
Author begho taiklah….bikin cerita kok kek gini dasar
Sampah Satu: bagus kok ceritanya. ada bagian realistisnya
total 1 replies
acid
lagi dan lagi.. kalimat yang paling kubenci...
Go Anang
Luar biasa
Khasna
sayangnya cuma Seno yang bisa mengalahkan inti dimensi itu.....🤭🤭
Pi Man
alah rj banyak bacot
Pi Man
alah bacot kau yuce
Pi Man
author peak atau gimana sih , ya kali kekuatan segitu gitu aja , padahal udh beberapa kali dapat poin kekuatan
Pi Man
jual lah brokoli ke militer
Pi Man
kalah sama kangkung wkwkwk
Khasna
siap² aja jadi tawanan 🤣🤣
Khasna
🤣🤣🤣 kecebong yang meresahkan...
Khasna
perjuangan Seno untuk calon keluarga SenDiRa (Seno Dina miRanda) 💪💪🥰🥰
S.NK.W❇️
bukannya kebun sama lebahnya level 7??....
Travel Diaryska
udah bagus2 cewe nya 1 dina aja, malah ditambahin mira hadehh
Elok Fauziah
Aduh ceroboh seno
Elok Fauziah
sebesar kalkun mungkin atau bahkan sebesar burung unta
Jai Nuri
Luar biasa
Elok Fauziah
buncis thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!