NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 04.

Seseorang terlihat duduk di sebuah kursi roda. Wanita dengan rambut pendek lurus yang ditata agak ikal dan memakai setelan rok plisket sederhana dipadu atasan semi kemeja dengan gulungan kecil di kedua lengannya. Jemari salah satu tangannya memainkan tombol yang terletak diujung pegangan tangan kursi itu, untuk digunakannya bergerak.

"Son...," sapa wanita itu kepada Danar masih di depan pintu ruangannya.

Danar membalas dengan senyum simpul sesaat dan helaan napas tipis sesaat nya sambil dia berjalan kearah wanita yang tidak lain adalah Ibu nya. Rania Aditama Perkasa, wanita yang sudah berusia 50 tahun itu memperlihatkan senyum lebar tidak lupa kedua tangan yang dibentangkannya juga. Namun yang terjadi, bukannya Danar mendekat dan memeluk Sang Ibu, lelaki muda itu malah menggapai gagang pintu ruangannya lalu dibuka pintu itu.

"Silahkan masuk, Ibu Presdir...," ucap Danar dengan nada datar dan senyum dipaksakan yang terlihat sangat singkat.

Ibu Rania menurunkan kedua tangannya perlahan, menahan emosi juga malu dengan senyum simpul tipis yang dibarengi helaan napas agak kasar. Dikemudian kursi rodanya untuk masuk tanpa melihat kearah Sang Anak.

"Sejak kapan tidak ada sopan santun di kantor ini?" tanya wanita kurus itu kini dengan nada yang sama datar juga dinginnya dengan Sang Anak.

Seolah tidak mendengar ucapan Sang Ibu, Danar berjalan santai menuju kursinya. Ditekan sedikit bagian tengah dasi yang dikenakannya sebelum dia duduk. Lalu masih dengan ekspresi acuhnya, dia melihat kearah layar monitor dan sesekali ke beberapa kertas diatas meja.

Ibu Rania merasa kesabarannya sedang diuji oleh anaknya sendiri, dikepalkan salah satu tangannya dengan kedua mata yang dipejamkan sesaat.

"Siapa yang nggak punya sopan santun, Ma? Tadi kan aku sudah senyum, trus bukain Mama pintu. So, please explain to me, bagian mananya yang nggak sopan?" ucap Danar secara tiba - tiba ketika dilihat ekspresi wajah Sang Ibu.

Helaan napas panjang kembali terdengar dari arah Ibu Rania, kini mata hitam kecoklatan nya telah terlihat lagi dengan memandang kearah Sang Anak. Dia maju kearah dekat meja Sang Anak, kedua jemari nya dikaitkan ke depan tubuhnya dengan senyum hangat yang kembali terkembang.

"Daripada Mama yang harus menjelaskan, lebih baik kamu yang menjelaskan about public transportation?" Ibu Rania balik menuntut penjelasan.

Senyum miring dan tawa kecil terdengar dari Danar, dia diam sesaat karena masih sibuk dengan komputer di depannya.

"Pengen aja Ma. Look, i'm so fine. Aku malah lagi mikir, buat ganti kebiasaan, dari naik mobil jadi naik kereta atau bis mungkin?" jelas Danar tanpa memandang Sang Ibu dan nada suara santainya.

Lagi, rasa panas yang tadi sempat dirasakan memenuhi sekujur tubuh Ibu Rania sesaat hilang, kini kembali muncul. Wanita agak tua itu berpindah tempat dari depan meja ke samping dekat dengan komputer. Satu tangannya lalu mengambil salah satu kabel komputer dan menariknya hingga layar dihadapan Sang Anak seketika menjadi hitam - legam. Tangan Danar membeku diatas papan ketik komputernya dengan wajah dingin - datar dan perlahan dipejamkan matanya sesaat dengan tarikan napas dalam yang terdengar jelas.

"Hah, finaly. You just look at me, my dear. So, can we talk in properly now?" ucap Ibu Rania yang sudah bersandar di dinding kursi rodanya dan memainkan sedikit kedua jemari tangannya ke hadapan Danar.

Sang Anak hanya mengangguk dan dengan sinyal tangan mempersilahkan Sang Ibu untuk bicara. Danar pun mendorong sedikit kursinya dengan satu kaki yang disilangkan, lelaki muda itu siap berbincang hangat dengan Sang Ibu.

"Dan, listen. Kalau Pak Yusuf nggak bisa antar, kita bisa hire driver baru. Mama nggak suka kamu mesti banget naik angkutan umum. Not anymore, Son..." ucap Ibu Rania dengan suara tegasnya dan mimik sedikit khawatirnya.

Danar kemudian memegang kedua pegangan tangan di kursi itu untuk bangun. Dia berjalan melewati Sang Ibu menuju ke salah satu meja yang berisi teko minuman lengkap dengan gelasnya. Dituang minuman itu dan diteguk setelahnya dia berucap,

"Aku bukan bocah ingusan lagi, Ma. Mau sampai kapan Mama kayak gini ke aku, heum?"

Danar sudah duduk diujung meja dekat dengan televisi di ruangan itu sambil memegang gelasnya dan memandang lekat kearah Sang Ibu. Ibu Rania memicingkan mata sebelum akhirnya membuat senyum miring kearah Danar sesaat. Lalu kursi rodanya sudah berputar kearah pintu keluar, tanpa membalas ucapan Sang Anak, wanita kurus berambut pendek itu terus berjalan hingga ujung pintu.

Dreet...

Suara getar gawai pintar Danar.

"Ma...," teriaknya dengan mata terbelalak sesudah lelaki itu memeriksa gawai pintarnya.

"See you at home, Son..." ucapan terakhir Ibu Rania yang kemudian berlalu dari hadapan yang Sanga Anak.

Danar ditinggalkan dengan perasaan kesal yang memuncak, namun tidak bisa berbuat apa - apa.

xxxxxxxx

Luna yang masih setengah sadar akibat pertemuannya kembali dengan Danar, bukan hanya karena itu saja tapi juga karena mimpinya semalam. Dunianya serasa jungkir balik dalam hitungan detik. Ningning yang setia bercerita disamping dirinya pun seakan menjadi pendongeng tanpa pendengar, perempuan muda itu tersadar kalau tidak satu pun ucapannya di dengarkan ketika dia menghentikan langkahnya sedangkan Luna terus berjalan.

"Na...," panggil Ningning dengan suara biasa.

Luna memang sedang sibuk dengan dunianya sendiri atau lebih tepat pikirannya dipenuhi kejadian tadi juga mimpinya.

"Luna...," kini Ningning berteriak sangat keras hingga beberapa orang di dekat mereka menoleh.

Seketika langkah Luna terhenti, kepala dan juga pandangannya mulai menyisir sekitar. Lalu dirinya berbalik dengan wajah gelagapan.

"Eh, Ning. Bukan Pak Danar, eh, bukan maksudnya iya tadi gimana Ning?" ucap Luna tidak karuan sambil menghadap Ningning dan mengusap kening hingga puncak kepalanya.

Kedua alis Ningning hampir bertaut saat mendengar ucapan Luna, lalu langkah cepat dilakukannya dan kemudian menggaet lengan teman satu divisinya itu. Luna menjadi agak salah tingkah, apalagi dirasa Ningning menggiring tubuhnya dengan gerakan seperti menginginkan sesuatu.

"Pak Danar?" tanya Ningning langsung.

Luna meneguk salivanya sekali dengan otak yang sedang diperasnya dengan keras untuk berpikir cepat.

"Iya, Pak Danar. Jadi gini Ning, aku tadi ketemu dia pas kamu lagi di toilet. Trus, dia ternyata bener kayak gosip yang beredar. Kejam, kasar trus kalau ngomong nyelekit. Serem deh, lebih serem dia daripada setan...," Luna mengarang cerita sekaligus menjelek - jelekkan Danar yang memang ingin dia maki daritadi kehadapan Ningning.

Seketika gestur tubuh Ningning berubah menjadi mengalihkan pandangan lekatnya dari Luna kearah langit seolah berpikir. Luna masih sesekali terlihat melirik kearah temannya itu dengan sambil terus berjalan.

"Aku denger - denger juga gitu, Na. Jangan sampe deh, aku dapet tugas di ruangannya dia. Hii...," ucap Ningning kemudian sambil bergidik.

Dalam hati Luna menghela napas lega dengan ekspresi memejamkan matanya sesaat, karena dia berhasil mengelabui Ningning. Kedua perempuan itu kemudian berpisah di perempatan jalan.

xxxxxxxx

Luna menaiki kereta seperti biasa, setelah keluar dari stasiun dan juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli menu makan malamnya, perempuan muda berjalan santai menuju kearah rumah kontrakkannya. Sesekali dia menendang udara dengan sepatu hitamnya, dipegang erat tali tas selempangnya. Ekspresi kesal juga lelah terlihat jelas di wajah manis perempuan muda itu.

"Nggak, sampai rumah nanti. Aku bakal mandi trus doa sama Tuhan, karena hanya Beliau yang bisa mengabulkan doaku." gumamnya lagi sambil masih berusaha melupakan semua kejadian hari itu.

Lalu langkah kakinya kembali ringan tatkala dia berpikir Tuhan bisa menyelesaikan semua masalah yang ada. Mimik wajah yang awalnya muram kini kembali cerah secercah warna senja hari itu. Namun, baru saja dia merasakan ketenangan sesaat karena masalahnya akan selesai, kini baru saja melihat tembok depan bangunan kontrakkannya langkah kaki Luna terhenti seketika. Pupilnya membesar, bulir keringat tiba - tiba terbentuk dibelakang punggungnya.

"Luna Saphira...,"

Entah sudah berapa kali hari ini? Namanya dipanggil dengan cukup tegas. Namun kali berbeda, karena sosok yang ada dihadapannya. Dipegang lebih erat kembali tali selempang tasnya dengan saliva yang beberapa kali diteguknya.

xxxxxxxx

Epilog...

Suara suling kereta terdengar nyaring memberi tanda sebentar lagi kereta akan berangkat. Terlihat di salah satu gerbong, Danar sudah duduk diantara penuh sesaknya para penumpang. Lelaki lumayan tampan itu memakai kacamata hitam juga masket mulut yang melindungi sebagian wajahnya. Posisi duduk yang tegak dengan satu kaki menyilang serta jas yang tidak dikenakan oleh lelaki itu namun diselempangkan diatas salah satu pahanya, tidak lupa kedua tangan yang dilipat di depan dada menjadi salah satu gestur perlindungan dirinya dari orang - orang sekitarnya. Dibalik kacamata juga masker yang dikenakan olehnya, kedua mata juga senyumnya terkembang kearah lain.

"Unik, aku memang tidak pernah salah menilai orang...," ujarnya dalam hati.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!