Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 10
Safira tertegun melihat anak-anaknya yang sedang tidur dengan posisi yang lucu, Dayyan dengan buku di wajahnya, Raiyan duduk sambil memeluk gitar kecil dan Qirani tertelungkup sambil memegang pencil warna dan buku gambar di dadanya, padahal belum ada sepuluh menit yang lalu mereka tengah meributkan sesuatu, dan tiba-tiba hening hingga Safira datang dan melihat pemandangan itu. Safira bersyukur dulu ia sempat memimpikan almarhum orang tuanya yang melarangnya untuk menggugurkan kandungannya.
Ni Eti yang melihat Safira melamun pun langsung menghampirinya.
"Fira, kamu kenapa?"
"Gak apa-apa Ni, Fira cuma inget dulu aja. Andai dulu Fira mengikuti ***** amarah, pasti pemandangan ini gak akan pernah ada, dan Fira akan merasa bersalah seumur hidup karena sudah membunuh tiga janin itu" ucap Safira dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Sudahlah, yang lalu biar jadi masa lalu. Jangan kamu ingat-ingat lagi, dan tentang laki-laki itu, semoga dia mendapat ganjaran dari perbuatannya dan cepat-cepat di beri kesadaran"
"Ya semoga saja Ni, aku khawatir kalau anak-anakku bertemu dengan dia yang sifat dan sikapnya masih tak berubah seperti dulu. Aku takut mereka akan kecewa"
"Iya, Nini juga berharap seperti itu"
Safira pun mengangkat anak-anaknya dan membaringkan mereka di kasur lantai tempat Safira dan tiga anaknya tidur.
***
Tak terasa sudah tiga hari berlalu, kini orang tua Arsela bisa beristirahat dan menikmati liburan mereka di tempat yang masih sejuk, dan hari ini mereka berencana untuk bertemu dengan Safira karena tuan Ardan sudah penasaran dengan ketiga anak kembar itu.
"Pa, ma, ayo kita berangkat ke rumah ni Eti sekarang, biasanya jam segini Safira sedang ada di rumah" ajak Arsela
"Iya, ayo kita ke sana sekarang. Mama udah kangen banget sama mereka" sahut nyonya Sita bersemangat.
Tuan Ardan hanya tersenyum saja melihat ekspresi nyonya Sita, rasanya sudah lama ia tak melihat senyum semangat dari sang istri.
"Apa perjalannya masih lama Sel?" tanya tuan Ardan, pasalnya mereka sudah melewati pemukiman warga, tambak-tambak, dan kini mereka tengah melewati jalan di pematang sawah yang hanya muat untuk dua motor saja.
"Sebentar lagi pa, itu rumahnya yang berada di tengah sawah itu" ucap Arsela sembari menunjukan satu rumah yang terpisah dengan rumah lainnya.
"Wah, ko masih ada ya rumah tetanggaan tapi masih terhalang sawah yang cukup luas" timpal nyonya Sita.
"Namanya juga perkampungan yang masih asri ma, makanya Sela nyaman tinggal di sini, suasananya sangat hening, jauh dari polusi" terang Safira.
"Iya, mama setuju sama pendapat kamu, Sel" ucap nyonya Sita lagi.
Tak berapa lama, mereka pun sampai di rumah ni Eti. Halaman yang luas di tanami banyak bunga yang berwarna-warni membuat nyonya Sita yang memang pecinta bunga langsung terpikat, semua tanaman itu tersusun rapi. Di samping rumah itu pun ada di tanami sayuran yang masih kecil-kecil, dan ada juga pohon buah-buahan hasil cangkokan.
"Wah Sel, mama bakal betah tinggal di sini deh kayaknya, meskipun tanpa internet tapi kalau di sediain yang kaya gini, mama gak akan keberatan" seru nyonya Sita.
"Terus kalau mama mau tinggal di sini, papa di rumah sana sama siapa?" tanya tuan Ardan dengan nada merajuk.
Arsela hanya tersenyum menatap interaksi ke dua orang tuanya, ia segera mengetuk pintu dan memberi salam, karena terdengar suasana ramai anak-anak dari dalam rumah.
"Assalamu'alaikum" sapa ke tiganya.
"Wa'alaikum salam" sahut tuan rumah dari dalam dan tak berselang lama pintu pun terbuka.
"Bu dokter, mari silahkan masuk" ucap Safira setelah membukakan pintu.
Arsela beserta orang tuanya pun masuk ke dalam rumah Safira yang masih panggung, tak ada kursi atau pun sofa, hanya lantai papan yang berlapis tikar saja.
Tak ada tv, hanya ada radio tua yang tersimpan rapih di lemari tv dan sebuah mesin jahit tua antik sejajar rapih dengan lemari itu.
"Gimana kabar bu dokter dan keluarga?" tanya Safira.
"Alhamdulillah, kami sehat. Oh ya Ni Eti sama si kembar mana?" tanya Arsela.
"Ada, nini sama si kembar lagi di belakang, sebentar biar saya panggil mereka dulu" ucap Safira sebelum berlalu ke belakang.
"Ni, kembar, itu ada bu dokter berkunjung. Ayo ke depan dulu sama nini, mama mau ambil minum dulu buat tamunya" Safira berseru pada ni Eti dan si kembar yang tengah asik bercanda
"Iya ma" jawab mereka serempak. Ni Eti dan si kembar pun berlalu dari dapur dan menuju ruang depan, sedangkan Safira pergi membuat teh manis untuk ke tiga tamunya dan menyiapkan makanan ringan juga.
"Assalamu'alaikum, bu dokter, Oma Sita" sapa si kembar riang sambil menuju ke arah Arsela dan nyonya Sita.
"Assalamu'alaikum bu dokter, ibu, bapa" ucap ni Eti yang belum mengenal orang tua Arsela.
"Wa'alaikum salam nini, kembar. Gimana kabar nini, sehat?" tanya Arsela.
"Alhamdulillah, saya sehat bu dokter" jawab ni Eti.
"Oh ya ni, kenalkan ini orang tua saya" ucap Arsela memperkenalkan kedua orang tuanya.
"Saya Sita bu, ibunya Sela dan ini Ardan papanya" ucap nyonya Sita memperkenalkan diri.
"Salam kenal bu, pa, saya ni Eti, Nininya si kembar" jawab ni Eti.
Tuan Ardan pun mengangguk dan tersenyum ramah pada ni Eti.
"Anak-anak, ayo kenalan dulu sama papanya bu dokter" ucap Arsela.
"Halo anak-anak tampan dan gadis manis, kenalkan saya papanya bu dokter, kalian boleh panggil Opa Ardan" Seru Ardan memperkenalkan dirinya.
"Halo juga Opa Ardan, namaku Dayyan. Aku anak pertama mama Fira" ucap Dayyan.
"Kalau namaku Raiyan, anak ke dua. Dan ini adik kecil kami yang manis, namanya Qirani" ucap Raiyan.
"Ih, Abang Rai kenapa samaan sama bang Dayyan sih, kita kan cuma beda tujuh menit" seru Qirani pada Raiyan sambil memanyunkan bibirnya dan bersedekap dada.
"Iya-iya, adik manisnya Abang Day sama Abang Rai" ucap Dayyan menengahi.
Sedangkan para orang tua hanya tersenyum sambil menggelengkan pelan kepala mereka. Tak berselang lama Safira pun datang sembari membawa nampan yang berisi lima gelas teh manis dan cemilan buah yang baru saja ia petik dari halaman samping rumah itu.
"Maaf dok, pa, bu kami hanya bisa menyediakan ini saja, silahkan di nikmati" ucap Safira sambil meletakan minuman dan cemilan itu.
"Duh, padahal gak usah repot-repot nak Fira. Kami hanya berkunjung saja, dan saya merasa rindu juga pada si kembar" ucap nyonya Sita.
"Gak repot ko bu" Safira tersenyum.
Sedangkan tuan Ardan hanya mengamati si kembar yang berada di pangkuan Arsela dan istrinya. Tuan Ardan memperhatikan setiap inci wajah ke tiga batita itu.
"Ya tuhan, mata mereka memang persis seperti milik almarhum ayah dan-" batin tuan Ardan.
Deg...
"-Arselo" ucap tuan Ardan tanpa sadar, apa lagi melihat tanda lahir yang Dayyan miliki sama persis dengan milik Arselo.
"Pa, kenapa Arselo?" bisik nyonya Sita.
Tuan Ardan pun tersadar dari lamunannya "Heh, ng-nggak apa-apa ma" jawab tuan Ardan sambil berbisik juga.
Ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Safira, tapi ia tak berani, mengingat ini baru pertama kalinya mereka bertemu dan tidak kenal juga, rasanya tidak etis jika ia bertanya hal yang menjurus pribadi.