NovelToon NovelToon
Civil War: Bali

Civil War: Bali

Status: tamat
Genre:Action / Sci-Fi / Tamat / Spiritual / Kehidupan Tentara / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:565
Nilai: 5
Nama Author: indrakoi

Di masa depan, dunia telah hancur akibat ledakan bom nuklir yang menyebabkan musim dingin global. Gelombang radiasi elektromagnetik yang dahsyat melumpuhkan seluruh teknologi modern, membuat manusia kembali ke zaman kegelapan.

Akibat kekacauan ini, Pulau Bali yang dulunya damai menjadi terjerumus dalam perang saudara. Dalam kehidupan tanpa hukum ini, Indra memimpin kelompok Monasphatika untuk bertahan hidup bersama di tanah kelahiran mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indrakoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9

Di bawah rindangnya pepohonan, lima sosok berjubah hitam sedang bertengger di dahan-dahan yang kokoh, menyatu sempurna dengan bayangan pekat dedaunan yang menyelimuti hutan. Mereka adalah lima orang dari Monasphatika, yaitu Indra, Luthfi, Chakra, Devi, dan Handayani. Mata mereka yang tajam mengawasi gerak-gerik Pasukan Keamanan Tabanan yang sedang memalak warga desa dengan semena-mena.

Di kejauhan, sekitar beberapa ratus meter, para warga desa terlihat berbaris rapi dengan membawa sekarung kentang yang akan mereka serahkan pada Pasukan Keamanan. Wajah-wajah mereka lesu dan penuh kepasrahan. Sementara itu, para serdadu yang bersenjatakan golok dan pedang menjaga mereka dengan ketat, memastikan tidak ada yang berani melawan.

“Cih, jumlah mereka padahal jauh lebih banyak, tapi kenapa malah nggak melawan? Nyebelin banget ngeliatnya.” Gumam Luthfi sarat akan rasa jengkel.

“Benar banget. Kalau mereka bersatu, ini akan jadi pertempuran yang gampang dimana seluruh warga desa melawan 20 orang Pasukan Keamanan.” Tambah Devi dengan mata menyipit sinis.

“Bodoh! Melawan 20 orang itu sama aja dengan melawan seluruh Tabanan. Itulah kenapa mereka lebih milih untuk nurut aja.” Bantah Handayani. Suaranya tegas namun tetap rendah.

“Lah, mayatnya kan bisa dibuang jauh-jauh biar nggak ketahuan. Gimana sih, Yani?” Bantah Chakra.

“Oke, stop dulu ngobrolnya, adik-adik!” Indra memotong dengan suara rendah yang tegas. “Sekarang ambil senjata kalian dan siap-siap buat membidik mangsa kita di pagi hari yang cerah ini!” Perintahnya tegas, namun diselingi nada bercanda.

Keempatnya segera melaksanakan perintah tersebut dan dengan sigap mengambil senjata yang terikat di punggung mereka. Luthfi, Chakra, dan Devi memegang panah dan crossbow dengan cekatan, sementara Indra dan Handayani mengangkat senapan laras panjang yang dilengkapi peredam. Dengan mata yang tajam serta napas yang teratur, mereka siap menghabisi musuh dari kejauhan.

“Tunggu sampai mereka menjauh dari warga terlebih dahulu. Pastikan tembakan kalian mengenai kepala atau organ vital lainnya karena amunisi kita terbatas.” Instruksi Indra singkat dan tegas.

“Wah, kau benar-benar mempercayai kami untuk menembak 20 orang dengan jarak lebih dari 600 meter, ya?” Celetuk Luthfi mencoba meredakan ketegangan.

“Iya, memang. Jadi, jangan hancurkan kepercayaanku.” Balas Indra dengan senyum tipis terpasang di bibirnya.

Saat gerobak yang penuh dengan karung kentang itu mulai bergerak, dua ekor kuda yang menariknya terlihat kesulitan. Pergerakan mereka sangat lambat, sehingga beberapa orang Pasukan Keamanan harus ikut mendorong gerobak yang berat itu. Hal ini menjadi kesempatan yang sempurna bagi Monasphatika.

“Mereka sudah menjauh. Bersiaplah!” Bisik Indra sambil membidik kepala salah seorang serdadu dengan senapannya.

Keempat rekannya pun mengikuti, masing-masing memilih target yang akan dihabisi. Mereka berlima hening. Hanya dedaunan yang terkena desiran angin yang menemani irama detak jantung mereka.

Namun, sesaat kemudian, “Tembak!” Indra mengeluarkan perintah menembak dengan suara pelan namun penuh kekuatan.

Dorr! Swoosh!

Lima orang Pasukan Keamanan langsung tumbang karena kepala mereka tertembak dengan akurasi yang mematikan. Kekacauan pun pecah. Pasukan Keamanan Tabanan yang tersisa mulai panik, begitu juga dengan warga desa. Namun, sebelum mereka sempat bereaksi, lima anak panah dan peluru berikutnya melesat, menewaskan lima prajurit lagi.

“O-oi, dari mana panah ini datang?!” Teriak salah satu prajurit Tabanan dengan suara gemetar.

“M-mana aku tahu, bodoh! Tiba-tiba mereka sudah— ueghh!” Rekannya mencoba menjawab, namun kepalanya tertembus peluru sebelum kalimatnya selesai.

Dalam waktu kurang dari lima menit, 18 orang Pasukan Keamanan Tabanan telah tewas. Hanya dua orang lagi yang tersisa. Insting mereka langsung menyuruh untuk kabur dari pembantaian ini.

“C-cepat, tinggalkan gerobak! Kabur dari sini!” Teriak salah satu prajurit, berusaha melepaskan kuda dari gerobak dengan tangan gemetar.

“Tapi makanan—” Protes rekannya yang bersembunyi di belakang gerobak.

“Lupakan saja!” Jeritnya panik memotong ucapan rekannya.

Begitu kuda berhasil dilepaskan, mereka langsung menungganginya dan melesat dengan kecepatan penuh. Namun, Indra dan timnya tidak tinggal diam. Panah dan peluru terus melesat, mengenai tubuh kedua prajurit yang kabur itu. Tapi sayangnya, tidak ada satu pun yang berhasil mengenai titik vital mereka. Dua orang Pasukan Keamanan Tabanan itu berhasil kabur, meski tubuh mereka tertancap panah dan peluru.

Indra menghela napas panjang dengan wajah sedikit mengkerut. “Yah… Kayaknya kita bakal kedatangan lebih banyak Pasukan Keamanan lagi nanti.” Ucapnya dengan nada malas.

“Terus gimana? Kita tinggalin aja desa ini?” Tanya Devi menanti keputusan Indra.

Indra menggeleng. Senyum tipisnya yang jahat kembali tersungging di wajahnya. “Oh, jelas tidak. Desa ini akan tetap kita ambil.”

...***...

Para warga desa yang baru saja menyaksikan pembantaian 18 orang Pasukan Keamanan dalam waktu kurang dari lima menit hanya bisa terdiam mematung. Pandangan mereka kosong dengan ekspresi wajah yang pucat.

Pandangan mereka masih terpaku pada mayat-mayat yang berserakan di tanah. Udara sekitar terasa lebih berat untuk dihirup karena dipenuhi aroma darah yang menusuk. Namun, di balik kekacauan itu, ada sedikit rasa syukur di mata para warga karena cadangan makanan mereka tidak jadi dirampas.

“O-oi, bagaimana kalau kita ambil kembali kentang-kentang itu?” Usul seorang bapak-bapak, suaranya gemetar namun penuh keraguan.

“Benar, tapi… bagaimana kalau yang menghabisi Pasukan Keamanan tadi adalah penjarah yang mengincar makanan kita juga?” Balas warga lain dengan raut wajah penuh keraguan.

“Makanya, kita harus bergerak cepat sebelum mereka datang!” Seru bapak-bapak tadi langsung berlari menuju gerobak yang penuh dengan karung-karung kentang.

Melihat itu, warga desa lainnya pun segera mengikuti. Mereka bergegas merebut kembali pasokan makanan yang hampir saja hilang. Beberapa langsung mengangkat karung-karung itu, berencana membawanya kembali ke lumbung atau ke rumah masing-masing. Namun, sebelum mereka sempat melangkah jauh, suara yang tenang dan tegas menghentikan langkah mereka.

“Selamat pagi, warga desa!” Sapa Indra dengan tangan melambai ramah.

Warga desa yang melihat ke arah suara itu menjadi terkejut. Kelima orang berjubah hitam itu tiba-tiba muncul tanpa suara langkah sama sekali, seolah mereka adalah hantu yang keluar dari bawah tanah. Beberapa warga bahkan menjerit ketakutan.

“AH! MEREKA DATANG!” Teriak salah satu ibu-ibu dengan wajah penuh kepanikan.

“H-hei, kalian ingin makanan ini, kan? A-ambil saja! Tapi biarkan kami pulang, ya?” Ucap seorang bapak-bapak berusaha menyelamatkan diri mereka.

Melihat kelakuan para warga, Indra tak bisa menahan tawa. Suaranya pecah, diikuti oleh keempat rekannya yang juga tertawa kecil. Suasana tegang seketika mencair, meski warga desa masih terlihat bingung dan curiga.

“Santai saja, Pak. Kami di sini bukan untuk menjarah kalian.” Ujar Chakra mencoba menenangkan mereka.

“Benar, kami datang untuk membantu kalian.” Imbuh Luthfi dengan senyuman lebar.

Warga desa itu saling pandang satu sama lain dengan ekspresi campur aduk antara lega dan ragu. Beberapa masih memegang erat karung kentang mereka, seolah-olah takut melepaskannya.

“Hah… kalian memang pengecut, ya. Padahal kami cuma lima orang.” Gumam Indra sambil menghentikan tawanya. Ia mengusap air mata yang keluar karena tertawa, lalu berdiri tegak mencoba menampilkan wibawanya.

“Seperti yang dikatakan rekanku tadi, kami datang ke sini untuk membantu kalian.” Ucap Indra tegas, namun menenangkan.

Warga desa masih terlihat was-was. Mata mereka terus memandangi kelima orang asing itu, seolah-olah mencoba membaca niat mereka.

“Baiklah, begini saja. Aku ingin bertemu dengan kepala desa untuk mendiskusikan sesuatu. Apa kalian bisa membantuku menemuinya?” Tanya Indra mencoba memecah kebekuan.

Pandangan para warga kemudian tertuju pada seorang bapak paruh baya dengan rambut dan jenggot yang sudah memutih. Indra segera menyadari bahwa dialah sang kepala desa.

“Oke, sepertinya Anda kepala desanya, ya. Kalau begitu, bagaimana kalau kita ngobrol sebentar di balai desa?” Ajak Indra ramah.

“T-tentu. Silakan ikuti saya.” Jawab sang kepala desa. Suaranya masih gemetaran, namun ia mencoba untuk tetap tenang.

...***...

Di dalam balai desa, suasana terasa hangat meskipun hawa tegang masih menyelimuti. Indra dan rekan-rekannya duduk di atas tikar anyaman, ditemani segelas air hangat yang disuguhkan oleh sang kepala desa.

Di luar, para warga yang penasaran mengintip dari balik celah-celah tembok, mencoba menangkap setiap kata yang terucap. Indra, yang menyadari kehadiran mereka, tersenyum kecil dan mempersilahkan mereka masuk.

“Silakan bergabung. Ini juga menyangkut masa depan kalian.” Ujar Indra, suaranya ramah namun penuh wibawa.

Para warga pun perlahan memasuki balai desa, duduk berkelompok dengan wajah-wajah penuh keingintahuan dan sedikit kecemasan. Setelah semua tenang, Indra mulai berbicara dengan Suara yang tegas dan jelas.

“Kami datang ke sini bukan tanpa alasan.” Ucap Indra memandang setiap warga yang hadir. “Tempo hari lalu, beberapa orang Pasukan Keamanan Tabanan menjarah wilayah kami dan menewaskan banyak orang di sana. Maka dari itu, kami datang ke sini untuk mengambil alih wilayah Tabanan sedikit demi sedikit, sebelum mereka mengambil wilayah kami duluan.”

Kepala desa, seorang bapak paruh baya dengan rambut dan jenggot yang sudah memutih, mendengarkan dengan saksama. Setelah Indra selesai, ia mengangguk pelan dan mencerna setiap kata yang masuk ke telinganya.

“Jadi, kalian berniat mengambil alih wilayah Tabanan sebelum mereka menjarah dan menguasai wilayah kalian, ya?” Tanya kepala desa mencoba memastikan.

“Tepat sekali.” Jawab Indra sambil meneguk air hangatnya. “Kami akan mengambil alih desa ini, seperti yang sudah kami lakukan pada desa Batunya di Baturiti. Kami akan membangun pertahanan di sekitar desa ini dan memberikan pelatihan seni perang kepada para warga. Dengan begitu, kalian bisa mempertahankan diri jika suatu saat nanti Pasukan Keamanan datang lagi untuk menjarah.”

Kepala desa mengerutkan kening karena masih merasa ragu. “Lalu, apa yang kau inginkan sebagai imbalannya?”

Indra tersenyum dan menempatkan gelasnya di lantai. “Tidak banyak. Cukup 15 persen dari hasil panen kalian saja. Kami tidak akan meminta lebih karena pasokan makanan di Buleleng sudah cukup.”

Meski tawaran itu terdengar menggiurkan, kepala desa masih belum yakin. Matanya menatap Indra dengan skeptis. “Kalau begitu, aku punya pertanyaan terakhir.” Ujarnya dengan suara penuh keraguan. “Dua orang yang berhasil kabur tadi pasti akan melaporkan pembantaian yang kalian lakukan. Karena itu, ratusan Pasukan Keamanan Tabanan akan segera datang ke sini. Apa yang akan kau lakukan untuk melawan mereka?”

Indra tidak langsung menjawab. Ia tersenyum, lalu mengambil tas besar milik Luthfi yang diletakkan di sampingnya. Dengan gerakan percaya diri, ia membuka tas itu dan memperlihatkan isinya kepada kepala desa dan warga yang hadir.

“Tenang saja.” Ujar Indra tenang dan penuh keyakinan. “Di dalam tas ini, kami punya banyak bahan peledak dan bahan mudah terbakar yang cukup untuk menumbangkan mereka dalam sekejap.”

Warga desa yang melihat isi tas itu pun terkesima. Beberapa terlihat lega, sementara yang lain masih ragu. Namun, satu hal yang pasti, Indra dan timnya bukanlah orang sembarangan. Mereka datang dengan persiapan matang untuk berperang melawan Pasukan Keamanan Tabanan.

1
jonda wanda
Mungkin cara bicara karakter bisa diperbaiki agar lebih natural.
IndraKoi: baik, makasih banyak ya masukannya🙏
total 1 replies
Abdul Aziez
mantap bang
IndraKoi: makasih bang🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!