Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Liana, Rafael, dan Luca akhirnya mendapatkan akses masuk ke Akar Hitam setelah pemimpin kelompok penjaga yang merupakan seorang pria paruh baya bernama Elias, setuju untuk membantu mereka. Elias, yang ternyata adalah teman baik Victor di masa lalu, mengakui bahwa ia telah lama menjaga tempat ini demi melindungi rahasia yang ditinggalkan oleh Victor.
Ketiganya mengikuti Elias melewati lorong-lorong gelap yang dipenuhi ukiran simbol kuno, hingga tiba di sebuah ruangan besar dengan dinding-dinding batu yang dipenuhi rak buku tua dan peti besi. Di dalamnya, mereka menemukan catatan rahasia Victor serta dokumen-dokumen lain yang mengungkap kejahatan Adrian selama bertahun-tahun.
Liana dengan tangan gemetar membuka salah satu dokumen. Ia membaca dengan saksama setiap barisnya, merasakan amarah dan kesedihan yang menguasai dirinya.
"Semua ini... semua yang dilakukan Adrian... Ayah telah mengumpulkan bukti-bukti ini sejak lama, tapi dia tidak pernah bisa menggunakannya untuk menjatuhkan Adrian," suara Liana bergetar.
"Tapi sekarang kita bisa," Rafael menimpali dengan sorot mata penuh determinasi. "Dengan semua ini, kita bisa menghancurkan Adrian dan mengembalikan semua yang telah ia rampas."
Luca meraih salah satu berkas dan bersiul pelan. "Ini bukan hanya sekedar bukti kejahatan. Ini adalah peta menuju sumber kekuatan Adrian. Jika kita bisa memotong jalur keuangan dan jaringan kriminalnya, kekuasaan Adrian akan runtuh dalam waktu singkat."
Elias menatap mereka dengan penuh harapan. "Victor ingin kalian menyelesaikan apa yang tidak bisa ia lakukan. Jika kalian benar-benar ingin melawan Adrian, maka inilah saatnya."
Dengan informasi itu, mereka segera menyusun rencana. Luca menggunakan keahliannya dalam peretasan untuk menyebarkan beberapa dokumen ke media bawah tanah, sementara Rafael dan Liana mencari cara untuk menghubungi orang-orang berpengaruh yang bisa membantu mereka untuk menghancurkan Adrian dari dalam.
Saat malam menjelang, mereka kembali berkumpul untuk merinci langkah berikutnya.
"Adrian pasti akan tahu bahwa seseorang telah menemukan rahasia ini. Kita harus bergerak cepat sebelum dia bisa menghentikan kita," kata Rafael dengan suara penuh ketegangan.
Liana mengangguk, matanya bersinar dengan semangat baru. "Aku tidak akan membiarkan apa yang ayah perjuangkan sia-sia. Adrian harus membayar atas semua yang telah dia lakukan pada ayah. Dia harus dihukum untuk semua dosa dosanya."
Namun, tepat ketika mereka mulai menyiapkan pengiriman dokumen-dokumen penting ke pihak yang dapat dipercaya, suara ledakan keras dari luar mengguncang Akar Hitam. Debu dan batu beterbangan di sekitar mereka.
"Mereka menemukan kita!" teriak Luca.
Rafael menarik Liana ke belakangnya, bersiap menghadapi ancaman yang datang. Elias menghunus belatinya, wajahnya penuh kewaspadaan. Dari balik lorong yang dipenuhi asap dan reruntuhan, terdengar langkah kaki yang mendekat dengan cepat.
Dan kemudian, dari bayangan yang kelam, muncul sosok yang paling tidak mereka duga—Adrian sendiri, berdiri dengan ekspresi penuh kemenangan di wajahnya.
"Kalian benar-benar berpikir bisa menghancurkan aku begitu saja?" suaranya bergema, penuh dengan kesombongan.
Liana menatapnya dengan penuh kebencian, tangan Rafael mencengkeram lengannya erat seakan tahu bahwa ia bisa meledak kapan saja.
Dengan senyum liciknya, Adrian mengangkat pistolnya dan berkata, "Sekarang, mari kita lihat siapa yang sebenarnya akan jatuh lebih dulu."
Sebelum Adrian bisa bereaksi dan melepaskan tembakannya, dengan cepat Elias menangkis pistol yang dipegang oleh Adrian dengan kakinya dan membuat pistol itu terlempar ke sudut akar hitam yang cukup jauh, membuat Adrian tidak memiliki pilihan lain selain mengambil senjatanya itu.