Seruni, memiliki fisik yang tidak sempurna, karena cacat sejak lahir.
Sehingga kedua orang tuanya tidak menginginkan dirinya dan di minta untuk di bawa pergi sejauh mungkin.
Namun, meskipun terlahir cacat, Seruni memiliki bakat yang luar biasa, yang tidak semua orang miliki.
Karena bakatnya itu, ternyata membuat seorang CEO jatuh cinta kepadanya.
Bagaimana kisah selanjutnya? Penasaran? Baca yuk!
Cerita ini adalah fiktif dan tidak berniat untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Anita mencopot tirai di jendela kamarnya dan menggunting nya menjadi beberapa bagian. Lalu menyambungkan nya menjadi satu agar lebih panjang.
Tapi sebelum itu Anita menghubungi taksi online untuk menjemputnya. Karena di depan ada polisi, jadi tidak mungkin dia ke garasi mobil.
"Kalau tahu begini, aku lebih baik kabur duluan sebelum polisi. Tapi tidak apa-apa, aku kabur sekarang juga masih sempat. Mumpung polisi masih lengah," gumam Anita.
Anita membuang tasnya lebih dulu dari lantai dua. Kemudian baru dirinya yang turun ke bawah. Anita merasa lega karena berhasil keluar dari rumah.
Anita mengintip ke depan rumah ternyata masih ada dua orang polisi sedang menunggu di situ dan berbicara dengan Ridwan dan Sekar.
Anita merasa dirinya aman dan berjalan ke belakang lalu keluar dari pintu kecil tembok bagian belakang.
"Huft akhirnya aku bisa kabur," gumam Anita sambil menarik nafas lega.
Anita berjalan ke arah jalan dan melihat ada mobil polisi terparkir di depan gerbang rumahnya. Tanpa Anita sadari ternyata masih ada satu orang polisi di dalam mobil tersebut.
Polisi yang melihat gelagat mencurigakan pun segera keluar dari mobilnya dan mengejar Anita.
Anita kelabakan lalu berlari untuk menyelamatkan diri. Tadinya dia berpikir sudah aman, ternyata masih ada polisi lain yang menunggu di dalam mobil.
"Jangan lari!" pekik polisi itu.
Anita yang tidak ingin tertangkap pun tidak menghiraukan peringatan polisi. Dia terus berlari dengan membawa tasnya.
Karena merasa lelah membawa tas, Anita pun melepaskan tas tersebut kemudian melanjutkan kabur.
Polisi pun akhirnya berhasil menangkap Anita, namun Anita memberontak minta di lepaskan.
"Lepas, apa salahku?" tanya Anita.
"Jika Anda tidak bersalah, kenapa Anda lari?" Polisi balik bertanya.
"Lepas, lepaskan aku!" Anita terus memberontak. Polisi akhirnya memborgol tangan Anita ke belakang dan membawanya ke mobil.
Kemudian polisi itu menghubungi rekannya dan mengatakan jika ia sudah berhasil menangkap tersangka.
Sementara dua orang polisi yang masih menunggu Anita keluar pun pamit kepada Ridwan dan Sekar.
"Maaf Pak, Bu sudah mengganggu waktunya, tersangka kabur dan sudah berhasil di amankan oleh rekan kami," kata polisi itu.
Sekar dan Ridwan saling pandang. Keduanya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apalagi polisi sudah menjelaskan kejadian di mall dan pelaku utamanya adalah Anita.
"Kalau begitu kami permisi, terima kasih atas kerjasamanya," ucap polisi satunya.
Mereka tidak memiliki wewenang untuk menggeledah rumah Ridwan. Mereka hanya memiliki tugas untuk menjemput Anita.
Polisi juga meminta Ridwan dan Sekar untuk datang ke kantor polisi. Ridwan dan Sekar hanya mengangguk karena keduanya masih syok.
Setelah kedua polisi itu pergi, Ridwan dan Sekar masuk ke dalam rumah. Ridwan langsung terduduk lemas di lantai.
Belum lama setelah Ridwan duduk ponselnya pun berdering. Ternyata panggilan telepon dari Aldi.
"Halo Tuan Ridwan, saya di perintahkan oleh Tuan Jovan untuk menarik investasi dari perusahaan Tuan. Maaf Tuan, saya hanya menjalankan perintah," ucap Aldi melalui telepon.
Ridwan tidak berkata apa-apa, ia sendiri tidak tahu mau bilang apa. Ibarat jatuh tertimpa tangga, begitu keadaannya saat ini.
Anak yang ia besarkan dari lahir ternyata membuang kotoran ke wajahnya. Di tambah lagi semua investor menarik sahamnya masing-masing dan harapan satu-satunya yaitu Jovan pun ikut menarik sahamnya juga.
"Pa, apa yang harus kita lakukan?" tanya Sekar.
Ridwan menggeleng, harapan kini sudah hancur. Dan harapan terakhirnya adalah menjual perusahaan dan merintis usaha lain dari awal.
"Tidak ada cara lain lagi Ma, papa akan menjual perusahaan kita dengan harga murah. Kita akan merintis usaha baru dari awal lagi," jawab Ridwan.
"Aku akan bantu papa, aku berhenti melukis," ujar Sekar.
Ridwan menatap wajah Sekar. Ridwan tahu, melukis adalah bakat istrinya dan sekaligus impian istrinya. Namun sekarang musnah dalam sekejap.
Pernah berada di puncak ketenaran, namun sekarang malah jatuh ke dasar terdalam. Pernah angkuh karena terkenal, namun sekarang tidak ada lagi yang patut di banggakan.
"Apa perlu rumah ini kita jual juga?" tanya Sekar.
"Rumah ini adalah hasil usaha kita bersama, kalau kita jual, kita bisa mencari rumah yang lebih kecil. Selebihnya untuk kita buka usaha kecil-kecilan," jawab Ridwan.
Hutang pinjaman di bank juga menanti mereka. Dan setiap bulannya harus di bayar. Sebelum rumah mereka di sita, jadi mereka akan menjual rumah ini.
"Pa, bagaimana dengan Seruni? Apa semua itu ada hubungannya dengannya? Apa ini karma buat kita?" tanya Sekar.
"Jangan percaya karma, buktinya kita baik-baik saja selama ini. Ini hanya ujian buat kita. Dan jangan pikirkan anak itu, pikirkan saja hidup kita kedepannya," jawab Ridwan.
Sekar terdiam, Sekar mulai menyadari jika ini adalah karma buat mereka, namun Ridwan masih tetap bersikeras dan malu untuk mengakui Seruni adalah anak kandung mereka.
"Sebaiknya kita temui Jovan, kita bicarakan masalah ini baik-baik agar membatalkan untuk menarik investasi nya," kata Ridwan.
"Tapi bagaimana dengan Anita? Dia pasti kesulitan di kantor polisi."
"Papa tidak bisa membantunya kali ini, karena kesalahannya cukup fatal. Yang penting sekarang kita temui Jovan."
Ridwan menghubungi nomor telepon Jovan yang ternyata tidak aktif. Ridwan kembali menghubungi nya tetap tidak aktif.
"Nomor papa sudah di blokir Ma," kata Ridwan akhirnya karena menghubungi Jovan tidak bisa-bisa.
Kemudian Ridwan menghubungi Aldi yang ternyata langsung terhubung. Ridwan pun senang bukan main.
"Halo Tuan Ridwan."
"Halo Aldi, Jovan ada? Soalnya aku tidak bisa menghubunginya."
"Katakan saja Tuan, apa yang ingin Tuan sampaikan? Karena Tuan Jovan sedang tidak ingin di ganggu."
"Aku hanya ingin bertemu Jovan dan memintanya untuk membatalkan menarik investasi di perusahaan ku."
"Kita bicarakan nanti saja, tapi saya yakin Tuan, Tuan Jovan tidak akan mau menuruti permintaan Anda. Permisi."
Kemudian Aldi mematikan sambungan teleponnya secara sepihak, lalu ia off ponselnya agar tidak bisa di hubungi.
"Bagaimana Pa, bisa?" tanya Sekar. Ridwan menggeleng lesu.
"Sepertinya kedepannya akan sulit Ma, terpaksa kita melanjutkan rencana awal," jawab Ridwan.
Ridwan akan menawarkan perusahaannya yang kini hanya tinggal cangkang kosong saja. Kemudian Ridwan juga akan menawarkan rumahnya untuk di jual.
Ridwan dan Sekar saat ini dalam ke bingungan. Lalu mereka memutuskan untuk menemui Anita di kantor polisi.
Tapi sebelum itu Ridwan masuk ke ruang kerjanya untuk memeriksa sertifikat rumah dan sertifikat lainnya.
Saat ia membuka brankas, alangkah terkejutnya Ridwan karena brankas itu sudah kosong. Entah sejak kapan barang di dalamnya di ambil. Dan Ridwan tidak menyadari itu.
"Ma, mama!" pekik Ridwan memanggil Sekar.
"Ada apa Pa, teriak-teriak?" tanya Sekar.
"Ke mana surat-surat penting di brankas ini? Apa mama yang ambil?" tanya Ridwan.
"Tidak Pa, mama tidak pernah membuka brankas. Yang mengetahui kode brankas itu hanya kita bertiga. Apa jangan-jangan ...."
Sekar mulai berpikiran tidak enak. Kemudian ia keluar dari ruangan itu dan masuk ke dalam kamarnya.
Sekar memeriksa barang-barangnya di lemari, terutama perhiasan. Ada tiga kotak perhiasan di situ. Dan alangkah terkejutnya Sekar saat membuka kotak-kotak perhiasan itu yang ternyata kosong.
09
2138
lanjut lagi kak up
semangat, sehat selalu /Heart//Heart//Heart/
yg cuma buat malu 😀😀😀
kehendak Tuhan, jngan kau i gkari, yg pasti ny kau yg akan hancur sekar/ridwan 😁😁😁