Awalnya aku merasa melayang dan jatuh cinta, tapi setelah tahu alasannya memilihku hanya karena aku mirip cinta pertamanya, membuat hatiku terluka.
Bisakah aku, kabur dari obsesi cinta suamiku🎶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Jus Nanas
Selesai makan siang di rumah bibi, Viola baru selesai cuci piring.
"Kakakmu itu menelepon Bibi, mengancam Bibi, kalau sampai Bibi ngebolehin kamu panen nanas, mau dia obrak-abrik itu kebun Bibi. Dasar bocah kurang ajar!"
Ibu cuma bisa tertawa mendengar cerita bibi pemilik kebun.
"Setiap hari ngeluh aja kalau panen, tapi pas dapat upah nyengir. Pengen aku geplak kepalanya kalau sudah begitu."
"Ih kakak ini memang bikin jengkel. Maaf ya Bi, gara-gara aku yang minta dibolehin panen nanas, malah Bibi yang kerepotan."
Mereka sudah duduk di teras belakang, sambil diterpa angin yang berhembus menerbangkan daun pepohonan. Dari kejauhan, kebun nanas terbentang luas. Kebun bibi memang luas, dia salah satu petani nanas sukses di desa ini.
"Sudah biasa aku berantem sama Venus, kamu jangan merasa nggak enak." Bibi mengusap punggung Viola. "Kamu mau lama di sini?"
Viola tertawa, bingung mau menjawab apa karena ada ibu. Jadi, gadis itu mengalihkan pembicaraan.
"Hehe, aku masih kangen kakak sama ibu. Bi, aku punya ide bisnis, kalau jualan jus nanas di sini laku nggak ya?"
Bibi dan ibu tertawa, jualan jus nanas ditempat orang yang hampir rata-rata punya kebun nanas. Tentu saja itu lucu buat mereka. Bahkan pedagang jus di pasar pun tidak menjual jus nanas.
"Nggak laku ya?" Viola kepalanya langsung terkulai lemah. "Padahal jus nanas buatan ku enak lho Bi, resep dari kafe tempatku bekerja." Viola terkikik. "Nyolong resep Bi."
Bibi pemilik kebun ikut tertawa lalu menepuk punggung Viola lagi.
"Sebenarnya kalau dijual di luar desa pasti laku Vio, tapi ya butuh biaya tambahan buat pengemasan, kan jus mudah basi kan? dia harus laku dalam sehari. Beda kalau kita kirim nanas mentah, mau seminggu juga masih bisa tahan asalkan pengemasannya bagus."
Benar juga ya, aku nggak kepikiran. Padahal Viola sebenarnya sudah membeli bahan dan peralatan yang seperti dia pakai di kafe. Tapi ternyata tidak bisa ya. Gadis itu kecewa sebenarnya. Kalau jus dalam botol biasanya kan ada bahan tambahan pengawet dan sebagainya. Rasanya double kecewa. Tapi mau bagaimana lagi.
"Harganya pasti lebih mahal ya Bi? kalau nggak laku juga basi, ah memang nggak bisa. Hah, kalau begitu mending aku jadi buruh petik nanas aja."
"Nanti kebun Bibi, diobrak abrik kakakmu."
"Haha, Kakak bodoh."
Viola memeluk ibu dari samping, lalu mencium kepala ibu.
"Bu, kalau aku tinggal disini terus sama ibu nggak papa kan? kalau nggak bisa jadi buruh petik nanas, aku kan bisa jadi buruh pangkas daun nanas. Atau aku bikin kedai kopi aja ya? kalau jus nanas nggak laku, orang-orang disini doyan kopi kan?"
"Haha, bibi suka semangatmu Vio. Nanti Bibi bantuin, ibumu pasti senang kalau kamu menetap di sini. ia kan?" Bibi menggenggam tangan Ibu. "Ibu kalian semakin sehat, sejak Vio pulang."
"Melihat anak-anak rukun sudah cukup buatku." Ibu tersenyum pada bibi dan Viola.
Dua orang sahabat itu, saling menguatkan. Mereka merangkul bahu satu sama lain. Viola ikut menjatuhkan kepala, memeluk dua wanita yang berjasa dalam hidupnya itu.
Walaupun harus tinggal di desa dan mengubur semua impian, pasti ini lebih baik kan, dari pada harus menghadapi CEO gila yang ngajak nikah itu. Semoga kedamaian ini berlangsung selamanya gumam Viola.
Walaupun bisnis jus nanas ku gagal. Hehe.
...🍓🍓🍓...
Sementara Venus semakin sibuk dengan proyek desainnya, Viola keluar rumah membantu bibi pemilik kebun.
"Bukan membantu panen nanas Kakak! Aku membantu membuat laporan penjualan! sama bantu-bantu sortir! Nanti aku kirim fotoku lagi bekerja!"
"Awas saja kamu berani panen nanas, tak obrak-abrik itu kebun bibi."
"Hih, ia, ia, dibilangin ia kok. Sudah sana kerjain desain mu, biar cepet bisa panen, ditungguin nanas-nanas bibi, katanya para nanas itu kangen Kakak."
"Hoek..." Venus muntah lalu masuk ke kamar, meninggalkan Viola yang langsung tertawa terbahak.
"Dasar Kakak gila! Ibu, aku pergi dulu ya."
"Ia Vio, hati-hati ya. Kemarin banyak mobil datang, katanya pemilik Vila besar itu sudah datang, dia membawa banyak barang kata tetangga."
"Ia Ibu, aku minggir kalau ada mobil." Vio tersenyum sambil mencium tangan ibu, lucu karena masih dianggap anak kecil oleh ibu.
La..la... hidup damai di desa, la.. la... aku mau jadi juragan nanas juga... la.. la... panen nanas tiap hari dan jadi kaya raya...
Entah lagu apa itu, diciptakan Viola dan dinyanyikan olehnya sepanjang jalan menuju rumah bibi.
Sambil berdendang, Viola menatap Vila megah di atas bukit, terlihat semakin megah sekarang.
Enaknya jadi orang kaya, wkwkw. Vio nanti kamu juga jadi juragan nanas. Semangat Vio!
Sementara itu meninggalkan Viola yang semangat mau jadi juragan nanas, mari kembali ke rumah, Venus sudah menghabiskan gelas kopi keduanya.
Hpnya berdering lagi, temannya menelepon. Sekarang bocah gila itu menelepon sudah seperti minum obat gerutu Venus.
"Hei sialan! Kalau kau mengganggu ku terus bagaimana aku membuat desain sialan!" Bukan halo atau apa kabar yang diucapkan Venus sebagai salam pembuka, tapi makian.
Teman yang diseberang sudah terbiasa, dia hanya memundurkan hpnya.
"Akan aku kirim kalau sudah selesai!"
"Hei tunggu! jangan dimatikan sialan! aku membawa info penting."
"Cepat katakan!"
"Pihak Hexana Group ingin bertemu langsung denganmu."
Hp yang tadinya ada di atas meja diraih Venus.
"Hah? mau bertemu denganku? kenapa? Hei bocah gila! urusanku kan cuma denganmu, kau yang membayar desain ku, kenapa mereka jadi mau bertemu denganku? Kau tidak menjual namaku untuk macam-macam kan?"
Teman Venus masih terdiam.
"Hei sialan!"
"Aduh tenang dulu. Mereka sangat suka dengan desainmu. Ah, sebenarnya yang membuat kami terpilih bukan karena kredibilitas perusahaan kami. Tapi karena desainmu."
"Sialan kau! Kau harus membayar lebih mahal!"
"Aduh ia, ia. Makanya aku memasukkan mu ke dalam perusahaan kan, biar keuntungan bisa kita bagi rata."
"Bukan karena kau takut aku kabur dan nggak mau buat desain lagi?"
Teman Venus langsung tersendak dan batuk-batuk.
"Kabur apa sialan! Memang siapa yang mau kabur. Pokoknya aku tunggu lusa ya, kau harus datang. Pemilihan final desain kau harus datang, kalau mereka menyukaimu, mereka malah bisa memakai desainmu di produk selanjutnya kan."
Venus menelan ludah, membayangkan, kalau kliennya bukan lagi perusahaan kelas menengah seperti temannya. Tapi Hexana Group.
Deg.. deg.. hati Venus sudah berdebar
"Okey, dan cepat kirim desainnya dasar sialan!"
"Mati saja kau!"
Venus mematikan sambungan telepon saat ditagih desainnya. Laki-laki itu melemparkan hpnya ke atas tempat tidur. Meneguk kopi, supaya fokus.
Lusa? Aaaaa! aku sudah tidak sabar!
...🍓🍓🍓...
Bibi pemilik kebun berlari menuju pondokan, dimana Viola berada, gadis itu sedang membantu menimbang nanas dari para buruh petik nanas.
"Vio! Vio sini! Ada kabar bagus buatmu."
"Apa Bi, duduk dulu. Tarik nafas dulu."
"Ada yang mau pesan jus nanas, hah, kebetulan banget kan, kemarin kamu bilang mau jualan jus nanas, dan ternyata bibi dapat pesanan."
"Hah? bener Bi? siapa yang mau pesan?"
"Itu si Burhan, katanya majikannya di vila itu yang mau pesan. Sudah sana, kamu pilih nanas-nanas yang bagus, terus pulang, buatin pesanan."
"Ia, Bibi. Makasih Bibi."
Viola kegirangan sendiri, dia segera memilih nanas terbaik, tidak memikirkan orang yang tiba-tiba memesan jus nanasnya itu siapa.
Bersambung