Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 ucapan pedas nyonya Felly
"Mama masih di sini...? Tumben betah?"
Rama baru saja turun dari kamarnya dan mendapati mamanya sedang duduk manis di depan TV di ruang keluarga. Dalam hatinya merasa heran; tidak biasanya mamanya itu menginap dalam waktu yang lama.
"Apa ada yang sedang Mama rencanakan? Atau, jangan-jangan, Mama sudah kehabisan uang untuk makan, makanya Mama mau menumpang hidup di sini?!" Rama berbicara dengan nada ketus, sarat dengan ejekan.
"Rama Wijaya...!!!" Nyonya felly meletakkan kasar remot yang tadi dipegangnya, hingga menimbulkan bunyi, 'klotak' di atas meja kaca. Wanita itu menatap putranya dengan mata menyala, seketika dua tanduk merah muncul di kepalanya.
Rama? Pria itu janya mengangkat dua pundaknya. Cuek. Lalu mengambil tempat duduk di samping mamanya.
"Kamu sedang mengusir Mama?! Dasar perjaka tua kurang ajar!!" Umpat nyonya Felly.
Bug... bug...bug ...
Nyonya Felly menggebuki putranya yang baru saja mendaratkan bokong di sampingnya, dengan bantal sofa.
"Dasar anak kurang ajar...! Berani-beraninya menghina Mama...! Mama bahkan masih sanggup memberimu makan sampai lima puluh tahun ke depan...!"
Bug... bug... bug...
Nyonya Felly terus saja menggebukinya. Tapi sepertinya, Rama tak ada keinginan untuk menghindar. Lagi-lagi pria itu hanya menggedikkan kedua bahunya. Sedang Nyonya Felly terduduk dengan napas ngos-ngosan. Lalu Rama merangkulkan tangannya ke belakang tubuh ibunya dan membawa tubuh wanita yang menghadirkannya ke dunia itu dalam dekapannya. Kemudian mengecup halus pucuk kepala ibunya.
Nyonya Felly menyandarkan kepalanya ke dada bidang putranya. Ada rasa bahagia yang membuncah.
Sudah lama sekali rasanya dia tidak berada dalam situasi seperti ini; bercanda dengan putranya. Rasanya dia merindukan suasana ini. Entah kapan terakhir kalinya putranya itu menggoda dirinya, dan hari ini dia mendapati kembali suasana seperti ini. Apakah ini karena pengaruh kehadiran Indah? Benarkah Indah yang telah membawa pengaruh sebesar itu bagi mood putranya?
Sebagai seorang ibu, Nyonya Felly sangatlah peka. Putranya itu sedang jatuh cinta lagi untuk yang kedua kalinya; Putranya sedang dalam masa puber kedua di usia yang tak lagi muda. Walaupun belum tua juga, tetapi teman-teman putranya rata-rata sudah berkeluarga dan punya dua anak.
Hanya saja, mungkin putranya itu tidak menyadarinya. Atau mungkin juga putranya itu merasa malu untuk mengakui, atau mungkin juga masih ragu dengan perasaannya.
Nyonya Felly mengakui Indah memang gadis yang baik, terlepas bagaimana pun keadaannya saat ini. Sebab tak ada makhluk yang sempurna di muka bumi ini.
"KARENA SESUNGGUHNYA, KESEMPURNAAN HANYA MILIK TUHAN"
Lalu sekarang, setelah mengetahui seperti apa kira-kira isi hati putranya, apakah benar dia harus merelakan putranya untuk menjalin hubungan dengan Indah? Benarkah dia harus merestui mereka?
Rama memang tidak secara terus terang mengungkapkan perasaan pada ibunya. Tetapi Nyonya Felly tahu dari setiap gelagat putranya.
Lalu bagaimana dengan Indah sendiri? Sejauh ini yang Nyonya Felly tahu, Indah bersikap biasa saja, bahkan terkesan sedikit acuh. Interaksinya dengan Rama hanya sebatas mengerjakan tugasnya saja.
Nyonya Felly sama sekali tak melihat ketertarikan dari Indah pada putranya. Apakah benar Indah sama sekali tidak punya perasaan terhadap putranya? Jadi, apakah putranya ini sedang bertepuk sebelah tangan? Oh, tidak... Ini tidak bisa dibiarkan.
Lagi-lagi Nyonya Felly hanya bisa mengambil napas dalam-dalam. Tidak bisa membayangkan jika benar putranya hanya cinta sepihak. Betapa akan patah hatinya putranya itu nanti.
"Maafkan Rama, Ma!" ucap Rama lirih. Dia sadar dia telah membuat ibunya cemas belakangan ini; cemas karena memikirkan dirinya. Dia tahu ibunya selalu memikirkan kebahagiaannya.
"Apa kamu masih belum berpikir untuk mencari pasangan hidup, Nak?!" tanya Nyonya Felly yang sudah melepaskan diri dari pelukan putranya.
Rama mendesah mendengar kembali pertanyaan itu setelah sekian lama tak terdengar di telinganya. Dia juga ingin terlepas dari bayang-bayang masa lalu yang pahit, tetapi entah kenapa sangat sulit. Bukan hanya satu atau dua; ada banyak gadis yang mengejarnya. Mulai dari teman sampai rekan bisnis. Tetapi tak satu pun yang bisa menarik hatinya. Dan yang paling sulit untuknya adalah bagaimana jika akhirnya dia akan dikhianati lagi.
"Luka hati memang sulit untuk disembuhkan, Nak, tapi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin," kata Nyonya Felly, suaranya penuh pengertian. "Dan hidup harus terus berjalan. Jangan biarkan masa lalu membelenggu masa depanmu. Jangan biarkan dia merasa menang dengan melihatmu terpuruk." Ia menggenggam tangan Rama.
"Aku tidak terpuruk, Ma. Percayalah aku tak selemah itu. Aku sudah melupakan semua itu. Jadi jangan khawatir. Aku hanya masih ingin sendiri saja!"
"Sampai kapan? Mama sudah semakin tua?" Nyonya felly menatap putranya sendu.
"Nanti kalau sudah waktunya juga aku akan menikah, Ma. Jangan pikirkan hal itu lagi. Aku hanya belum menemukan seseorang yang cocok saja."
Nyonya felly menghela nafas mendengar jawaban putranya. Selalu saja seperti itu.
"Bagaimana pendapatmu tentang Indah?" Nyonya Felly berusaha untuk memancing perasaan putranya.
"Indah? Kenapa dia?" Nada bicara Rama mulai berubah. Entah kenapa dia jadi gusar dengan pertanyaan ibunya.
"Sejujurnya, Mama tidak suka dengan gadis itu!" ucap Mama Felly sambil melirik wajah putranya.
"Huh, gadis miskin itu. Dia pasti tadinya pacaran dengan anak orang kaya, lalu berharap dinikahi, makanya mau-maunya saja dia dibikin hamil!" lanjutnya. Terlihat dalam lirikannya raut putranya yang mengeras; pasti putranya itu sedang menahan marah.
"Pasti tadinya dia berkhayal ingin jadi nyonya kaya! Huh..." ucap nyonya Felly.
"Jangan sampai ya kamu mendapatkan jodoh seperti dia!" lanjutnya.
"Sejak kapan Mama berubah jadi orang yang suka membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin?" tanya Rama dengan suara yang sudah berubah menjadi datar.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang tanpa sengaja mendengar ucapan Nyonya Felly. Indah bergegas kembali ke belakang. Tadinya dia hendak menyuguhkan teh dan cemilan untuk teman ngobrol, tetapi mendengar kata-kata Nyonya Felly membuatnya urung.
Indah menyandarkan tubuhnya di tembok belakang ruang dapur. Dipukul-pukulnya dadanya yang terasa sesak. Lalu dia berjalan menuju taman belakang dan duduk di sebuah bangku.
"Ini bukan keinginanku, Tuhan..." ucap Indah lirih. "Aku tahu aku sudah salah. Aku sudah tahu yang telah kulakukan adalah dosa!" Indah mencoba menahan agar air matanya tidak menetes. Diangkatnya wajahnya menghadap ke atas; di ambil napas dalam-dalam.
"Aku juga tidak pernah punya keinginan untuk menjadi pendamping Tuan Rama, bahkan jika itu hanya dalam angan sekalipun. Aku cukup tahu diri. Aku masih tahu batasan. Aku masih bisa melihat perbandingan jarak dan status antara aku dan beliau!" ucap Indah dalam hati.
"Apakah ada dari sikapku yang salah menurut Nyonya Felly? Apakah aku pernah terlihat seperti menggoda atau mendekati Tuan Rama? Tidak. Aku tak pernah berpikir gila sampai ke sana. Tapi kenapa Nyonya Felly bisa berbicara seperti itu?!" Indah terus bertanya dalam jati, sambil mengusap air mata yang menetes tanpa permisi. Jujur saja, ucapan Nyonya Felly menghadirkan rasa sakit di dadanya.
"Selama ini Nyonya Felly bersikap sangat baik padaku, tapi kenapa Nyonya Felly bisa berbicara seperti itu? Apakah itu pandangan Nyonya Felly yang sesungguhnya terhadapku? Apa benar aku serendah itu di mata beliau?"
Indah merasa sangat sedih, bukan karena dianggap tidak pantas bersanding dengan Tuan Rama, tetapi lebih karena pandangan yang sangat rendah terhadap dirinya.
Akan tetapi, meskipun begitu, Indah memaklumi. Dia juga tidak akan marah atau membenci Nyonya Felly. Mungkin setiap orang akan berpikir seperti pemikiran Nyonya Felly itu. Bukankah sebelumnya Tuan Handoko juga mengatainya seperti itu, bahkan secara terang-terangan di depan wajahnya?
"Huh, sekarang kamu tahu kan, bagaimana posisimu?"
Indah terkejut dengan suara yang tiba-tiba terdengar di dekat telinganya.
"Makanya, jangan keganjenan!" ucap orang itu lagi sambil menoyor kepala Indah.
"Sudah cukup, Mbak Ana!" Indah menangkap tangan Ana, salah seorang rekan kerjanya. "Selama ini aku diam saja atas semua sikap buruk Mbak padaku. Apa salahku pada Mbak, sampai Mbak begitu membenciku!" Indah menatap wajah Ana tajam.
Temannya itu, kalau di depan semua orang saja bersikap manis padanya. Tak seorangpun tahu bagaimana sikap Ana jika hanya ada mereka berdua. Biasanya Indah hanya diam. Tapi tidak sekarang. Dia akan melawan jika memang merasa benar.
keselek biji kedondong gak tuh/Smug//Smug/