NovelToon NovelToon
Mentri Pertahanan Jadi NPC Bocil

Mentri Pertahanan Jadi NPC Bocil

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Anime / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:703
Nilai: 5
Nama Author: Rodiat_Df

Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.

Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!

dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

skakmat

Di dalam toko penjahit, suasana terasa sedikit tegang setelah kepergian gadis bangsawan yang menatap Nijar dengan penuh kebencian. Namun, Nijar hanya menghela napas. Dia tidak ingat siapa gadis itu, tetapi dengan dua pengawal dan satu pembatu sudah menjelaskan dia berasal dari keluarga bangsawan.

Saat Nijar masih menunggu seragamnya selesai diukur, seorang anak laki-laki berambut pirang terang tiba-tiba masuk dengan penuh semangat, diikuti dua orang pengawal.

"Waa! Nijar si nomor satu!" teriaknya lantang, membuat beberapa pelanggan di dalam toko menoleh.

Nijar menatap anak itu dengan bingung. "Eh… kamu siapa?" tanyanya polos.

Anak itu langsung membelalak dramatis. "Hah?! Jahat sekali! Masa lupa?! Aku Jay! Jay Andrew! Nomor lima dalam ujian!" katanya dengan nada pura-pura tersinggung.

Dalam hati, Nijar bergumam, "Sebenarnya, aku bahkan tidak ingat siapa saja yang masuk peringkat empat besar..." Tapi satu hal menarik perhatiannya—nama belakang anak ini, Andrew. Itu berarti dia adalah anak Viscount Darius.

Jay mendekat dengan santai dan menepuk bahu Nijar.

"Baiklah! Mulai sekarang kita berteman! Tidak ada penolakan!" katanya sambil menyeringai.

Nijar mengangkat alis. "Anak ini terlalu periang... tapi mungkin ini menguntungkan bagiku. Kalau aku dekat dengannya, aku bisa mencari tahu misteri soal ujian itu."

Sementara itu, Lizna yang sedang berbicara dengan penjahit mendengar suara ribut-ribut di belakangnya.

Ketika dia berbalik, dia melihat Jay mengguncang-guncang tangan adiknya dengan penuh semangat.

"Eh? Kenapa jadi ribut begini?" tanya Lizna dengan curiga.

Jay menoleh dengan senyum cerah. "Onee-san! Aku mau ajak Nijar main ke rumahku! Boleh ya? Boleh ya?!"

Lizna melirik Nijar yang hanya diam, tampaknya tidak keberatan. Tetapi ini anak seorang viscount. Menolak ajakannya bisa jadi tidak sopan.

Dengan sedikit helaan napas, Lizna berkata, "Baiklah, tapi Nijar harus pulang sebelum makan siang. Jangan terlalu lama."

Jay langsung mengacungkan jempol. "Serahkan padaku! Nijar, ayo kita pergi!"

Sebelum Nijar sempat berkata apa-apa, Jay menarik tangannya dan menyeretnya keluar toko, diikuti oleh dua pengawal yang hanya bisa menghela napas melihat kelakuan tuan muda mereka.

 

Saat kereta kuda berhenti di depan gerbang besar, Nijar turun dan langsung terpana melihat kemegahan kediaman seorang Viscount. Pilar-pilar marmer menjulang tinggi, halaman luas dengan taman yang terawat rapi, serta patung-patung yang menghiasi jalan masuk.

“Ini… luar biasa...” pikir Nijar dalam hati.

Pemandangan ini membuatnya bernostalgia. Dalam kehidupannya sebelumnya, ia pernah mendapatkan quest di sebuah game untuk mengawal keluarga Viscount ke daerah timur. Misi itu terkenal sulit karena serangan perompak di perjalanan. Melihat rumah ini membuatnya seolah kembali ke masa itu.

Jay menepuk bahunya dengan penuh kebanggaan.

"Gimana? Hebat, kan? Ini rumahku!." katanya sambil menarik tangan Nijar.

Saat mereka memasuki halaman, seorang pria dengan seragam bangsawan berdiri di tangga depan.

Viscount Darius Andrew.

Darius tampak terkejut melihat putranya turun bersama Nijar. Matanya menyipit sedikit, menunjukkan kewaspadaan. Sebagai seorang Viscount, dia bukan hanya seorang bangsawan, tetapi juga seseorang yang bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya.

“Kenapa Jay membawa anak ini ke sini?” pikir Darius.

Dia tahu Nijar bukan anak biasa. Jawaban sempurnanya dalam ujian bukan sekadar kebetulan. Bahkan, raja sendiri mengawasi hasil ujian itu dengan penuh perhatian. Darius khawatir Nijar memiliki tujuan tertentu, mungkin sedang menjalankan strategi yang belum bisa ia pahami.

Jay, yang tidak menyadari ketegangan di udara, langsung berlari mendekati ayahnya.

"Ayah! Aku bawa teman! Ini Nijar!" katanya dengan bangga.

Darius menghela napas dan mengangguk pelan.

"Selamat datang di rumahku, Nijar." ucapnya dengan suara tenang, tetapi matanya tetap tajam, mengamati bocah jenius di depannya.

Nijar membalas dengan sopan, tetapi di dalam hatinya, ia tahu—pertemuan ini bukan sekadar pertemuan biasa.

 

Saat Jay menarik tangan Nijar dan mengajaknya, Darius tetap berdiri di tempatnya, menatap punggung kedua bocah itu. Pandangannya tajam, penuh pertimbangan.

"Mungkin ini terdengar jahat, memanfaatkan anak sendiri..." pikirnya dalam hati.

Sebenarnya, kepulangan Darius hari ini bukan hanya untuk beristirahat. Ia berencana berbicara dengan Jay dan menyuruhnya berteman dengan Nijar. Tujuannya sederhana: agar Jay bisa mengawasi bocah jenius itu dari dekat.

Jay, dengan kepolosannya, pasti akan menceritakan semua yang dilakukan temannya. Semua interaksi, kebiasaan, bahkan mungkin rahasia kecil yang tidak akan ia sadari penting. Itu cara terbaik untuk memahami siapa sebenarnya Nijar.

Tetapi kini, tanpa ia rencanakan, Jay dan Nijar sudah berteman.

“Apa mungkin Nijar sudah membaca pergerakanku?”

Darius menghela napas pelan. Mungkin pertarungan strategi sudah dimulai sejak pertemuan pertama mereka di toko kecil itu.

 

Di bawah langit biru yang cerah, balkon luas rumah Viscount Darius dipenuhi aroma teh hangat dan berbagai macam camilan yang tersusun rapi di atas meja. Angin sepoi-sepoi menghembus lembut, memberikan suasana nyaman.

Di tengah balkon, sebuah papan catur telah disiapkan. Jay duduk dengan penuh semangat di seberang Nijar, matanya berbinar penuh antusias.

Jay: "Di rumah ini, tidak ada yang bisa mengalahkanku selain Ayah. Aku jadi bosan. Tapi hari ini beda!"

Ia menatap Nijar penuh percaya diri.

Jay: "Aku bermain dengan si nomor satu! Permainan ini pasti akan menarik!"

Nijar hanya tersenyum tipis. Catur memang permainan strategi, tapi bagi Nijar, ini lebih dari sekadar permainan.

Permainan pun dimulai.

Jay membuka permainan dengan agresif, menggunakan strategi yang jelas telah ia kuasai. Namun, Nijar tetap santai. Sambil menggerakkan bidak-bidaknya, ia terus bertanya kepada Jay tentang berbagai hal.

Nijar: "Jay, soal-soal ujian kemarin menurutmu sulit nggak?"

Jay yang sedang fokus menatap papan catur menjawab dengan polos.

Jay: "Sulit banget! Apalagi 20 soal terakhir! Aku bahkan tidak mengerti separuhnya!"

Nijar mengangguk pelan, lalu memindahkan kudanya ke posisi strategis.

Nijar: "Tapi katanya, kalau dibandingkan dengan ujian tahun-tahun sebelumnya, tingkat kesulitannya meningkat drastis, ya?"

Jay mengangguk cepat.

Jay: "Iya, Ayah juga bilang begitu! Tapi aku nggak tahu kenapa mereka buat sesulit itu. Yang jelas, kalau tidak ada kamu, aku bisa jadi nomor empat!"

Jay tertawa santai sambil mengambil kue dari piring di sebelahnya. Nijar tetap diam, tapi dalam hati mulai memproses informasi ini.

"Berarti darius memang tahu soal ini. Tapi dia tidak mau mengatakannya saat kita berbicara di toko."

Sementara itu, permainan catur terus berlanjut. Nijar masih tenang, tapi tanpa ia sadari, Jay mulai menekan posisinya.

Jay: "Nijar, gimana sih caranya kamu bisa menjawab semua soal dengan benar? Aku serius, aku pengen tahu."

Nijar tetap tenang, memindahkan menterinya untuk mengamankan posisi.

Nijar: "Hanya keberuntungan."

Jay mengangkat alis, matanya berbinar jahil.

Jay: "Masa sih? Kalau cuma keberuntungan, kenapa bisa semua benar? Aku kan juga beruntung, tapi tetap saja ada yang salah!"

Nijar terdiam sejenak. Jay terus menatapnya dengan ekspresi polos, tapi di balik itu, pertanyaannya mulai terasa seperti serangan tak langsung.

"Dia ini benar-benar polos atau…?" Nijar mulai mempertanyakan sesuatu.

Saat Nijar sedang berpikir, Jay tiba-tiba tersenyum lebar dan menggerakkan bentengnya.

Jay: "Skak!"

Nijar tersentak. Tanpa sadar, ia hampir kalah.

"Sial… terlalu fokus pada percakapan, aku malah terjebak dalam permainannya."

Dengan cepat, Nijar kembali fokus pada papan catur. Jay mungkin terlihat ceroboh, tapi strateginya tak bisa diremehkan. Dan bukan hanya di papan catur—Jay juga berhasil membuat Nijar terpojok dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Jay menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Nijar sambil tersenyum puas.

Jay: "Kamu keren banget, Nijar. Tapi aneh, ya. Anak sekecil kita bisa jawab soal sekelas jenderal perang. Kayaknya hanya raja yang ngerti kenapa soal itu dibuat."

"Raja lagi?" Nijar menahan napas sejenak.

Jay: "Menurutmu siapa yang bikin soal itu?"

Pertanyaan itu membuat Nijar berhenti sejenak. Jika ia menjawab sembarangan, Jay mungkin akan semakin curiga.

Namun, ia tetap harus menang dalam dua permainan ini—catur dan percakapan.

Akhirnya, ia tersenyum kecil dan menjawab.

Nijar: "Siapa pun yang membuatnya, dia pasti orang yang sangat pintar."

Jay menatapnya sebentar, lalu tertawa lepas.

Jay: "Haha! Kamu ini memang misterius, ya! Aku nggak ngerti, tapi aku suka caramu menjawab!"

Setelah beberapa langkah lagi, Nijar berhasil membalikkan keadaan dan menempatkan raja Jay dalam posisi skakmat.

Nijar: "Skakmat."

Jay menatap papan catur dengan mata membelalak, lalu terdiam sejenak sebelum meledak dalam tawa keras.

Jay: "Hahaha! Aku kalah! Yah, si nomor satu tetap nomor satu!"

Jay menjatuhkan tubuhnya ke kursi, mengangkat tangan menyerah.

Jay: "Tapi Nijar, lain kali aku pasti menang!"

Nijar hanya tersenyum tipis. Jay ini memang periang dan polos, tapi ada sesuatu tentang dirinya yang harus Nijar perhatikan lebih dalam.

"Anak viscount ini… dia sekadar anak biasa, atau ada sesuatu di balik kepolosannya?"

Sementara itu, Darius yang memperhatikan mereka dari kejauhan hanya bisa tersenyum tipis.

"Menarik... sangat menarik."

.

1
Rosita Rose
seru nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!