Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.
Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11 Bulbul masuk sekolah
Hari selasa pagi, jam baru saja menunjukan pukul 6. Dikediaman keluarga Aldan. Tidak biasanya Bulbul, anak itu sudah bangun, dan kini telah beranjak dari kasur kesayangannya. Untuk pagi ini Bulbul, anak bungsu dari pasangan Winda dan Aldan itu, dengan semangat yang berkobar ia menghampiri kamar kedua orangtuanya. Gadis itu masih mengingat perkataan Aldan waktu kemarin, yang akan memasukannya sekolah.
Meskipun Memang pada dasarnya memori pada anak usia 3-4 tahun masih terbilang begitu rendah. Berbeda dengan daya ingat anak usia 7-10 tahun, mereka sudah bisa memproses memori dalam jangka panjang. Tetapi, jika keinginan dalam diri seorang anak itu sudah benar-benar yakin menginginkannya, hal itu pasti akan terus teringat, melekat di otak mereka walaupun usianya masih balita.
Aldan, pria itu sudah menyelesaikan ritual paginya. Yakni, membersihkan badannya, tentunya, agar nanti langsung berangkat ke kantor. Namun, baru saja keluar dari kamar mandi, di kasur yang sudah ia bereskan sebelumnya tadi. Sudah di suguhi Bulbul, anaknya itu tengah berbaring di sana dengan kaki yang di pental-pentalkan ke kasur berbusa itu. Seketika mendengar suara pintu kamar mandi itu terbuka, Bulbul, membenarkan posisi badannya menjadi duduk. Senyuman terbit menghiasi bibir tipis, merah jambu gadis itu, menatap sang Ayah.
Aldan menatap heran anaknya itu, dan berjalan terlebih dahulu menyimpan handuk yang ia gunakan tadi.
"Tumben Bul, ngapain di kamar Papa?" tanya Aldan membuka suaranya.
Bulbul beranjak menuruni kasur tersebut yang lumayan tinggi baginya. Berjalan menghampiri Aldan.
"Papa, yuk cekulah Bulbul pen cekulah," kata Bulbul, tangan kecilnya terulur menarik tangan besar Aldan.
Terlihat dari ekspresi wajah Aldan, heran, mendengar perkataan yang di lontarkan tiba-tiba anaknya itu. "Kamu ngelindur yah, Bul?" celetuk Aldan sedikit membungkukan badannya meneliti setiap inci wajah anaknya itu. "Iya, kayanya kamu ngelindur. Yuk Papa anter bobok lagi." sambung Aldan hendak menggendong tubuh anaknya itu.
Bulbul menggaruk kepalanya, menatap Aldan bingung. Dan menolak Aldan yang ingin menggendongnya. "Nyelindup apa, Papa?"
Aldan sekarang memposisikan badannya menjadi berjongkong, tangannya terulur menyentuh pipi Bulbul. Menarik pipi anaknya itu agar mendekat kemudian menggigitnya.
Bulbul seketika memekik setelah apa yang dilakukan Aldan. "AAAWWW! MAMA, ATIT!"
Aldan sedikit terperanjat kaget mendengarnya. Namun, setelahnya terkekeh dan menggaruk tengkuknya yang terasa gatal. "Ternyata kamu gak ngelindur."
Bulbul memegangi pipinya yang tersa lumayan nyeri, menatap Aldan dengan mata yang sudah berkaca-kaca dan tak lupa bibir gadis kecil itu mencebik. "Papa, atit!"
Aldan terkekeh kembali, tangannya terulur mengangkat tubuh anaknya itu. "Iya, maaf, Papa kira kamu ngelindur." ujarnya dan mengecup pipi Bulbul yang tadi ia gigit.
Bulbul terisak pelan, "Papa jahat! Atit! MAMA!" ujar Bulbul, memekikan kata terakhir.
"Eh ... iya, iya, maaf, Papa sengaja, gemes sih," sahut Aldan diiringi kekehan.
Kenzo yang kebetulan menempati kamar tepat di sebelah kamar Bulbul yang saling berhadapan dengan kamar kedua orangtuanya. Keluar, berjalan melewati kamar Aldan yang terbuka lebar. Namun, seketika terhenti melihat Aldan tengah menggendong Adiknya.
Kenzo mendekat, menyandarkan tubuhnya pada pilar pintu kamar orangtuanya itu, bersedekap dada dengan handuk yang menggantung di lehernya.
Awalnya pas baru pertama sesosok Bulbul hadir, terselip rasa iri menyelimuti hatinya, jika melihat kedua orangtua lebih memploritaskan adiknya dari pada dirinya. Tapi, tak apa, ia sadar, ia sekarang sudah bangkotan. Tidak mungkin, kan Aldan ataupun Winda memperlakukannya sama seperti Bulbul sekarang.
"Kenapa sih Pah, masih pagi juga?" tanya Kenzo melihat Bulbul sedikit tersendu.
Aldan menatap kenzo. "Gak papa."
Bulbul mendongak melihat kearah Kenzo. Turun dari kendongan Aldan, dan berjalan menghampiri Kenzo. "Abang atit!" adunya pada Kenzo.
Tangan kenzo terulur menyentuh pipi gembil Bulbul. "Kenapa sih?"
"Papa, gigit Bulbul. Abang, atit!"
Kenzo berdecak pelan. "Nanti aduin aja sama Mama yah, biar Papa dimarahin. Sekalian biar gak di kasih jatah!" ujar Kenzo dan menyeringai sambil membisikan kalimat terakhirnya.
Bulbul terdiam sesaat mencerna perkataan terakhir Kenzo.
"Ngerti gak Bul?"
Bulbul mengerucutkan bibirnya, dan mengangguk saja. "Iya, Abang."
"Cakep." akhir Kenzo dan berbalik badan berjalan pergi meninggalkan area kamar Aldan sambil menggaruk-garuk pantatnya.
"Heh, kamu mau kemana?" tanya Aldan yang masih berdiri belakang sana. Memberhentikan langkah Kenzo yang belum sepenuhnya hilang dari pandangannya.
Kenzo kembali membalikan badannya. "Ke dapur."
"Ngapain. Bukannya mandi sana."
"Iya, ini juga mau mandi."
Aldan berdecak, "Ck! Kalo mau mandi ngapain kedapur, di kamar kamu juga, kan ada!"
"Iye, Jojo mau masak aer panas dulu Papa!"
"Buat apa?" tanya Aldan menatap heran anaknya itu.
Kenzo mengela napasnya kesal. "Mandi, Pah, dingin kalo gak pake air anget."
Aldan menatap jengkel anaknya itu. "Di kamar mandi, kan juga ada air panasnya, tinggal gunain itu!"
"Elah, ribet Pah, Jojo gak bisa makenya," sahut Kenzo dan kembali melanjutkan langkahnya sambil kembali menggaruk pantanya yang terasa gatal.
Aldan menghela napasnya kasar. "Kampungan. Anak siapa sih dia!"
Mobil putih milik Aldan berhenti tepat di depan gerbang TK Permata Hati. Winda turun terlebih dahulu, lalu setelahnya membantu Bulbul dengan menuntun tangan anak itu untuk segera turun.
Ketiganya berjalan masuk. Pertama, mereka harus mencari terlebih dahulu ruangan guru yang akan menjadi guru Bulbul nantinya.
Setelah menemukan ruangan salah satu guru TK disini, dan berbincang-bincang terlebih dahulu dengan Bu Lisa di ruangan khusus, keempatnya akhirnya keluar dari ruangan itu.
"Makasih Bu Lisa, saya nitip Bulan, selama Bulan ada di sini." ucap Winda sambil mengelus sambut Bulbul yang di kuncir dua itu.
"Iya sama-sam Bu, selama Bulan menjadi murid di sekolah ini tentunya itu tanggung jawab saya selaku guru disini." sahut Bu Lisa diiringi senyumannya, dan tangannya terulur menyelus singkat Bulbul yang setia menikmati sakotak susu yang memang sengaja di bawa untuk bekalnya.
Winda beralih menatap Bulbul, membungkukan badannya. "Mbul, baik-baik jangan nakal, nurut sama perintah Bu gurunya. Dan inget Bulbul jangan cengeng, yah?"
Bulbul mengangguk, bibirnya masih menggantung di sedotan susu kotaknya.
"Nanti kalo udah waktunya pulang. Mama jemput Bulbul lagi," sambung Winda.
Winda kembali menegakan tubuhnya. "Kalo gitu kami permisi yah, Bu Lisa, sekali lagi saya nitip Bulan, kalo ada apa-apa, Ibu bisa langsung kontak saya," ujar Winda sambil memeragakan orang yang sedang menelpon.
Bu Lisa hanya tersenyum dan mengangguk. Dan menatap kepergian Aldan dan Winda yang sudah berjalan di hadapan sana sampai menghilang dari pandangannya.
Bu Lisa menatap Bulbul. "Yuk Nak, kita ketemu sama teman-teman yang lain di kelas. Bulan, mau gak?"
Bulbul tersenyum dan mengangguk antusias.
Akhirnya mereka berdua berjalan menuju kelas dengan Bu Lisa menuntun tangan Bulbul.
"Anak-anak, Ibu minta kalian duduk di bangku masing-masih, yah," ujar Bu Lisa mengintruksi.
Dengan grusak-grusuk semua anak-anak itu menempati posisi duduk masing-masing.
"Bagus," ujar Bu Lisa. Setelah merasa semuanya sudah tertib.
"Nah, anak-anak semua, Ibu bawa teman baru buat kalian ... Bulan, baru aja masuk hari ini. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengan Bulan, yah," jelas Bu Lisa. Menatap anak muridnya.
"Ngerti?" tanya Lisa merasa tidak ada satu pun yang menyahuti.
"IYA BU!" sahut mereka serempak.
Bu Lisa mentap Bulbul, yang masih asik menikmati susu kotaknya. "Bulan, sekarang Bulan perkenalan dulu Nak."
Bulbul mengadah menatap terlebih dahulu Bu Lisa.
Bu Lisa mengangguk. "Silahkan, Nak, mulai."
Bulbul melihat ke depan, bola matanya bergerak melihat orang-orang yang berada di ruangan itu. Seketika senyumnya terbit saat matanya melihat di jajaran kedua, sohibnya Eful ada di sini.
Bulbul terlebih dahulu menyerahkan susu kotaknya pada Bu Lisa dan melambaikan tangannya ke arah Eful.
Sementara Bu Lisa hanya menghela napasnya pelan.
"Halo, Eful!" sapa Bulbul tersenyum girang pada Eful.
"Perkenalan nama, Nak," Bu Lisa kembali berujar memberitahu anak murid barunya itu.
Bulbul mengerucutkan bibirnya. "Iya Bu. Nama Bulbul, Bulan Anecka Anindila. Olang-olang biaca manggilnya, Bulbul."
"Bulbul juga temennya ci Eful, kita cuka main belang kalo di lumah. Iya kan Pul?" tutur Bulbul menjelaskan, sambil bertanya pada Eful.
Eful mengangguk dan tersenyum. "IYA, BUL!" sahutnya setengah berteriak.
"HALLO, BULBUL," sapa seorang anak cowok tiba-tiba yang duduk di bangku jajaran ketiga. Tersenyum menampilkan giginya yang ompong.
Bulbul mengerucutkan bibirnya sedikit tidak suka, dengan anak cowok ompong dan badan yang berisi itu.
"Ya udah, sekarang Bulan boleh duduk dibangku yang kosong, yah," suruh guru itu.
Sebelum menuju bangkunya, Bulbul terlebih dahulu mengambil lagi susu kotaknya dari tangan Bu Lisa, dan setelahnya berjalan menghampiri bangku yang kosong.
Di sepanjang jalan menuju bangkunya, Bulbul menatap sinis anak yang tadi sempat menyapanya.
"Dasal endut!" cetekutnya, menatap sinis pada anak tadi yang duduk tepat di sebelahnya. Bulbul segera duduk dengan sedikit kasar dan mengerucutkan bibirnya kesal. Entah apa yang membuat gadis itu kesal.