Wanita introvert itu akhirnya berani jatuh cinta, namun takut terlalu jauh dan memilih untuk berdiam, berdamai bahwa pada akhirnya semuanya bukan berakhir harus memiliki. cukup sekedar menganggumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NRmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka hadir kembali
"Mba ihhhh... Godain aku mulu." Kata Laura dengan muka cemberut. Melihat ekspresi majikannya, mba Ayem dan mba Ika pun tertawa.
Sepertinya, angin pun paham. Cuaca juga mengerti. Bahwa salah satu penikmatnya, kini sedang merasa bahagia. Rasanya semua yang telah terjadi beberapa hari terakhir, membawa suasana yang hangat dalam hati Laura.
Duka bersembunyi tenang. Goresan terobati dengan benar. Tangis yang ada kini hilang. Lara yang di pendam kini terbang. Entah darimana rasa itu, setidaknya memberi Laura sedikit bernafas lega menghilang dari rasa kesepiannya.
"Semoga kesepian yang menghilang pergi, tidak lagi kembali di hati ini." Batin Laura berharap setelah melihat tawa puas dari ke dua mbanya yang selalu menemani dirinya selama ini.
**********
"Ra, Din, kami boleh gabung di sini?" Tanya Emil mengangetkan Laura dan Dinda yang sedang makan di Kantin.
"Eh, iya boleh! Silahkan!" Jawab Dinda. Emil pun duduk di hadapan Laura, di ikuti Arya yang inisiatif duduk di sebelahnya, berhadapan dengan Dinda.
"Ra, gak pesan makan atau minum?" Tanya Arya melihat Laura hanya duduk memainkan handphonenya sedangkan sahabatnya, Dinda, sedang menikmati makanannya. Dinda, Laura dan Emil sontak melihat ke arah Arya.
"Aku puasa, Arya. Aku cuma nemenin Dinda aja di sini!" Jawab Laura tersenyum.
"Aku dan Emil ikutan makan di depan kamu gak apa-apa, kan?" Tanya Arya lagi.
"Iya, gak apa-apa." Laura kemudian lanjut bermain handphone. Sedangkan Emil dan Dinda, masih menatap Arya penuh dengan tanda tanya.
"Udah, Din! Lanjut lagi makannya! Jangan liatin aku mulu! Ntar naksir lagi." Kata Arya menggoda Dinda. Mata Dinda tiba-tiba melotot. Emil ikut tertawa mengalihkan isi pikirannya. Sedangkan Laura, hanya tersenyum tipis tanpa menoleh.
"Gak lah! Ngapain juga suka sama kamu!" Ujar Dinda membantah.
"Hati-hati, Din! Nanti kemakan omongan sendiri." Kata Emil ikut menggoda Dinda.
"Aku udah suka sama orang lain, jadi gak mungkin suka sama kalian berdua!" Jawab Dinda. Ia pun lanjut menikmati makanannya. Arya dan Emil hanya tertawa kecil melihat ekspresi Dinda.
Setelah beberapa menit, pesanan Arya dan Emil tiba. Mereka pun lekas menghabiskannya, mengingat waktu istirahat hampir berakhir.
Mereka berempat fokus dengan kegiatan masing-masing. Menikmati setiap pikiran-pikiran yang terbentuk dari sunyinya suasana di antara mereka. Membuat mereka tersadar, hanya dari kerasnya bel sekolah. Yang mengharuskan mereka berhenti dengan aktivitas di sana dan kembali ke kelas.
**********
Hujan turun deras menutupi air mata yang ikut mengalir. Memberikan kesempatan kepada sang pemilik, untuk meluapkan segala sakit di relung hati. Luka gores yang kini menjadi luka bakar.
Jalanan berlobang tertutup dengan genangan air yang terbentuk. Bahagia yang sudah datang, kini terhempas, karena sakit yang melebihi ekspektasi.
Halte yang selalu ramai pengunjung, malam ini hanya terlihat seseorang di sana. Seakan alam memberinya ruang untuk menumpahkan segala amarah dihatinya.
Laura. Ia duduk termenung dengan air mata yang terus mengalir, menatap ke arah jalanan yang masih ramai dengan pengendara yang menerobos derasnya hujan.
Tanpa ia sadari, ada seseorang yang berjalan ke arahnya. Memerhatikan dirinya sedari tadi dari kejauhan.
"Kamu gak apa-apa, Ra?" Tanya orang itu duduk di sebelah gadis berhijab panjang dengan air mata yang membasahi pipi mungilnya.
Laura masih menatap lurus ke depan dengan pikiran-pikiran yang masih mengotori kepalanya. Namun, telinganya tetap mendengar pertanyaan itu. Mengenali siapa sosok itu. Arya. Hanya saja, kali ini pikirannya jauh memenuhi seluruh ruang di otaknya.
"Kamu kalau ada apa-apa, boleh kok cerita!" Kata Arya lagi.
Laura kemudian menengok ke arah Arya dengan mata sendu dan penuh luka. Lalu memalingkan lagi wajahnya tanpa berbicara sedikitpun.
"Yaudah, kamu nangis aja! Sampai kamu puas. Aku akan temani kamu di sini sampai kamu berhenti! Biar gak ada yang ganggu kamu dan kamu gak merasa sendirian." Ucap Arya.
Arya menatap wajah Laura yang teduh namun sendu. Rasanya ingin memaksa gadis ini mengungkapkan segala isi hatinya. Tangannya seperti ingin menghapus air yang tidak kunjung berhenti dari kelopak mata indah itu.
Beberapa waktu kemudian, Laura kembali menatap Arya. Menghapus air matanya, menarik nafas, lalu tersenyum ke arah Aya.
"Makasih ya! Udah temenin aku di sini. Maaf, kamu ngeliat aku dengan wajah aku yang konyol ini." Kata Laura pelan.
"Gak apa-apa! Kita semua manusia. Punya rasa sedih dan luka. Wajar aja kalau nangis. Kalau kamu mau cerita juga boleh. Mungkin bisa sedikit menghilangkan beban kamu." Balas Arya.
"Maaf. Aku gak bisa cerita. Ini masalah keluarga, Ya!" Kata Laura lirih dan menatap kembali ke jalanan di depannya. Hujan ikut mereda, melihat Laura sudah mulai merasa tenang.
"Oke, kalau kamu gak mau cerita. Yang penting sekarang kamu baik-baik saja." Kata Arya.
"Sekali lagi, terima kasih Arya! Aku pamit duluan. Udah larut malam. Takutnya, mba di rumah aku nunggu kelamaan." Kata Laura melihat ke arah jam tangan miliknya yang telah basa, lalu tersenyum ke arah Arya. Ia berdiri dan meninggalkan Arya di tempat itu.
Dari kejauhan, ada seseorang yang ternyata ikut memperhatikan Laura, kedatangan Arya hingga Laura yang meninggalkan Arya di sana. Ia ingin menghampiri Laura sebelum Arya. Namun, rasa takut dan bingung menghentikan keinginannya. Ia hanya mampu memperhatikannya dari kejauhan.
"Maafkan aku yang tidak memiliki keberanian, Ra! Aku berharap kamu baik-baik saja sekarang. Walaupun bukan aku yang akan membuat kamu baik." Kata orang itu yang tidak lain adalah Emil.
Laura memasukki rumah besarnya. Kedua mbanya terlihat sedang duduk khawatir di ruang tamu menunggu Laura.
"Mba." Panggil Laura dari arah pintu.
"Ya Allah! Neng!" Jawab mba Ayem yang berlari ke arah Laura. Di ikuti mba Ika.
"Neng dari mana? Ya Allah basah kuyup begini. Tunggu di sini, neng!" Tanya mba Ika kemudian berlari ke arah kamar Laura.
"Neng, kalau ada masalah cerita sama mba ya!" Peluk mba Ayem memberi kehangatan kepada Laura. Ia menyadari, Laura telah bertarung melawan lukanya dan menangis di luar.
Mba Ika berlari kembali ke arah Laura dengan membawa handuk. Memakaikan ke tubuh Laura.
"Neng, masuk mandi dulu terus ganti pakaian ya! Mba panasin makanan buat neg dulu!" Kata mba Ayem lembut. Memberi kode kepada mba Ika untuk menemani Laura.
"Ayo neng! Mba temenin." Kata mba Ika merangkul Laura dan menuntun ke arah kamar Laura.
"Neng, mau mba bantuin mandi?" Tanya mba Ika pelan.
"Gak usah mba. Kayak anak kecil aja aku." Jawab Laura lirih.
"Yaudah, mba tinggal ya. Kalau neng perlu apa-apa panggil mba Ika aja." Kata mba Ika.
"Iya, mba! Makasih ya!" Kata Laura lagi.
Mba Ika pun meninggalkan Laura. Laura duduk termenung sebentar di kursi yang ada di depan meja riasnya, sebelum akhirnya berdiri untuk membersihkan dirinya di kamar mandi.
.
.
.
Bersambung...
Baguus yaa diksinya banyaak bangeet 😍