Aku Tidak Mandul, Bu!

Aisyah mencoba menarik napas panjang, menahan gejolak di hatinya. Ucapan mertuanya begitu menyakitkan, tetapi ia tidak ingin terpancing emosi. Dalam diam, ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mencari jawaban, bukan hanya menerima tuduhan tanpa bukti.

Malam itu, setelah semua kejadian yang menguras pikiran dan hatinya. aisyah kini sudah pulang kerumah nya, Aisyah duduk di tepi ranjang, menatap Farhan yang masih sibuk dengan ponselnya. Hatinya masih terasa berat, tetapi ia tahu, ia harus bicara.

"Farhan, aku ingin kita periksa ke dokter," ucapnya pelan.

Farhan menghentikan aktivitasnya, menatap istrinya dengan alis berkerut. "Periksa? Maksudmu?"

Aisyah menggenggam tangannya sendiri, berusaha menguatkan diri. "Sudah lima tahun kita menikah, tapi belum juga punya anak. Aku ingin tahu… apakah ada masalah dengan kesehatanku. Atau mungkin dengan kita berdua."

Farhan terdiam sejenak. Ia mengusap wajahnya, lalu beralih menatap Aisyah. "Aisyah, kita sudah berusaha. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani karena omongan orang lain."

"Tapi aku ingin tahu, mas. Aku tidak ingin terus disalahkan tanpa kepastian. Jika memang ada masalah, kita bisa mencari solusinya bersama," kata Aisyah dengan nada penuh harap.

Farhan menatap istrinya lama. Ada sesuatu dalam sorot mata Aisyah yang membuat hatinya tersentuh. kali ini, Ia tahu, istrinya sudah cukup lelah menghadapi ibunya. Ia tahu Aisyah ingin berjuang untuk pernikahan mereka.

Akhirnya, ia menghela napas dan mengangguk. "Baiklah. Kita akan periksa bersama."

Mata Aisyah sedikit berkaca-kaca tak menyangka, tetapi kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena harapan. Ia menggenggam tangan Farhan erat, merasa sedikit lega bahwa suaminya masih ada di sisinya, memilih untuk tetap bersamanya.

Namun, di balik keputusan ini, Aisyah tidak menyadari bahwa akan ada kenyataan lain yang menunggu mereka. kenyataan yang entah bahagia atau kesedihan yang disertai air mata. aisyah hanya berharap hidup nya akan bahagia, dia Terima semua cobaan yang Tuhan beri, namun apakah ia bisa menghadapi cobaan ini.

Di malam yang hening, Aisyah dan Farhan duduk berdampingan di tempat tidur mereka. Aisyah menatap Farhan dengan ragu, takut kalau suaminya berubah pikiran atau bahkan merasa tersinggung dengan usulan ini. aisyah takut farhan akan marah atau sakit hati atas tindakan yang dia pilih ini.

"Mas kita benar-benar akan pergi periksa, kan?" tanya Aisyah dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

Farhan mengangguk tersenyum pelan, menatap istrinya dengan lembut. "Iya, Sayang. Aku janji. Kita akan hadapi ini bersama, apa pun hasilnya."

Aisyah menggenggam tangan Farhan erat, seolah ingin memastikan kalau suaminya tidak akan pergi ke mana-mana. "Terima kasih, Mas. Aku cuma ingin tahu, bukan karena aku terpengaruh omongan orang lain. Aku hanya ingin kepastian. bukan bermaksud meragukanmu"

Farhan mengusap punggung tangannya. "Aku tahu, Aisyah. Aku juga ingin tahu. Dan apa pun hasilnya nanti, aku ingin kamu ingat satu hal, aku menikahi kamu karena aku mencintaimu, bukan hanya karena ingin punya anak."

Aisyah tersenyum tipis, meski hatinya masih sedikit khawatir. "Terima kasih, mas. Aku benar-benar butuh dukunganmu."

Farhan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan, mencium puncak kepalanya dengan lembut. "Kamu selalu punya dukunganku, Sayang."

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain. Namun, di sisi lain, mertuanya ternyata tidak tinggal diam.