Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 9 Mobil Dengan Sejuta Kenangan
Waktu masih menunjukkan pukul 20.00 malam, seharusnya, masih panjang waktu untuk Barra berada di pesta tersebut, akan tetapi Barra seolah tidak peduli akan hal itu.
Dalam perjalanan pulang, Launa semakin menunjukkan keanehan hingga membuat Bara curiga dan menghubungi Darius segera. Tak berselang lima menit, Darius kembali menghubunginya dengan membawa informasi mencengangkan dari bartender cafe.
“Bar, salah satu artis wanitamu membayar bartender sialan ini untuk mengantarkan minuman yang sudah dicampur obat ke minuman Launa.” Ucap Darius hingga Barra pun memekik.
“Apa?”
“Bartender itu memberikan botol obat perang*ang yang ditinggalkan wanita itu di mejanya.”
“Siapa wanita itu Dar?” Desak Barra nampak tak sabar. Pasalnya, wanita yang Darius maksud adalah salah satu artis yang ia percayakan untuk ikut bermain di project yang mereka rencanakan itu.
“Pria ini masih belum mengaku karena wanita itu sudah memberinya uang tutup mulut.”
“Berikan sepuluh kali lipat untuk dia mengakuinya.” Titah Barra tanpa merasa rugi andai harus merogoh kocek dalam-dalam demi untuk mengungkap pengkhianat yang berada di sekitarnya, dan untuk mencari keadilan untuk Jovita. Bukan hanya untuk Jovita, nyatanya Barra juga ingin menuntut keadilan untuk Launa, gadis yang kini tengah terkena imbasnya.
Usai berbicara dengan Darius, Barra pun semakin melajukan mobilnya. Di tengah perjalanan, lagi-lagi Barra dibuat terkejut atas tindakan Launa. Tiba-tiba, wanita itu mencengkram pergelangan tangannya dan menatap Barra dengan tatapan berbeda.
“Kenapa?” Tanya Barra tampak was-was.
“Tolong aku.” Ucap Launa dengan bibir bergetar.
“Sabar, aku akan mengantarmu pulang_”
“Jangan pulang. Aku ingin kamu menolongnya di sini.” Pintah Launa lalu kemudian melepaskan jas yang membalut tubuhnya dan hendak menurunkan dress yang ia kenakan.
“Launa sabarlah sebentar.”
“Gerah, gerah sekali pak.” Keluh Launa yang terlihat semakin gelisah.
“Sabarlah sedikit lagi.”
“Aku tidak bisa menahannya.” Timpal Launa hingga Barra menelan salivanya yang terasa pekat. Melihat itu, Barra menahan tangan Launa agar tidak semakin lancang, lalu menghidupkan AC sekencang-kencangnya agar wanita itu tidak kegerahan.
Semakin lama, obat perang*ang itu semakin nyata efeknya di tubuh Launa. Launa yang saat itu tengah berada di bawah pengaruh obat perlahan mendekat ke arah Barra. Seakan AC mobil Barra tidak mempan sama sekali.
“Kamu mau apa?” Tanya Barra persis korban peleceh*n.
Tanpa menjawab, Launa merabah dada bidang Barra dan menciumi lehernya hingga Barra hampir kehilangan fokus. Pria itu cukup kesulitan menahan tangan nakal Launa karena sedang menyetir, namun Launa semakin gencar kalah Barra tampak lengah.
“Tolong jangan lakukan ini Launa! Tolong sadarlah!”
Seakan peringatan Barra tidak ada pengaruhnya, Launa justru semakin lancang menurunkan tangannya sampai di bawah perut Barra. Panik asetnya akan segera ternoda, dengan sigap Barra menahan pergelangan tangan wanita itu namun tak munafik, dia juga kegelian saat Launa mengigit kecil telinganya.
Karena jarak ke rumahnya masih cukup jauh, Barra pun terpaksa menepikan mobilnya dengan niat ingin menyadarkan Launa.
“Kau tunggu lah di sini, aku akan mengambil air untuk menciprati wajahmu biar kau sadar.” Ucap Barra namun Launa segera menahan pergelangan tangan Barra seraya memandanginya dengan tatapan sayu.
Tak hanya menarik tangan Barra, Launa tanpa malu menci*m bib*r Barra hingga membuat mata Barra membulat sempurna dan berusaha melepas tautan bib*r mereka.
“Launa sadarlah!” Sentak Barra sembari mengguncang kedua pundak Launa.
Namun Launa tak mengindahkannya, dengan gaya nakal, ia duduk di pangkuan Barra dan menci*mi pria itu penuh naf*u.
“Tolong selamatkan aku, aku benar-benar tersiksa menahan gejolak ini.” Bisik Launa sembari terus menci*mi leher Barra.
Susah payah ia menjernihkan pikirannya namun sulit. Launa sudah berusaha menyeruak demi membentengi dirinya, namun mustahil karena naf*u dalam dirinya terus memberontak menuntut penuntasan dari Launa.
Bagaimana tidak? Menurut kabar dari Darius, obat yang mereka campurkan terlalu banyak, bahkan hingga lima tetes.
“Tolong kendalikan pikiranmu.” Ucap Barra seraya berusaha melepaskan tangan Launa yang melingkar di lehernya.
“Aku sudah mencoba, tapi sulit.” Lirih Launa lalu kemudian melum*t bib*r pria itu.
Sebagai lelaki normal, jiwa kelelakian Barra akhirnya keluar juga. Alhasil, ia membiarkan lid*h Launa berkelana menguasai mul*tnya. Ia pun membiarkan Launa bertindak atas tubuhnya sesuka hati tanpa berusaha menepis. Iman Barra tergoyahkan, bagaimana tidak? Lawan mainnya ini adalah seorang artis dengan beribu pesona. Ditambah lagi, Launa mirip mantan kekasihnya yang dulu. Hal itulah yang membuat pertahanannya semakin luntur karena dibayang-bayangi wajah Amelia yang begitu mirip dengannya. Namun meski pun begitu, Barra melakukannya secara sadar tanpa halusinasi sedikit pun.
Barra tidak membayangkan kekasihnya, ia sadar sesadar-sadarnya bahwa wanita yang menyodorkan kenikmatan untuknya ini adalah Launa.
Masih dalam keadaan bib*r yang bertautan, Barra menekan tombol di sisi kiri kursi mobilnya, hingga sandaran kursi Launa roboh ke belakang membentuk tempat tidur.
Dengan lahap Barra mulai menc*umi area leher Launa hingga membuat wanita itu terpejam menikmati sentuhan lid*h Barra.
Launa yang semakin tak terkendalikan mendorong tubuh Barra dan balas menekan tombol di sebelah kursi Barra hingga pria itu terbaring. Posisi Launa yang tadinya di bawah, kini berganti menjadi di atas. Wanita itu kembali menci*mi leher Barra sampai ke dada bidang pria itu dan sengaja meninggalkan bercak merah di sana.
Seakan sudah lihai sekali, Launa menarik kerah kemeja Barra hingga posisi mereka jadi terduduk. Dengan Launa yang kembali berpangku di atas paha Barra, ia kembali memulai aksinya dengan melum*t bib*r Barra tanpa ampun. Barra membuka ikatan rambut Launa hingga rambutnya tergerai dan semakin membuat Launa terlihat menggoda.
Dengan tangan yang kembali liar, Launa membuka kancing kemeja Barra seolah tampak tak sabar. Begitu pun dengan Barra, seakan tak mau kalah, ia ikut merobek dress Launa yang memang sudah robek itu menjadi semakin robek dan membuangnya ke sembarang arah.
Launa kembali menci*mi dada bidang Barra dengan begitu liarnya hingga Barra jadi tak terkendali. Terlebih saat tubuh indah Launa terpampang nyata di depan matanya. Begitu putih dan mulus, ditambah benda sintal Launa yang lumayan berisi membuat Barra tak sabar ingin melum*tnya.
Buru-buru Barra melum*t habis benda sintal itu dengan rakus dan meninggalkan tanda kepemilikan di sana. Launa mulai mendes*h dan menjambak pelan rambut Barra namun pria itu menghentikkan aksinya sejenak sembari menatap lekat Launa yang mulai terlihat berantakan.
“Kamu yakin akan memberikannya padaku?” Tanya Barra yang hanya ditanggapi anggukkan oleh Launa. Begitu mendapat lampu hijau dari sang pemilik tubuh jenjang itu, Barra kembali melanjutkan aksinya. Tak sedikit pun Barra melewatkan setiap inci tubuh Launa, mulai dari dada, turun ke perut hingga terus ke bawah perut.
Aksi Barra yang bergerilya di bawah perutnya membuat Launa kian meracau akibat sentuhan lid*h di bendah lunak nan sensitifnya itu.
Alhasil, mereka melakukannya di dalam mobil. Karena naf*u yang tak terbendung, Barra seakan tak peduli mobilnya menjadi pusat perhatian orang karena bergoyang dengan begitu kencangnya.
Sebaliknya, tanpa Launa sadari, ia sudah merelakan mahkotanya untuk pria yang baru ia kenali.
sorry tak skip..