Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Bismillah mulai update lagi, hihi... 😅setelah sekian lama bok can mengumpulkan ide akhirnya otak pun cair, dan jarinya udah gatal pengen jalan sendiri... 😆
...****************...
“Mbak balik kapan sih...? Aku tuh udah kangen tau, nggak ada yang masakin nasi goreng, nggak ada yang nyetrikain baju, sampai-sampai kemarin Aku tuh kebingungan nyari baju warna putih gara-gara nggak ada Mbak Naila...” Neng Aufa sengaja mengatakan seakan-akan dirinya yang membutuhkan Naila, padahal sebenarnya Dia sedang menyindir Gus An.
“InsyaAllah secepatnya Neng... ”
“Yaudah Mbak, jangan capek-capek biar bisa cepet balik ya...” ucap Neng Aufa dengan tersenyum sambil melirik Gus An. Naila curiga seperti ada sesuatu yang di sembunyikan mereka berdua.
“Yaudah Mas ayo kesana, Aku mau beli jajan yang banyak mumpung ada yang nraktir...”
“Kamu ya... ” Gus An mencubit hidung Neng Aufa dengan gemas. Adik satu-satunya memang ada-ada saja. Mereka berdua berpamitan kepada keluarga Naila kemudian berjalan mengelilingi taman kota.
“Mas kenapa sih nggak terus terang aja...? ” sergah Neng Aufa sambil menggandeng tangan Gus An.
“Terus terang apanya...? ”
“Pake sok polos lagi. Aku tuh udah tau kalau Mas suka sama Mbak Naila...”
“Jangan ngaco kamu dek, siapa juga yang suka sama dia...”
“Mas boleh bohong, tapi dari sini...” jari tengah dan telunjuk Neng Aufa menunjuk ke arah mata Gus An.
“Nggak bisa bohong Mas... ”
“Kamu ini masih kecil, belum tau cinta-cintaan udah kayak dokter cinta aja...”
“Eits, jangan bilang Aku anak kecil ya Mas... Aku tuh tau, kayak di drama-drama Korea biasanya begitu.”
Huft... Gus An menghela nafas panjang.
“Anak jaman now emang nggak ada duanya. Yang di tonton selalu drama Korea, cinta-cintaan, joget-joget. Udah itu-itu aja...”
“Yang penting bukan Aku Mas. Aku kan cuma nonton drakor sama suka baca novel aja. Hihi...” Neng Aufa menyeringai membuat gigi-giginya kelihatan lucu dan manis. Gus An mengacak kerudung adiknya, mungkin kalau Neng Aufa tidak sedang berhijab rambutnya sudah berantakan.
“Kamu nggak mau itu dek...? ” Gus An menunjuk salah satu pedang yang berjejer rapi di sepanjang taman.
“Mau lah...sama yang itu, terus itu... itu juga mau.” Neng Aufa menunjuk beberapa gerobak dengan tulisan yang berbeda-beda. Mengabsen barang dagangan mereka yang di inginkan.
“Ihh... banyak bener. Emang kamu habis kalau beli makanan sebanyak itu...? ”
“Hihi, Nggak tau...” Neng Aufa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mereka berdua mulai mengantri di barisan paling ujung. Saking ramainya lapak telur gulung, sampai si penjual tidak kelihatan batang hidungnya.
”Dek, kamu aja yang ngantri disini. Mas capek berdiri terus. Lagian kamu sih, jajanan yang lain kan masih ada. Kenapa harus yang lain, tuh lihat kasihan nggak ada yang beli.” Gus An menunjuk sebuah lapak yang sejak tadi penjualnya hanya mondar mandir sambil menghitung jumlah orang yang lewat di depan lapaknya tapi tidak beli.
“Ya habis ini kita beli itu juga...”
”Mending Mas aja yang beli disana, kita bagi tugas...” Gus An menaik turunkan alisnya memeberikan tawaran. Tapi Neng Aufa memang selalu bikin si Gus mengusap dada.
“Nggak mau, Mas itu nggak tau selera Aku. Nanti yang ada malah salah beli, jadinya nggak kemakan deh...”
Huft...
“Dasar cerewet... ”
“Yang penting cantik, imut, menggemaskan dan tidak sombong...”
“Itu mah sombong namanya...”