Mereka bertemu dalam tujuan masing-masing. Seperti kata temannya dalam hubungan itu tidak ada perasaan yang dipertaruhkan hanya ada profesionalitas semata.
Bersama selama tujuh bulan sebagai pasangan suami-istri palsu adalah hal yang mudah pikir mereka. Tapi apakah benar takdir akan membiarkannya begitu saja?
"Maksudku. Kita tidak mudah akur bukan? kita sering bertengkar dan tidak cocok."
"Bernarkah? tapi aku merasa sebaliknya."
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Sebut Saja Kencan
Hari libur ini Kani sudah merancang berbagai kegiatan yang akan dia lakukan termasuk diantaranya menata kembali taman kecil milik neneknya serta setelahnya akan mampir kerumah Chika untuk mencoba masakan barunya.
Dia selalu suka jika disuruh untuk bertugas mencicipi setiap menu makanan baru yang akan dijual di cafe milik temannya itu.
Namun semua tidak berjalan semestinya, beberapa jam lalu Baswara meneleponnya lalu minta tolong untuk mengantarkan berkasnya yang tertinggal di rumah. Sungguh merepotkan dan kini ia berada dalam perjalanan menuju hotel tempat pria itu menunggunya.
Dia tau bahwa Hotel Wisteria salah satu hotel bintang lima yang punya nama, bahkan kabarnya banyak artis luar negeri menginap di tempat itu karena pelayanannya yang baik juga letaknya sangat strategis ada dititik pusat kota, ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di hotel itu.
Sangat megah itu yang terlintas dibenaknya, setelah menunggu sekitar sepuluh menit dilobi dari kejauhan Jonathan atau yang akrab disapa Jona menghampiri Kani dan membawanya ke lantai atas tempat ruangan Baswara berada.
Sesuai dengan prediksinya suasana ruangan itu sama dengan keadaan rumah mereka ketika pertama kali Kani datang, namun kini rumah itu sudah sedikit ada perubahan atau mungkin dia yang mulai terbiasa.
Di ujung dekat jendela besar tinggi menjulang Baswara berdiri sambil mendengarkan lawan bicaranya di seberang telepon. Dia menoleh sekilas ke arah Kani yang saat ini sedang mengamati ruangannya, tampak map pesanannya berada di tangannya dengan sangat erat.
Baswara memasukkan ponselnya ke dalam saku dan menghampiri Kani yang tampak berbeda hari ini, dia mengenakan kemeja berwarna cerah membuat mata cokelatnya lebih menonjol membuatnya terpesona sesaat. Dia teringat pada sesuatu yang waktu itu Dira berikan untuknya.
"Jangan pulang dulu, tunggu di sini sebentar aku tidak akan lama," ucap Baswara sembari mengambil map dari tangan Kani dan bergegas keluar menuju koleganya yang sedang menunggu.
Kani hendak protes namun terlambat dan terpaksa menunggunya di ruangan itu. Beberapa saat kemudian Baswara masuk sambil berbicara pada Jona yang sibuk mencatat di belakangnya.
Setelah memastikan tidak ada yang hal yang perlu diurusi dia lalu mengambil kunci mobil dari tangan sekertarisnya.
"Ayo," ucapnya pada Kani yang terburu-buru menyusulnya setelah memberikan anggukan kecil pada Jona tanda dia pamit.
Sesampainya dimobil Kani masih bingung dengan tindakan Baswara, dia sudah punya rencana sendiri dan tampaknya pria itu juga punya rencana lain atau hanya perasaannya saja.
"Turunkan saja aku di toko bunga yang ada di ujung sana," ucap Kani pada Baswara yang sibuk memasang seatbelt-nya.
"Seminggu yang lalu Dira memberikan dua tiket untuk pertunjukan teater musikal katanya hadiah untukmu. Jadi tolong duduk dengan manis jangan berisik."
"Harusnya kau bilang dari kemarin. Semua rencanaku hari ini jadi berantakan," protes Kani.
"Rencanamu kan bisa dilakukan dilain hari, sudahlah diam dan ikut saja."
"Kenapa kau selalu semena-mena?"
"Apa maksudmu? Apa semua kebaikanku tidak tampak di matamu?"
"Kebaikan apa. Kau mengusir kucingku! Dasar kejam." Kani menjadi sedih seketika teringat akan anak bulunya yang sekarang telah pindah rumah ke tempat lain.
"Aku tidak mengusirnya. Kau sendiri yang memutuskan membawanya pergi. Sekarang di mana kucing itu, aku tidak melihatnya beberapa hari ini," ucap Baswara yang sebenarnya agak sedikit kehilangan.
"Dia sudah punya rumah baru. Aku rasa dia pasti betah karena ada pria tampan yang mengurusinya," ucap Kani yang sengaja untuk memanas-manasi pria itu
"Siapa?"
"Penyewa baru di rumah nenekku. Namanya Kevin." Baswara yang mendengarnya lalu berkesimpulan bahwa wanita itu sudah berteman dekat dengan pria yang diakuinya tidak pernah punya kesan yang baik tiap kali mereka bertemu.
"Ah. Jadi apa si Kevin ini masuk ke dalam salah satu rencanamu hari ini?" Baswara mengetatkan genggaman tangannya di setir mobil.
"Mari kita jangan mencampuri urusan masing-masing."
"Kenapa setiap kali bersamamu kita harus berdebat tentang hal yang tidak penting," ucap pria itu mulai jengkel.
"Itu karena kau menyebalkan," ucap Kani sambil melotot pada pria di sebelahnya yang sedang fokus menyetir, lantas dibalas dengan tatapan tajam Baswara yang berniat untuk membalasnya dengan menginjak gas membawa mobilnya melaju kencang yang membuat Kani ketakutan setengah mati.
"Dasar gila! Kau mau mati ya?" ucap Kani yang semakin menciut di tempat duduknya.
"Aku akan membuatmu ketakutan setengah mati setiap kali kau mengataiku." ujar Baswara sembari menyeringai licik.
Di dalam teater mereka duduk tepat di tengah. Saat itu penonton yang hadir tidak terlalu ramai sehingga Kani bisa menikmatinya dengan leluasa.
Musikal itu menampilkan tema tentang pendidikan semua artisnya memakai kostum bertemakan sekolah lengkap dengan atribut dan lagu yang sesuai, di sampingnya Baswara tampak bersender dengan sangat nyaman.
"Jangan tidur Bas," ucap Kani mengingatkannya.
"Ini terlalu membosankan," ucapnya sambil menguap.
"Kita harus menghargai apa yang orang lain kerjakan. Tontonlah itu sebagai bentuk apresiasimu pada mereka."
"Kau tau. Kau sangat berisik Kani." itu pertama kalinya dia memanggil namanya, selama ini dia penasaran namun sekarang dia sudah mengerti, ia merasa gembira.
Kani diam-diam memandangi pria di sampingnya yang tampak berusaha untuk menikmati musikal itu tapi gagal, beberapa kali matanya tertutup berusaha untuk mengabaikan rasa kantuknya ia kembali menegakkan punggungnya.
"Kau kesini bukan untuk menatapku, kemana apresiasimu untuk mereka yang ada di depan?" bisik Baswara yang mendekat ke arah wajah Kani, mereka sejenak bertatapan dan hal itu membuat Kani salah tingkah karena merasa tertangkap basah olehnya.
"Orang itu membuatku teringat akan guruku. Dia sangat suka menghukumku untuk hal yang tidak masuk diakal," ujar Baswara yang mulai tertarik dengan ceritanya.
"Apa kau dulu sering dihukum?" mereka saling berinteraksi dalam bisikan takut menganggu penonton yang lain meskipun di baris yang mereka duduki tidak ada orang lain.
"Lumayan. Tapi sebagian besar karena Axel. Kami berteman dari kecil jadi rasa setiaku sangat besar untuknya dan karena itu dia selalu menyeretku tiap kali dia kena masalah," ucap Baswara mengenang masa lalu.
"Aku bisa lihat dia memang biang masalah, " ucap Kani yang mengundang tawa Baswara.
"Pernah waktu itu dia mengajakku bolos sekolah, aku ragu dan takut tapi dia terus meyakinkanku. Akhirnya kami tiba di belakang sekolah. Axel sudah bersiap-siap untuk memanjat pagar tinggi itu lalu tiba-tiba ada guru yang melihatnya dan kau tau apa yang kulakukan. Aku mengkhianatinya dengan mengatakan aku berusaha mencegahnya untuk bolos tapi dia tidak mendengarkanku, dia dihukum membersihkan toilet selama seminggu bersamaan itu juga dia tidak mau bicara denganku untuk waktu yang cukup lama,"
"Aku merasa kalian cocok satu sama lain, dia gila sementara kau lebih tenang."
"Kau harus tau betapa gilanya dia." Pria itu tertawa pelan menampilkan deretan gigi putihnya.
"Temanku yang malang. Semoga dia tidak ketularan gilanya," ucap Kani yang membuat mereka berdua tertawa bersama. Kani tidak sadar reflek menyentuh lengan Baswara ketika asik mengobrol lalu mereka berdua sama-sama sadar akan hal itu. Kani buru-buru menarik tangannya dan kemudian tampak berpura-pura tertarik dengan adegan musikal di depannya tanpa sepengetahuannya Baswara memperhatikan hal itu dan justru merasa sikap Kani menggemaskan.