Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Sembilan
“Ck! Untuk apa kamu datang pagi-pagi? Mau minta sarapan?” ucap Enzio ketus seperti biasa.
Viona hanya mengerucutkan bibirnya. Ia sudah terbiasa dengan ucapan pedas dari kekasihnya itu.
“Aku kangen kamu,” jawab Viona sambil tersenyum. Lalu, dengan manja, ia berjinjit, berniat mencium Enzio.
Enzio menahan kening Viona dengan jari telunjuknya, membuat gadis itu terpaksa mengurungkan niatnya.
Rasanya malu sekali, beruntung tidak ada siapapun di sana.
“Minggir! Aku sudah terlambat,” katanya singkat, lalu melangkah melewati Viona tanpa menoleh.
Ketika Enzio akan membuka pintu mobil, matanya menangkap sosok Anna yang berdiri di dekat taman, masih sibuk menyiram bunga. Enzio menyeringai, ide jahil muncul di kepalanya. Dengan cepat, ia berbalik dan menarik pinggang Viona, memojokkannya ke bodi mobil.
Viona terkejut, tapi matanya berbinar penuh harap. Mungkinkah kekasihnya ini akan berinisiatif menciumnya duluan?
“Apa kamu ingin memberi aku kiss morning?” tanyanya sambil tersenyum manja.
Enzio mendekatkan wajahnya ke arah Viona, tapi pandangannya sengaja diarahkan ke Anna, menunggu reaksi dari gadis itu.
Gadis yang tidak menyadari niat tersembunyi Enzio, memejamkan matanya, menunggu ciuman itu datang.
Namun, alih-alih cemburu atau marah, Anna hanya melirik sekilas sebelum menggelengkan kepala dengan santai. Ia bahkan tersenyum kecil, seolah menganggap semua itu tidak penting. Tanpa berkata apa-apa, ia kembali menyiram bunga, mengabaikan sepenuhnya drama kecil yang sedang berlangsung di depan mobil.
Enzio langsung mengerutkan kening, hatinya terasa kesal.
“Sial! Kenapa dia diam saja? pikirnya dengan frustasi.
Apapun yang Enzio lakukan tampaknya tidak bisa membuat gadis itu memberikan perhatian lebih kepadanya.
“Kenapa lama sekali?” Viona memonyongkan bibirnya kedepan beberapa senti.
Viona membuka matanya, bingung karena ciuman yang ia tunggu-tunggu tidak pernah datang.
“Zio?” tanyanya heran.
Enzio menghela nafas panjang, lalu memilih menjaga jarak dari Viona. Tangannya terkepal erat, sementara rahangnya mengeras.
“Sudah, jangan menggangguku. Aku harus pergi sekarang,” katanya dingin, lalu masuk ke dalam mobil tanpa menunggu reaksi dari Viona.
“Zio, tunggu!!” kesal Viona sembari menjejakkan kakinya berulang kali ke tanah.
Sementara itu, Anna tetap tenang di taman, seolah semua yang terjadi barusan bukan urusannya. Gadis itu melanjutkan tugasnya, merapikan tanaman mawar. Meski dalam hati ia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang ingin Enzio tunjukkan?
••
•••
Viona masuk ke rumah besar milik keluarga Enzio dengan langkah tergesa-gesa. Hatinya masih panas akibat sikap acuh Enzio tadi. Dan ia berniat mengadukan kelakuan kekasihnya itu kepada Kania, calon ibu mertuanya, yang selama ini selalu bersikap lembut padanya.
Saat melewati lorong menuju ruang makan, Viona berpapasan dengan Theo. Lelaki itu sedang menuruni tangga dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Theo hanya melirik sekilas dan melewati Viona tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Viona mendengus, sengaja memalingkan wajah. Dalam hati, ia merasa kesal karena Theo, sama menyebalkannya dengan Enzio.
Tanpa memedulikan Theo lagi, Viona melangkah masuk ke ruang makan. Matanya langsung menangkap sosok Kania yang duduk di meja makan, menikmati secangkir teh.
“Tante!” teriak Viona sambil menghampiri Kania.
Kania yang sedang menyeruput teh terkejut mendengar suara lantang itu. “Viona?”
Tanpa basa-basi, Viona langsung duduk di kursi dan menyambar sebuah apel dari mangkuk buah di meja makan. Ia menggigitnya tanpa permisi.
Melihat tingkah Viona, Kania hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Ia sangat menyayangi Viona, menganggap gadis itu seperti anak perempuan yang tidak pernah ia miliki.
Meski Viona sering bersikap kekanak-kanakan, Kania memaklumi karena ia tahu gadis itu dibesarkan dalam lingkungan yang memanjakannya.
Namun, suasana berubah menjadi tegang ketika Adrian, menatap Viona dengan dingin dari kursinya.
“Jaga sikapmu, Viona. Ini rumah orang lain, bukan rumahmu,” tegur Adrian.
Viona terdiam, wajahnya berubah merah karena malu.
“Maaf, Om,” ucapnya dengan kepala menunduk.
Adrian mendesah pelan, lalu kembali melanjutkan makannya. Ia memang selalu bersikap tegas, terutama pada Viona, karena menurutnya gadis itu harus belajar bersikap lebih dewasa jika ingin menjadi istri Enzio.
“Sudah sarapan, sayang?” tanya Kania, mencoba mencairkan suasana.
Viona menggeleng pelan. “Sebenarnya aku ingin sarapan bersama Enzio, tapi dia malah meninggalkanku begitu saja,” jawabnya dengan nada kesal.
Adrian menyela sambil mengangkat wajahnya.
“Enzio tidak menyukai gadis manja. Kalau kamu ingin bersamanya, belajarlah untuk menjadi lebih dewasa.”
Kata-kata Adrian membuat Viona menggenggam erat apel di tangannya. Wajahnya berusaha tetap tenang, meski dalam hati ia merasa sangat terhina.
“Om hanya mengingatkan,” lanjut Adrian sebelum berdiri dari kursinya. “Om pergi dulu. Jangan lupa, perhatikan ucapan dan sikapmu, Viona.”
Setelah Adrian pergi, Viona menoleh ke Kania.
“Tante,” lirih Viona.
Kania tersenyum lembut dan meraih tangan Viona. “Maafkan suami Tante. Dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan Enzio.”
“Kebaikan apa? Rasanya aku ingin segera menikah dengan Enzio dan pergi dari neraka ini. Terlalu banyak aturan!” batin Viona, tapi ia tidak berani mengatakannya.
Kania lalu memanggil Anna yang baru saja masuk setelah selesai menyiram tanaman.
“Anna! Tolong bawakan teh lagi ke sini, ya.”
Viona menoleh ke arah pintu ketika seorang gadis muncul. Gadis itu mengenakan seragam pelayan dan berjalan dengan sedikit pincang. Wajahnya polos, dan meskipun sederhana, ada aura tenang yang terpancar darinya.
Cantik!
“Dia siapa?” gumam Viona dalam hati, memandang gadis itu dengan tatapan merendahkan.
Anna mendekat sambil membawa nampan dengan beberapa cangkir di atasnya.
“Iya, Nyonya. Saya bawakan tehnya sekarang.”
Kania tersenyum hangat. “Terima kasih, Anna.”
Anna mengangguk sopan, lalu meletakkan teh di meja.
“Kenapa kamu berjalan pincang?” tanya Viona tanpa basa basi dan mempedulikan perasaan orang lain.
Anna terdiam sejenak, lalu menjawab pelan, “Kecelakaan saat saya masih kecil.”
“Oh, begitu,” jawab Viona dingin. Ia masih memandang Anna seolah gadis itu adalah makhluk rendahan.
Kania yang melihat sikap Viona hanya tersenyum canggung.
“Anna ini sangat membantu di rumah, Viona. Dia pekerja keras. sama seperti ibu sumi.”
Viona menatap Anna dengan sinis. “Semoga dia benar-benar bisa bekerja dengan baik. Jangan sampai menambah beban di rumah ini,” ucapnya dengan nada meremehkan.
Anna hanya menunduk tanpa membalas, meskipun hatinya terasa kesal mendengar ucapan Viona.
“Anna, terima kasih ya. Kamu boleh kembali ke dapur,” ucap Kania.
Anna mengangguk, lalu berjalan keluar dari ruang makan dengan langkah pincang.
Setelah Anna pergi, Kania menatap Viona dengan sedikit kecewa.
“Viona, jangan terlalu keras pada orang lain. Mereka juga punya hati.”
“Tante, aku hanya tidak suka melihat orang yang tidak profesional,” balas Viona dengan nada ketus.
“Kalau begitu, kamu juga harus menunjukkan sikap profesional, terutama di rumah ini,” ujar Kania tegas, meski tetap menjaga kelembutannya.
Viona hanya diam, mencoba menyembunyikan rasa kesal yang mulai menguasai dirinya.
“Tante apa-apaan sih! Kenapa malah membela pelayan itu?” gumamnya.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️