NovelToon NovelToon
Malam Pertama Untuk Istriku

Malam Pertama Untuk Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Penyesalan Suami / Menikah dengan Musuhku / Trauma masa lalu
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Reyhan menikahi Miranda, wanita yang dulu menghancurkan hidupnya, entah secara langsung atau tidak. Reyhan menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena ingin membalas dendam dengan cara yang paling menyakitkan.

Kini, Miranda telah menjadi istrinya, terikat dalam pernikahan yang tidak pernah ia inginkan.

Malam pertama mereka seharusnya menjadi awal dari penderitaan Mira, awal dari pembalasan yang selama ini ia rencanakan.

Mira tidak pernah mengira pernikahannya akan berubah menjadi neraka. Reyhan bukan hanya suami yang dingin, dia adalah pria yang penuh kebencian, seseorang yang ingin menghancurkannya perlahan. Tapi di balik kata-kata tajam dan tatapan penuh amarah, ada sesuatu dalam diri Reyhan yang Mira tidak mengerti.

Semakin mereka terjebak dalam pernikahan ini, semakin besar rahasia yang terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Surat Kematian

Bimo berdiri di depan meja Hendi, napasnya berat. Dia baru saja keluar dari kantor Reyhan dengan kepala yang dipenuhi amarah dan kecemasan. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan dorongan untuk membanting sesuatu.

"Aku harus bicara denganmu," ucapnya dengan nada tegang.

"Tentang apa?" Hendi yang tengah merapikan beberapa berkas menatap Bimo dengan curiga.

"Reyhan. Dia berniat menghancurkan keluarga Mira. Aku yakin dia melakukannya agar Mira keluar dari persembunyiannya." Bimo mencondongkan tubuhnya ke depan, suaranya merendah tapi penuh urgensi.

Ekspresi Hendi mengeras.

"Sialan! Apa yang sebenarnya ada di kepala pria itu? Apa dia benar-benar gila?" geramnya, mengepalkan tangannya di atas meja. 

Bimo menatapnya lekat-lekat. "Aku sudah mencoba bicara dengannya. Dia tidak mau mendengar. Dia masih mengira Mira hidup."

Hendi menelan ludah. "Kalau begitu, aku harus menghentikannya sebelum semuanya terlambat."

---

Di Kantor Pratama Group

Reyhan duduk di belakang mejanya, ekspresi dingin yang hampir tak terbaca terpancar dari wajahnya. Tangan kirinya memegang pena, mengetukkan ujungnya perlahan di atas dokumen yang tertata rapi di depannya, seperti seekor predator yang sedang mempertimbangkan langkah berikutnya.

"Jadi, kalian sudah mendapatkan informasi tentang perusahaan keluarga Sindu?" Suaranya rendah, tapi setiap katanya penuh ketegasan yang tak memberi ruang untuk keraguan. 

Pria yang berdiri di depannya mengangguk hormat. "Benar, Pak. Sindu Corp memiliki beberapa kelemahan signifikan, terutama di sektor properti. Jika kita memberikan tekanan yang cukup di pasar, kita bisa mengambil alih saham mayoritas mereka."

Reyhan menatap pria itu sebentar, kemudian tersenyum tipis, hampir seperti sebuah senyuman yang diciptakan tanpa emosi. 

"Lakukan."

"Baik, Pak," jawab pria itu, sebelum dia bergegas meninggalkan ruangan. 

Pintu tertutup dengan suara pelan, meninggalkan Reyhan sendirian. Dia bersandar ke kursinya, menatap tajam ke luar jendela. Pikirannya mulai berkelana.

"Mira," gumamnya, suaranya seolah berbisik langsung pada bayangan di benaknya, "kamu pikir bisa bersembunyi dariku? Kamu benar-benar meremehkanku. Aku akan memaksamu keluar, dengan cara apa pun. Ini bukan permainan yang bisa kamu menangkan." 

---

Reyhan duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan ekspresi dingin, mencoba mengalihkan pikirannya. 

“Berapa persen saham yang sudah kita kuasai?” tanya Reyhan tanpa memalingkan pandangan.

“As of today, sudah 45%, Pak. Jika kita terus menekan mereka, dalam dua minggu mereka akan bangkrut,” jawab bawahannya dengan nada hormat. 

Reyhan mengangkat alis dan menyunggingkan senyum tipis. 

“Bagus. Saya ingin dalam seminggu, mereka sudah tidak bisa berdiri lagi.”

“Tapi, Pak—” 

Pandangan tajam Reyhan membuatnya terdiam. Suaranya langsung lenyap di udara, dan dia hanya bisa mengangguk pelan. 

“Baik, Pak. Kami akan mempercepatnya,” katanya dengan nada yang nyaris bergetar sebelum meninggalkan ruangan. 

Begitu dia keluar, Reyhan menyandarkan tubuh ke kursi, mencoba meredam rasa hampa yang tiba-tiba menyerang. Tangannya terangkat menyentuh permukaan meja, jari-jarinya bergerak perlahan, seolah meraba sesuatu yang tak terlihat.

“Mira, kamu masih akan tetap bersembunyi? Aku ingin melihat sampai kapan kamu bisa bertahan,” gumam Reyhan, tapi bahkan suara itu terdengar hampa di telinganya sendiri. 

Sunyi. 

Rumahnya kini hanyalah tempat kosong yang terisi bayang-bayangnya. Suara langkah kecil Mira yang dulu terdengar tiap pagi, kini hilang tak berbekas. 

Tak ada lagi sapaan lembutnya yang biasanya menghentikan keheningan di antara pekerjaan. Tak ada lagi semangkuk makanan sederhana di meja makan, hasil tangannya yang selalu dipaksanya ia komentari. 

Reyhan benci mengakui, tapi ia merindukan semua itu, atau mungkin, ia merindukan dirinya. 

Mengapa semua ini menjadi seperti ini? Tangan yang memegang kendali di dunia bisnis ini tiba-tiba terasa lemah ketika menyentuh kenyataan. 

“Mira,” batin Reyhan, dengan rasa yang tak kuasa ia jelaskan. 

Di tengah ambisi, ada kehampaan yang tak bisa ia beli, bukan oleh kemenangan, bukan pula oleh kekuasaan.

Reyhan menggeleng. "Apa peduliku? Dia yang pergi, bukan aku yang mengusirnya."

Namun, kenapa rasanya semakin tidak nyaman?

Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir pikiran tentang wanita itu.

Sementara itu, di tempat lain, Hendi berjalan mondar-mandir seperti orang yang terjebak di dalam ruang tanpa pintu. Kegelisahannya terlihat dari gerakan langkahnya yang resah. 

Dalam pikirannya, seolah ada badai yang tak pernah berhenti. Dia sudah mendengar tentang apa yang akan dilakukan Reyhan.

"Jika Reyhan benar-benar menghancurkan keluarga Mira, maka semua kerja kerasnya… semua yang dia bangun selama ini... semuanya akan sia-sia." 

Hendi mengepalkan tangan, rasa cemas bercampur dengan kemarahan di dadanya. Dia meraih ponselnya, menatap layar beberapa saat sebelum akhirnya menekan tombol panggil.

"Tolong angkat... Ini penting," gumamnya sambil menggigit bibir, mencoba menahan desakan rasa takut di dalam dirinya.

"Mira, aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Aku akan melakukan apa saja."

"Pak Ario, saya butuh bertemu dengan Anda sekarang juga. Ini tentang Mira dan keluargamu."

---

Suara langkah kaki terdengar menggema di sepanjang koridor kantor Pratama Group. Bimo menelan ludah, merasa tegang dengan apa yang akan terjadi di ruangan itu. Di tangannya, ada sebuah amplop cokelat berisi dokumen yang bisa mengubah segalanya.

Ia membuka pintu ruangan dengan ragu.

Di balik meja besar dengan kursi kulit hitamnya, Reyhan duduk dengan tenang, tampak seperti biasa, dingin dan tak tergoyahkan.

Bimo melangkah masuk, lalu menyingkir, membiarkan seseorang di belakangnya maju ke depan.

Hendi.

Pria itu menatap Reyhan dengan mata tajam, lalu meletakkan sebuah amplop di atas meja Reyhan dengan bunyi thud yang cukup keras.

"Apa ini?" tanya Reyhan, suara rendah dan penuh ketidaksabaran.

"Bukalah," jawab Hendi singkat.

Reyhan menatapnya tajam, lalu mengambil amplop itu dengan gerakan malas. Ia mengeluarkan isinya, dan pandangannya langsung tertuju pada kertas yang ada di depannya.

Mata Reyhan membacanya dengan cepat. Perlahan, ekspresi wajahnya berubah.

SURAT KEMATIAN

Nama: Miranda Sindu

Penyebab Kematian: Luka sayatan di pergelangan tangan dan tenggelam di bathtub.

Status: Meninggal dunia.

Tangannya mencengkeram kertas itu lebih erat. 

"Ini lelucon macam apa?" suaranya dingin dan nyaris berbisik, tetapi Hendi tahu, itu adalah tanda kemarahan yang ditahan.

"Ini bukan lelucon, Reyhan. Aku tahu kamu tidak percaya, tapi itulah kenyataannya. Mira sudah meninggal." kata Hendi, suaranya lebih serius dari sebelumnya. 

Reyhan tertawa sinis, melemparkan kertas itu kembali ke meja. "Jangan konyol. Aku tahu dia sedang bersembunyi, dan kamu mencoba menipuku dengan dokumen murahan ini."

"Aku tidak akan membawa sesuatu seperti ini jika aku tidak yakin! Reyhan, sadarlah! Mira sudah pergi!" bentak Hendi.

"Tidak mungkin, Mira tidak akan melakukan itu." Reyhan menyipitkan mata, hatinya menolak untuk mempercayai satu kata pun. 

"Kamu pikir dia bisa bertahan setelah semua yang kamu lakukan?" Hendi maju selangkah, menatap Reyhan dengan penuh emosi. "Setelah kamu mengusirnya, setelah kamu menghancurkan semua harapannya, setelah kamu mengatakan dia harus mati jika ingin kamu maafkan?"

Dada Reyhan naik turun. Ia tidak bisa bernapas dengan normal.

Ia ingat malam itu.

"Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Mira. Satu-satunya cara kau bisa menebus dosa keluargamu adalah mati."

Bibirnya menegang. Tidak. Mira tidak akan melakukan itu. Mira selalu keras kepala, selalu mencoba mendekatinya meskipun ia menolaknya. Mira tidak akan menyerah.

Tetapi, bagaimana jika…?

Bagaimana jika kali ini, ia benar-benar telah menghancurkannya?

Reyhan menelan ludah, matanya menatap kosong ke arah dokumen itu.

"Kenapa… kenapa dia harus melakukan ini?" suaranya lirih, hampir tidak terdengar. 

Hendi mengepalkan tangan. "Karena dia mencintaimu, bodoh."

Reyhan membuang napas kasar, tapi kali ini tidak ada kemarahan dalam wajahnya. Hanya kehampaan yang tidak bisa ia jelaskan.

Ia menggeleng pelan. "Tidak… aku tidak percaya ini."

"Kalau kamu tidak percaya, pergilah ke makamnya. Lihat sendiri, Reyhan. Lihat apa yang telah kamu lakukan." Hendi menatapnya tajam. 

Ruangan itu menjadi sunyi.

Bimo, yang sejak tadi diam, menunduk dalam kebisuan. Ia tidak ingin menambah api dalam situasi ini, tetapi hatinya ikut sakit melihat sahabatnya kini dihadapkan pada kenyataan yang tidak bisa lagi ia tolak.

Reyhan tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap kertas itu, seolah berharap huruf-huruf di dalamnya akan berubah menjadi sesuatu yang lain.

Tapi kenyataan tetaplah kenyataan.

Mira.

Istrinya.

Sudah mati.

Dan dia lah yang telah membunuhnya, tanpa harus mengotori tangannya sendiri.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!