Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Komplotan
Arka duduk di sisi ranjang rumah sakit tempat Kirana terbaring, wajahnya dipenuhi rasa bersalah dan kekhawatiran. Tangan Kirana yang dingin berada dalam genggamannya, sementara dia menatap gadis itu dengan penuh perhatian. Kirana baru saja sadar setelah menjalani perawatan intensif, tetapi tubuhnya masih lemah dan wajahnya pucat.
"Kirana," suara Arka lembut, tetapi tegas. "Aku tahu ini sulit, tapi aku butuh kamu menceritakan apa yang kamu ingat tentang pelaku. Ini sangat penting untuk menangkapnya."
Kirana menatap Arka dengan mata yang berkaca-kaca. Air mata mulai mengalir di pipinya, namun dia berusaha mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. "Arka... aku benar-benar tidak bisa melihat wajahnya. Dia memakai topeng. Yang aku ingat hanyalah suara dinginnya, dan aroma aneh yang menyengat."
Arka mengangguk pelan, meskipun hatinya kecewa karena informasi yang didapat sangat minim. "Bagaimana dengan ciri fisiknya? Tingginya? Caranya berjalan? Apa pun yang bisa membantu kami mengenalinya?"
Kirana menggigit bibir bawahnya, mencoba mengingat kembali kejadian traumatis itu. "Dia tinggi, lebih tinggi darimu. Langkahnya berat, seolah dia membawa sesuatu yang berat. Tapi... selebihnya aku tidak bisa memastikan. Aku merasa sangat ketakutan dan hanya ingin melarikan diri."
Arka menatap Kirana dengan penuh simpati. "Aku mengerti. Kamu sudah sangat berani, Kirana. Maafkan aku karena harus meminta kamu mengingat hal itu."
Kirana menggeleng lemah, air mata masih mengalir. "Aku ingin membantu. Aku hanya merasa sangat takut dan tak berdaya."
Arka mengusap lembut punggung tangan Kirana, mencoba memberikan ketenangan. "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang tugas kami untuk menangkap dia. Kamu fokus pada pemulihanmu."
Bayu masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah serius. Dia memberi Arka sebuah isyarat, mengisyaratkan bahwa mereka perlu berbicara di luar. Arka menatap Kirana dengan lembut. "Aku akan kembali sebentar, oke? Istirahatlah."
Kirana mengangguk perlahan, dan Arka melepaskan genggamannya dengan enggan. Setelah memastikan Kirana nyaman, dia mengikuti Bayu keluar dari ruangan.
" Pak Arka," Bayu mulai dengan nada serius. "Kami menemukan sesuatu yang mungkin bisa membantu. Ada rekaman CCTV dari salah satu apartemen tetangga yang mengarah ke pintu belakang. Kita mungkin bisa melihat siapa yang membawa Kirana keluar."
Arka mengangguk dengan penuh harap. "Bagus. Mari kita lihat rekaman itu dan cari tahu siapa pelakunya."
Namun, meskipun ada secercah harapan, Arka tahu ini hanya permulaan. Dia harus memastikan keamanan Kirana lebih dari sebelumnya. Pelaku masih berkeliaran, dan ancaman itu belum berakhir. Dia bersumpah dalam hati, tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Kirana lagi.
Arka mengikuti Bayu keluar dari ruangan menuju ruang monitor di rumah sakit, tempat tim keamanan sedang memeriksa rekaman CCTV. Langkah-langkahnya terasa berat, dan pikirannya penuh dengan kemungkinan buruk. Dia tidak bisa membiarkan dirinya lengah, tidak kali ini.
Di ruang monitor, layar besar menampilkan rekaman dari berbagai sudut. Salah satu petugas keamanan mempercepat rekaman hingga tiba pada momen yang mereka cari. Arka dan Bayu memperhatikan dengan seksama, melihat sosok yang diduga sebagai pelaku, membawa Kirana yang pingsan melalui pintu belakang. Meskipun wajah pelaku tertutup topeng, Arka mencatat beberapa hal, tinggi tubuh, cara berjalan yang berat, dan sesuatu yang terlihat seperti bekas luka di lengan kanan yang tidak tertutupi jaket.
"Bekas luka itu bisa menjadi petunjuk," bisik Arka, sambil menunjuk ke layar. "Kita harus menemukan seseorang yang mengenali ciri tersebut."
Bayu mengangguk, matanya tetap terpaku pada layar. "Aku akan menghubungi tim untuk menyebarkan informasi ini. Mungkin ada saksi mata atau orang yang pernah melihat pelaku dengan ciri-ciri seperti itu."
Sementara Bayu sibuk mengirimkan laporan, Arka kembali ke sisi Kirana. Gadis itu masih terbaring lemah di ranjang, tetapi matanya tertutup, seolah mencoba untuk beristirahat. Arka duduk di kursi yang sama, memegang tangan Kirana yang dingin, memberikan kehangatan dan rasa aman.
"Kirana, aku berjanji akan menangkap orang itu," bisik Arka, meskipun tahu gadis itu tidak mendengar. "Aku tidak akan membiarkan dia menyakiti siapa pun lagi."
---
Keesokan harinya, Arka bertemu dengan tim penyelidik di kantor polisi. Mereka membahas petunjuk baru yang didapat dari rekaman CCTV. Salah satu anggota tim, seorang ahli forensik, menunjukkan bahwa bekas luka di lengan pelaku bisa saja merupakan tanda yang sangat spesifik, mungkin bekas luka bakar atau bekas operasi.
"Kita bisa memeriksa catatan rumah sakit atau klinik yang pernah menangani pasien dengan luka seperti itu," saran ahli forensik tersebut. "Ini mungkin memakan waktu, tapi bisa memberikan hasil."
Arka mengangguk setuju. "Lakukan apa pun yang diperlukan. Kita tidak bisa membiarkan pelaku bebas berkeliaran."
Sementara itu, Kirana menjalani pemulihan dengan perlahan. Setiap kali Arka datang, dia membawa makanan atau bunga, mencoba memberikan semangat kepada gadis itu. Meski masih terlihat lemah, Kirana mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Senyumnya mulai kembali meskipun samar, dan dia mulai berbicara lebih banyak, meskipun masih enggan membahas kejadian traumatis itu.
"Arka," ucap Kirana pada suatu sore, saat mereka berdua duduk di bawah sinar matahari di taman rumah sakit. "Aku tahu kamu sedang berusaha sekuat tenaga untuk menangkap dia. Tapi aku takut ... bagaimana jika dia datang lagi?"
Arka menggenggam tangan Kirana dengan lembut, menatap matanya dengan penuh ketegasan. "Kirana, aku akan selalu melindungimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi. Ini adalah janjiku."
Kirana mengangguk pelan, meskipun ketakutan masih terpancar di matanya. "Terima kasih, Arka. Aku merasa lebih aman saat kamu di sini."
---
Beberapa hari kemudian, sebuah terobosan terjadi. Tim penyelidik menemukan bahwa bekas luka di lengan pelaku sesuai dengan catatan medis seorang pria yang pernah dirawat karena luka bakar akibat kecelakaan. Pria tersebut, seorang mantan napi bernama Riko, memiliki catatan kriminal yang mencurigakan, termasuk kasus penculikan dan kekerasan.
"Ini dia," ujar Bayu dengan nada penuh kemenangan. "Kita punya nama dan alamat terakhirnya. Waktunya untuk menangkap dia."
Arka merasa jantungnya berdegup kencang. Ini adalah momen yang dia tunggu-tunggu. "Ayo bergerak. Kita harus menangkap dia sebelum dia melarikan diri."
Tim polisi segera menuju alamat yang tertera di catatan, sebuah rumah tua di pinggiran kota. Ketika mereka sampai, suasana sepi dan sunyi. Arka merasakan firasat buruk, tetapi dia menahan diri, mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Dengan hati-hati, mereka mengelilingi rumah, memastikan tidak ada jalan keluar bagi Riko.
"Riko!" seru Bayu dengan suara lantang melalui megafon. "Kami tahu kamu di dalam. Serahkan diri atau kami akan masuk dengan paksa!"
Tidak ada jawaban. Setelah beberapa menit, tim memutuskan untuk masuk. Dengan hati-hati, mereka mendobrak pintu dan menyebar di seluruh rumah. Arka mengikuti dengan senjata di tangan, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Riko.
To be continued ...