Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dusta Devi.
Tok. Tok. Tok.
Devi tersentak kaget, saat pintu kamar kosnya di ketuk. Dia segera bersembunyi di balik pintu, lalu mengintip keluar melalui jendela.
Saat melihat, Mbak Narni -tetangga kos yang tinggal di sebalah kamar Devi-, Devi mendesah lega. Dia pun memutar kunci pintu dan membukanya.
"Mbak? ada apa?" tanya Devi.
"Kamu nggak apa-apa, kan? dua hari ini aku nggak lihat kamu keluar kamar. Sakit?" tanya Mbak Narni. Mereka memang tak terlalu akrab sebelumnya, tapi sejak kejadian dia berpapasan dengan Devan, Mbak Narni selalu berusaha mendekati Devi dan ingin dekat dengannya.
"Nggak apa-apa kok, mbak," jawab Devi sambil memaksakan senyum.
"Kamu putus ya, sama Devan?" tanya Narni tiba-tiba.
"Eh? nggak. Jadian aja nggak, gimana bisa putus?" ucap Devi sambil tertawa.
Narni mendengus, "tenang aja, aku bisa jaga rahasia kalian. Aku nggak bakalan sebarin kalau si Devan punya pacar yaitu kamu."
Devi tertawa masam. "Nggak berani ngimpi mbak! bisa deket sama Devan aja udah seneng, nggak mau kemaruk sampai kepengen jadi pacarnya. Lagian Devan kan ganteng banget, artis pula, mana mau lah sama aku, miskin, jelek pula."
"Eeh! nggak boleh gitu, namanya jodoh siapa yang tau ya kan? oh iya, nih aku punya cilok. Makan bareng, yuk?"
Devi mengangguk, lalu mereka pun duduk bersebelahan di teras depan kamar Devi untuk menikmati cilok yang di bawa Narni.
Memang sudah dua hari Devi tak berangkat kuliah. Dia terus berada di kamar kosnya dan tak berani keluar. Dia takut jika sampai bertemu dengan ayahnya. Walaupun Devi sendiri tak tahu kenapa ayahnya bisa berada di sini dan ada keperluan apa dengannya?
Tapi Devi sangat tahu pasti, jika kedatangan ayahnya bukanlah sesuatu yang baik untuk Devi.
Esoknya, Devi memutuskan untuk berangkat ke kampus. Dia bisa kuliah berkat beasiswa, dan jika dia sering membolos, bisa-bisa beasiswanya di cabut. Devi tak mau itu terjadi.
Devi mempersiapkan semuanya, dari kaca mata, masker dan juga topi. Dia berusaha menyamar agar saat ayahnya ke kampus lagi, dia tak akan mengenali Devi, semoga saja.
Dengan gemetar, Devi berjalan memasuki area kampusnya. Dia menundukkan kepala berusaha menyembunyikan wajahnya. Sesekali dia melirik ke kanan kiri, melihat keadaan sekitar. Aman.
Devi berlari kecil menuju pos satpam dan menemui security yang sedang berjaga di sana.
"Anu, maaf Pak, mau nanya?" ucap Devi.
"Ya, kenapa mbak?"
"Pak, kemarin Saya lihat ada orang yang di seret security. Dia kenapa ya, Pak?"
"Oh, orang gila itu! ngomongnya nggak jelas kaya lagi mabok. Hati-hati ya non kalau lihat orang kaya kemarin. Habis bikin keributan, dia langsung di bawa ke kantor polisi, terus di kurung beberapa hari. Nggak tau sekarang sudah bebas atau belum," jelas sang security pajang lebar.
"Ohh gitu ya Pak, ya udah saya permisi mau ke kelas dulu," Devi kembali memakai maskernya dan berlari menuju ruang kelas nya.
"Semoga saja Bapak masih mendekam di penjara..." gumamnya.
Saat sampai di dalam kelas, Devi baru bisa mendesah lega. Namun tiba-tiba ponselnya berdering dan sontak membuat Devi melonjak kaget.
"Ha-halo..."
"Dev? hari ini bisa les, kan? sudah dua hari kamu nggak mau nge-les-in aku, kenapa sih?" tanya Devan yang heran dengan sikap Devi.
"A-aku.. aku nggak apa-apa kok. Nanti aku ke rumahmu deh, jam berapa kamu ada waktu buat les?" tanya Devi.
"Jam 5."
Devi selesai kuliah jam satu, tapi dia malas kalau harus balik ke kos lalu pergi lagi ke rumah Devan.
"Di rumah ada tante Luci, nggak?"
"Ada, Mamah ada di rumah. Kenapa?"
"Selesai kuliah aku langsung ke rumahmu, deh. Males bolak baliknya."
"Ehmm, gitu? nggak apa-apa, sih. Ya udah sampai ketemu nanti, dah.."
"Daah..." Devi kembali menghela napas kasar. Saking takutnya pada sang Bapak, dia sampai melupakan Devan. padahal selama ini, dengan ngobrol dan bertemu Devan hatinya langsung bahagia, tapi tidak untuk sekarang.
.
Setelah semua mata kuliah Devi selesai, dia langsung buru-buru menuju halte bis yang ada di dekat gerbang kampusnya. Tak menunggu lama, Devi langsung naik ke salah satu bus yang berhenti dan langsung menuju rumah Devan.
"Devi? tante kira siapa?" kaget Luci saat melihat penampilan Devi, karena sebelumnya Devi tak pernah begitu tertutup hingga wajahnya tak nampak.
Devi melepas masker, kaca mata dan topinya lalu tersenyum pada Luci, "hehehe, kaget ya, Tan? maaf."
Luci tersenyum, "kamu sudah makan siang?" tanyanya sambil mengajak Devi masuk ke dalam rumah.
"Belum," jawab Devi sambil nyengir.
"Yuk makan, kebetulan Tante juga belum makan. Tante jadi ada temen makan, nih."
Devi mengangguk sambil tersenyum.
"Devan minta les jam 5, tapi Devi ke sini jam 1. Maaf ya Tante kalau aku ganggu. Aku bisa bantu apa aja kalau tante butuh bantuan," ucap Devi di sela-sela makan siangnya.
Lucia tersenyum, "gampang nanti Tante bilang kalau butuh bantuan, nanti kamu nunggu di kamar Devan saja."
Devi mengangguk. Setelah selesai makan dan membersihkan dapur dan membantu Luci mencuci piring, Devi bergegas naik ke lantai dua dan masuk ke kamar Devan.
Dia menghela napas beberapa kali dan merasa lega. Entah kenapa berada di rumah Devan ini, dia merasa sangat tenang. ketakutan pada Ayahnya pun berangsur-angsur surut. Namun Devi tetap berdoa, semoga ayahnya kembali ke kampung secepatnya, sehingga hidup Devi bisa tenang seperti sebelumnya.
...
"Dev? Devi..."
Devi mengejapkan matanya, dan dengan perlahan membuka mata. Sosok pertama yang di lihatnya adalah Devan. Dan tentu saja Devi terkejut dan langsung bangun dari tidurannya.
"Devan?"
Devan duduk di depan Devi, "kamu sakit?" tanya Devan penuh perhatian.
Entah kenapa, hati Devi seperti di cubit, dan air matanya ingin tumpah. Perhatian Devan, ucapan hangatnya, benar-benar membuat Devi merasa hidupnya benar-benar beruntung karena bertemu dengannya.
"E-enggak kok, cuma capek aja..." Devi mencoba memaksakan senyum.
"Kalau capek, nggak usah lanjut belajar," balas Devan sambil meremas jemari Devi dengan lembut.
"Su-sudah hilang capeknya, kan udah tidur tadi. Hehe.. kayaknya aku kekenyangan, habis makan siang sama Mamah kamu, terus ketiduran," ucap Devi malu.
Devan pun tersenyum, "okelah kita lanjut kalau kamu memang nggak kenapa-kenapa," Devan mengambil buku tugasnya dan memulai kegiatan belajarnya.
Beberapa kali, saat sedang belajar, Devan mendapati Devi yang terus melamun. Seolah ada beban pikiran yang mengganggunya.
Devan pun menutup buku pelajarannya dan menyimpannya di rak buku.
"Loh, Dev? kita belum selesai," ucap Devi bingung.
"Pikiran kamu lagi ke mana? dari tadi nggak konsentrasi sama sekali!" kesal Devan.
Devi menatap Devan, "maaf ya," ucapnya sambil menunduk.
"Aku_aku memang lagi banyak pikiran..." lanjutnya lirih.
"Mikirin apa? kuliah? biayanya? atau sewa kos? atau apa?"
Devi tersenyum, "nggak, bukan itu."
"Terus apa? ngomong dong, biar aku bisa bantu kamu," ucap Devan sambil meraih jemari Devi dan meremasnya lembut.
Devi tersenyum masam sambil menunduk, "aku... aku sedang merasa takut..." ucapnya lirih.
"Takut kenapa? takut apa?" tanya Devan yaang terlihat sangat penasaran.
Devi menatap Devan. Devan orang baik, keluarganya juga sangat baik. Devi tak mau jadi beban. Kalau Devi bilang takut pada Ayahnya yang sedang berada di kota ini, Devi yakin Devan dan keluarganya bakal melindungi dirinya, lalu apa? ayahnya akan mengamuk dan bisa saja keluarga Devan akan terancam.
Devi menggelengkan kepalanya, tak mau itu semua terjadi.
"Di kamarku banyak serangga," ucap Devi berdusta. "Aku sudah bersihkan kamar tapi serangga-serangga itu tetap muncul. Dan membuatku nggak bisa tidur nyenyak."
"Hmmm! dasar!" Devan mendengus, lalu terdiam untuk beberapa saat -berpikir-.
"Ayo ikut aku," ajaknya sambil menarik Devi.
"Kemana?"
"Sudah ikut saja!"
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭