Rara Maharani Putri, seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga miskin dan penuh tekanan, hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Rendra Wijaya, yang keras dan egois. Rendra menjual Rara kepada seorang pengusaha kaya untuk melunasi utangnya, namun Rara melarikan diri dan bertemu dengan Bayu Aditya Kusuma, seorang pria muda yang ceria dan penuh semangat, yang menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.
Namun Cahaya tersebut kembali hilang ketika rara bertemu Arga Dwijaya Kusuma kakak dari Bayu yang memiliki sifat dingin dan tertutup. Meskipun Arga tampak tak peduli pada dunia sekitarnya, sebuah kecelakaan yang melibatkan Rara mempertemukan mereka lebih dekat. Arga membawa Rara ke rumah sakit, dan meskipun sikapnya tetap dingin, mereka mulai saling memahami luka masing-masing.
Bagaimana kisah rara selanjutnya? yuk simak ceritanya 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Jessi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Belum Bisa Menerimaku
Setelah pertemuan dengan Jordan Henderson, Arga menjadi lebih waspada terhadap keselamatan Rara. Ia memperketat keamanan di sekitar istrinya tanpa memberi tahu alasannya, membuat Rara merasa semakin dikekang. Rara sangat kesal dengan pemikiran Arga yang suka berubah-ubah, apalagi semenjak bertemu Jordan arga semakin posesif,dan rara secara diam-diam mulai menyelidiki hubungan suaminya dengan Jordan.
Di sisi lain, Jordan memanfaatkan informasi tentang Rara sebagai alat untuk menekan Arga. Suatu malam, Jordan mengirimkan pesan misterius kepada Arga, berupa foto Rara yang diambil secara diam-diam ketika ia sedang berada di sebuah kafe bersama temannya. Pesan itu disertai kalimat, "Seseorang sepertinya terlalu berharga untuk dibiarkan tanpa penjagaan ekstra, bukan begitu, Mahen?"
Arga yang melihat pesan tersebut langsung murka dan segera menghubungi tim keamanannya. Namun, saat ia mencoba menenangkan diri dan menghubungi Rara, teleponnya tidak dijawab. Kepanikan mulai menguasai Arga ketika salah satu pengawalnya melaporkan bahwa Rara tidak pulang ke rumah tepat waktu.
Sementara itu, Rara justru menemukan petunjuk penting terkait bisnis rahasia Arga. Ia menemukan dokumen mencurigakan di kamar kerja suaminya, yang mencantumkan nama "Mahen" dan daftar barang yang membuatnya terkejut. Namun, sebelum ia sempat menyusun semua kepingan teka-teki, Rara mendapat panggilan dari nomor tak dikenal dengan suara asing yang berkata, "Rara, kau tahu siapa sebenarnya suamimu? Jika ingin tahu lebih banyak, datanglah ke lokasi yang akan aku kirimkan."
Rara memandang layar ponselnya dengan ragu. Telfon dari nomor tak dikenal itu terasa mengganggu pikirannya. Namun, rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia menerima lokasi yang dikirimkan, sebuah alamat di pinggiran kota yang jarang ia kunjungi. Tanpa berpikir panjang, Rara memutuskan untuk pergi sendiri, tanpa memberi tahu siapa pun, termasuk Arga.
Di sisi lain, Arga yang panik terus mencoba menghubungi Rara. Ia bahkan menginstruksikan Nanda untuk menelusuri lokasi terakhir keberadaan istrinya melalui GPS. Namun, sinyal ponsel Rara mendadak terputus. Ini membuat Arga semakin yakin bahwa Jordan sedang memainkan permainan berbahaya.
Rara tiba di lokasi, sebuah gudang tua yang terlihat usang. Ia turun dari mobil dan mengamati sekeliling dengan waspada. "Kenapa tempat ini terasa menyeramkan?" gumamnya. Ia melangkah masuk ke dalam, dan suara langkahnya menggema di ruangan yang kosong.
Tiba-tiba, Jordan muncul dari kegelapan dengan senyum penuh arti di wajahnya. "Selamat datang, Nyonya Arga," ucapnya dengan nada santai.
Rara mundur selangkah, merasa ada sesuatu yang salah. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyanya dengan tegas.
Jordan tertawa kecil. "Kau sangat pemberani, Rara. Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu padamu. Sesuatu tentang suamimu yang mungkin kau tidak tahu."
Jordan mengeluarkan dokumen dari dalam jasnya, lalu menyerahkannya pada Rara. "Ini adalah bukti aktivitas gelap Arga selama ini. Apa kau tahu bahwa dia adalah 'Mahen', pria yang dikenal dalam dunia bawah sebagai penyelundup paling berbahaya?"
Rara memandang dokumen itu dengan tangan gemetar. Isi dokumen tersebut membingungkan sekaligus menakutkan. Ia tidak bisa mempercayai apa yang dibaca. "Kau bohong. Arga tidak seperti itu."
"Percaya atau tidak, itu hakmu. Tapi kau harus tahu bahwa suamimu hidup di dua dunia, dan kau adalah kelemahan terbesar di dunia gelapnya," ucap Jordan dengan nada dingin.
Sebelum Rara bisa berkata apa-apa, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Arga muncul dengan wajah penuh amarah, diikuti oleh Nanda dan beberapa orang kepercayaannya. "Lepaskan dia, Jordan," ucap Arga dengan nada rendah namun penuh ancaman.
Jordan tersenyum licik. "Oh, lihat siapa yang datang untuk menyelamatkan putri cantiknya. Kau tahu Mahen, aku hanya ingin sedikit bersenang-senang."
Tanpa berpikir panjang, Arga mendekat dan menarik Rara ke belakang tubuhnya. "Kau sudah melewati batas, Jordan. Ini peringatan terakhirku."
Jordan mengangkat tangannya, menunjukkan bahwa ia tidak berniat membuat keributan. "Tenang, tenang. Aku hanya memberikan informasi kecil kepada istrimu. Bukankah seharusnya seorang istri tahu semua tentang suaminya?"
Arga tidak menjawab. Dengan isyarat tangan, ia memberi perintah kepada anak buahnya untuk membawa Jordan keluar. Sebelum pergi, Jordan berbisik pada Arga, "Kau mungkin bisa melindunginya hari ini, tapi sampai kapan, Mahen?"
Di perjalanan pulang, Rara tidak berkata sepatah kata pun. Pikirannya dipenuhi dengan informasi yang ia terima. Di sisi lain, Arga mencoba menenangkan diri. Ia tahu ini saatnya untuk jujur pada Rara, meskipun risikonya besar.
"Rara," ucap Arga saat mereka tiba di rumah. "Kita harus bicara. Aku akan menjelaskan semuanya."
Rara menatap Arga dengan tatapan yang sulit ditebak. Ia berjalan masuk ke rumah tanpa menjawab, tubuhnya tampak tegang. Arga mengikuti dari belakang, langkahnya berat, seolah-olah beban besar baru saja menimpa pundaknya.
Di ruang tamu, Rara akhirnya berbalik. “Jelaskan sekarang,” ucapnya dingin. “Apa yang sebenarnya terjadi, Arga? Siapa ‘Mahen’? Apa benar semua yang dikatakan Jordan tadi?”
Arga menarik napas panjang, menatap Rara dengan penuh penyesalan. “Dengar, Rara… aku tidak pernah ingin kamu tahu tentang ini. Aku mencoba melindungimu dari dunia itu.”
“Tapi aku sudah tahu, Arga! Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku selama ini. Semua pengawal, kehadiran Jordan, dan sekarang dokumen ini—” Rara mengangkat dokumen yang tadi ia terima. “Kau pikir aku bisa terus hidup tanpa mempertanyakan semuanya?”
Arga mendekat, namun Rara mundur, menjaga jarak. “Baik,” ucap Arga dengan nada serius. “Aku akan jujur. Mahen adalah nama yang aku gunakan di dunia gelap, dunia yang tidak seharusnya bersinggungan denganmu."
“Mengapa kau tidak pernah memberitahuku sebelumnya?” Suara Rara terdengar bergetar, campuran antara marah dan terluka. “Apa kau tidak percaya padaku?”
“Bukan soal kepercayaan,” balas Arga. “Aku takut. Aku takut kehilanganmu jika kau tahu siapa aku sebenarnya.”
Hening sejenak. Rara menundukkan kepala, mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar. “Apa kau masih terlibat di dunia itu?” tanyanya akhirnya.
“ya,” jawab Arga tegas. “tapi aku selalu menjaga batas agar orang-orang seperti Jordan tidak mengganggu kita.”
Rara memandangnya, mencoba mencari kebenaran di mata Arga. “Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Jordan tahu kelemahanmu, dia tahu tentang aku.”
“Aku akan memastikan dia tidak pernah menyentuhmu lagi. Apa pun yang terjadi, aku akan melindungimu,” ucap Arga dengan suara rendah namun penuh keyakinan.
Namun, Rara menggelengkan kepala. “Aku tidak mau hanya dilindungi, Arga. Jika kita ingin bertahan, aku harus menjadi bagian dari hidupmu sepenuhnya, termasuk menghadapi dunia mu ini. Aku tidak ingin menjadi kelemahanmu, aku ingin menjadi kekuatanmu.”
Kata-kata itu membuat Arga terdiam. Ia menyadari betapa dalamnya cinta dan keberanian Rara. Ia mendekat, memegang tangan Rara dengan lembut. “Kau selalu menjadi kekuatanku, Rara. Maafkan aku telah menyembunyikan ini darimu. Aku berjanji, tidak ada lagi rahasia di antara kita.”
Rara mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan. Ia tahu, perjalanannya dengan Arga tidak akan mudah, tetapi ia telah memutuskan untuk tetap berada di sisinya, apa pun risikonya.
Dengan berani rara pun mengatakan keinginannya "aku ingin kamu keluar dari dunia gelap itu arga" ucap rara.
Arga terdiam dan melepaskan genggaman tangannya dari rara, wajahnya penuh dengan keraguan, satu hal menjadi jelas—Arga tidak berniat sepenuhnya meninggalkan dunia gelap itu.
“Aku tidak bisa keluar begitu saja, Rara,” ucap Arga dengan nada berat. “Bisnis ini sudah menjadi bagian dariku jauh sebelum perusahaan keluarga kita ada. Aku merintis semuanya dari nol, dan aku tidak akan menyerahkannya begitu saja, apalagi kepada orang seperti Jordan.”
Rara menatapnya, tercengang. “Jadi kau memilih bisnis itu daripada kehidupan normal? Kau memilih itu daripada aku?”
“Ini bukan soal memilih,” jawab Arga tegas. “Aku menjalankan keduanya dengan seimbang. Perusahaan keluarga adalah warisan, tapi dunia ini… ini adalah identitasku. Ini caraku bertahan hidup sebelum kita bertemu. Jika aku meninggalkannya sekarang, bukan hanya aku, tapi juga kamu yang akan terancam.”
Rara merasa dadanya sesak. Ia tidak pernah membayangkan bahwa pria yang ia cintai begitu dalam terikat dengan sisi gelap yang begitu berbahaya. “Bagaimana kau bisa mengharapkan aku menerima ini, Arga? Dunia itu penuh bahaya. Kau tidak hanya mempertaruhkan nyawamu, tapi juga hidupku!”
Arga mendekat, suaranya melembut. “Justru karena itulah aku tetap di sana. Aku tidak bisa membiarkan orang seperti Jordan berpikir aku lemah. Jika aku keluar sekarang, mereka akan menganggap itu sebagai tanda kelemahan dan mulai memburu kita. Tapi selama aku masih memegang kendali, aku bisa memastikan mereka tidak menyentuhmu.”
“Ini gila, Arga,” ucap Rara pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku ingin menjalani hidup sederhana bersamamu. Aku ingin membangun keluarga, tanpa rasa takut akan ancaman atau bahaya dari orang-orang yang bahkan tidak aku kenal.”
Arga terdiam sejenak, menatap wajah istrinya yang penuh kesedihan. Ia tahu betapa sulitnya situasi ini untuk Rara. “Aku mencintaimu, Rara. Aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu. Tapi aku juga tidak bisa menyangkal siapa diriku. Jika kau ingin pergi, aku tidak akan menyalahkanmu. Tapi jika kau tetap di sisiku, aku berjanji akan memastikan kau selalu aman.”
Rara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia berbalik dan berjalan menuju kamar, meninggalkan Arga yang berdiri di ruang tamu dengan ekspresi penuh rasa bersalah.
Saat Rara berbalik menuju kamar, langkahnya terhenti. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosi yang membuncah di dadanya. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata tanpa menoleh,
"Arga, aku sangat mencintaimu. Kupikir, aku sudah menggapai semua yang aku impikan. Memiliki rumah yang hangat, seorang suami yang aku cintai... tapi sekarang aku paham, kamu belum bisa benar-benar menerima aku."
Arga terpaku di tempatnya. Kata-kata Rara menusuknya lebih dalam daripada yang pernah ia bayangkan. Ia mencoba mendekati Rara, namun langkahnya terasa berat.
“Rara...,” gumamnya, hampir seperti bisikan.
Rara akhirnya menoleh, matanya berkaca-kaca namun penuh dengan keteguhan. “Aku mencoba menjadi istri yang baik untukmu, Arga. Aku menerima sisi dinginmu, bahkan ketika kau sering membiarkan aku merasa sendiri. Tapi kali ini... aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk menerima sisi dirimu yang lain ini.”
Arga menatap istrinya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Ini bukan tentang aku tidak menerima kamu, Rara. Aku...” Ia terdiam, suaranya pecah. “Aku takut kalau kau tahu semuanya, kau akan membenciku. Aku takut kehilanganmu.”
“Kalau begitu, kenapa kau tetap memilih jalan ini?” tanya Rara, suaranya bergetar. “Aku tidak membenci siapa dirimu, Arga. Tapi aku takut. Aku takut dengan apa yang mungkin terjadi pada kita, pada hidup kita.”
Arga mendekat, namun Rara mengangkat tangan, meminta jarak.
“Aku butuh waktu, Arga. Bukan untuk berhenti mencintaimu, tapi untuk memahami apakah aku bisa menjalani hidup seperti ini. Aku ingin percaya padamu, tapi aku juga butuh kamu menunjukkan bahwa aku adalah bagian dari hidupmu, bukan hanya seseorang yang kamu lindungi dari jauh.”
Arga terdiam, tubuhnya terasa berat oleh rasa bersalah. Ia melihat sosok Rara yang berusaha tegar di depannya, dan hatinya terasa seperti diremas.
“Kalau aku pergi, itu bukan karena aku berhenti mencintaimu,” lanjut Rara, menahan air matanya. “Tapi karena aku ingin memastikan, aku bisa bertahan dan tidak kehilangan diriku sendiri dalam cinta ini.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Rara berbalik dan berjalan menuju kamar. Ia menutup pintu dengan perlahan, meninggalkan Arga yang masih berdiri di ruang tamu, terdiam dan tak mampu mengucapkan apa pun.
Di dalam kamar, Rara duduk di tepi tempat tidur. Air matanya akhirnya jatuh, mengalir tanpa henti. Di sisi lain pintu, Arga mengepalkan tangan, menahan rasa sakit yang mendalam, menyadari bahwa ia sedang berada di ambang kehilangan wanita yang paling ia cintai.