NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 Kengerian

...“Yang tercipta dari bekas pertarungan adalah sisa reruntuhan, korban, kerusakan, juga kengerian. Masih menyimpan dendam ditanamankan seorang ibu pada anaknya. Akan selalu dikenang malam panjang tiada akhir, ketika seorang anak lahir.” – Surai....

Terbiasa untuk saling tertawa, membagi luka, derita, suka, dan duka. Namun, kini hanyalah tinggal sendirian dalam luasnya dunia memandang.

Seorang lelaki masih meratapi diri, menengok keluar jendela menengok barang sebentar. Jendelanya begitu luas. Sejauh mata memandang hanya kepulan asap sedikit tampak. Berapa minggu telah berlalu semenjak Pulau Arash dibombardir?

Jendela yang dia maksud adalah sebuah perbatasan tanpa tepi. Berada di atas bukit dengan kuda bersurai perak.

“Empat tahun sangat lama, Tian.”

Kini berbalik arah dan tenggelam dalam bukit. Kabut tebal langsung menutup area dimana lelaki itu menembus lebatnya hutan.

Sedangkan, ada yang sekarang berjaga dan mengeksploitasi.

Berbekal senjata sederhana juga keberanian. Ditapakinya tanah hutan yang indahnya tiada kira. Banyaknya sulur bergelantungan, sedikit kabut menjadikan suasana begitu dingin. Ringannya udara sekarang seperti berada di atas awan.

Selangkah demi selangkah memasuki pelan, bersama rekan seperjuangannya.

“Wuah, ternyata Pulau Arash seindah ini.”

Pujian terus dibacakan sepanjang perjalanan menapaki jalan. Yang bisa dilakukan lelaki bernama Baron hanyalah menjebak, lalu menghabisi.

Penjaga dari sekte itu melihat adanya anak yang duduk sembari memetik buah di bawah kakinya.

“Hoi!” Teriak penjaga.

Baron menghirup buah segar dari tangannya. Tidak memedulikan perkataan penjaga itu. Baron hanya melihat kedua sosok penjaga. Seketika kedua penjaga hanya mengernyit ketika kaki dan tangannya terasa kaku seperti tidak mau dilepaskan.

“Mereka yang melihat keindahan alam Pulau Arash tidak akan pernah selamat.”

Itu adalah hukum Pulau Arash.

Seterusnya teriakan demi teriakan terdengar membelah angkasa. Malam yang dia lihat namun, pagi yang terjadi dalam dunia nyata. Siapa yang akan mencari jasad rekannya? Sekte itu tidak pernah peduli dengan teman-temannya, karena yang ada di sekte hanyalah kumpulan orang sampah.

...***...

Membuka kacamata hitamnya. Silaunya mentari pagi mengusik penglihatannya. Menyipitkan mata ketika dia sama sekali tidak menyukai matahari yang terik. “Seharusnya sudah musim hujan,” protes lelaki bermata hitam. Kali ini bersama dengan anggota kepolisian lainnya mengunjungi kediaman yang disebutkan oleh Coin. Tuan Bon dan istrinya, yang tentu saja sudah tidak memiliki penghuni.

“Sepertinya belum lama dikosongkan.” Idris menuruni kereta kudanya.

“Hm,” jawab Mallory.

“Coin mengatakan jika Tuan Bon dibunuh oleh istrinya. Tetapi, yang kita temukan malah mayat karyawannya. Sepertinya mayat Tuan Bon belum ditemukan.”

Kening Idris menyatu. "Bukankah kamu mengatakan jika Tuan Bon ditemukan meninggal?"

"Apa aku berkata jujur?"

Menggeleng Idris

“Seharusnya jika mengganggu penciuman warga akan dilaporkan segera.” Idris mengangkat penutup kain tumpukan kayu.

Mallory berjalan menuju dalam rumah. Ada bau yang menyambutnya mesra. Seketika melirik anak buahnya yang sudah membuat garis polisi. “Tim, tolong wawancara warga sekitar. Seperti apa Tuan Bon itu.”

Beberapa dari mereka mengangguk.

“Baunya apek.”

“Pulang, jika mengeluh saja.”

Melipat tangan di depan dadanya, begitu tidak mengenakkan raut wajah Idris. “Selain bau apek hanya kamu yang aku benci.”

“Penemuan mayat Tuan Bon, menurut informasi dia menikah dengan putri semata wayang keluarga Ganis.”

Idris memalingkan wajahnya. “Tidak peduli.”

“Keluarga Ganis sudah tiada,” bisik Mallory sangat dekat dengan telinga Idris. Merinding bulu romanya segera.

“Mengapa kamu begitu dekat?”

“Bagaimana dengan data rumah sakit?”

Idris menghela nafasnya sebal. “Ada beberapa rumah sakit yang dekat dengan rumah Tuan Bon. Haruskah kita ke sana?”

“Pergilah sendirian.” Mallory meninggalkan Idris lalu menaiki lantai dua rumah itu. Sedangkan, matanya sempat melirik Idris yang meninggalkan rumah besar itu.

Membuka satu per satu ruangan. Terkunci tentu saja. Setidaknya dia masih memiliki akal untuk membobol kunci sederhana. Hanya satu ruangan yang terbuka. Tanpa kunci, mungkin hilang.

Kamar utama Tuan Bon dan Nyonya Bon. Dalam indahnya suasana menghiasi mata Mallory. Satu hal yang menonjol dari ruangan itu hanya almari yang besarnya hampir setengah kamar.

Membuka satu pintu sembari terkagum akan baju bagus. Sepanjang almari hanya berisikan pakaian wanita. Pakaian lelaki berada di almari tidak banyak di sudut ruangan. Dari situlah, Mallory tahu jika Nyonya Bon adalah wanita yang mendominasi Tian Bon.

Sejenak berpikir lalu menuruni tangga.

“Coin adalah anak yang diadopsi oleh Tuan Bon.”

Sekelebat kata ucapan Idris menghantui pemikirannya. Dilanjutkannya langkah menuju kamar satu dengan lainnya. Ada satu kamar yang masih bisa dibuka walau serat jamur besi. Ruangan yang kemungkinan dijadikan Coin sebagai tempat tidur.

Hanya sederhana yang dia pikirkan. Beberapa kali menelisik ke semua sudut. Menemukan lagi yang berada di bawah tempat tidur. Ada sepenggal surat yang membuat matanya melotot sempurna.

“Lelaki itu mencatat semua kegiatannya.”

Seperti sebuah buku harian tetapi hanya berada diatas kertas bersobek. Mungkin Coin sengaja melakukannya untuk memberitahukan betapa ngerinya dunia yang sudah dia lalui selama ini.

Di dalam kertas harian itu ada beberapa poin yang disimpulkan oleh Mallory. Lelaki itu lahir dari seorang penjaja, tanpa tahu siapa ayahnya. Pada usia 7 tahun dibuang dan dijual dalam Agensi Surga.

Nama tempat yang begitu asing.

Lalu perjalanannya berada di Agensi Surga, hingga bertemu dengan Tian.

“Tian Cleodra Amarillis.”

Usap Mallory pada tulisan tangan Coin latin. Seakan nama yang tidak pernah dia tahu berada di pulau ini. “Nama Amarillis adalah sebuah bunga. Jika begitu hanya bangsawan khusus yang memakai nama ini.”

“Tetapi, mengapa bangsawan semacam ini berada di Agensi Surga.”

Letak, bentuk, atau apalah wujud dari Agensi Surga tidak pernah tahu oleh Mallory.

Setelah membawa surat itu dalam plastik buktinya membawa menuju kereta kuda yang sudah hilang satu. Ah, Idris benar melakukan apa yang dia katakan.

Lelaki, yang sangat mudah terbawa marah. Namun, begitu hanya dia yang berkompeten.

“Tuan Mallory, saya sudah mencatat beberapa saksi yang memungkinkan membantu penyidikan ini.”

Mallory meneliti laporan itu. Seseorang berkata jika dia mendengar suara tembakan. Sedangkan, pada jasad Tuan Bon tidak ditemukannya peluru.

Dari situlah, Mallory menyadari jika bukan kesalahan Idris dalam melakukan autopsi. Memang ada orang lain yang membantu pembunuhan. Dan lelaki itu berkemungkinan adalah Tuan yang memiliki Agensi Surga. Seperti yang dikatakan oleh Coin.

...***...

Hitam.

Sudah mewakilkan semua mata memandang. Bau asap rokok, minuman anggur yang berusia puluhan tahun, juga bau daki kemiskinan. Berkumpul pada satu titik yang disebut dengan Jurang Neraka.

Ketika dunia bagaikan surga, maka, ada bagian sisi lainnya yang menyebutnya sebagai neraka.

Berusia sekitar 60 tahun berjalan. Dengan kaki jingglang kini perlahan mendekati lelaki yang didamba berbagai manusia bawah tanah.

Ada setidaknya 5 wanita yang menemaninya seraya mengelus atau memijit badan lelah tuan ini. Ada setidaknya 12 penjaga yang bersedia bertarung jika hal tidak diinginkan. Ada setidaknya 3 pintu yang menuju ke berbagai tujuan berbeda. Ada setidaknya satu penerangan temaram, dan ada setidaknya 1 manusia yang berlagak sombong.

Pangillah namanya tiga kali, maka dia akan menyahut permintaanmu.

Bermandikan uang, harta, berlian, juga perak sudah dia lalui setiap detik.

“Ada yang memanggilku, Tuan Dong Bond.”

Kedua pengawal dengan baik hati menggeserkan kursi untuk duduk berhadapan dengan lelaki yang dipanggil Demon. Penguasa Barang Surga tertinggi. Penguasa pelelangan manusia terbesar. Semua akan tunduk di kaki lelaki itu.

“Saya sangat beruntung bisa bertemu dengan Anda. Tuan Demon.”

“Ya, aku menerima ajakan pertemuan ini karena kamu telah membeli barangku dengan harga yang fantastis. Untuk 150 koin suci hanya bermodal lelaki cacat.” Kibasnya tangan sembari meneliti perhiasan barunya. “Ada apa?”

“Saya memiliki permintaan.”

“Katakan,” perintahnya.

“Ada seorang lelaki yang sudah saya incar sebelumnya. Saya dengar jika dia juga merupakan saingan Anda dalam dunia gelap.”

Seketika wajah santai berubah menjadi garang. Kepada lelaki berusia matang, Demon menaikkan alisnya. “Siapa?”

“Fadel Bond.”

Senyuman terlukis di wajah Demon. “Lelaki itu..., ada apa dengannya?”

“Saya mendengar jika dia telah mengirim setidaknya satu pelayaran.”

Rasa amarah sedikit memuncak. “Ceritakan kepadaku lebih rinci.”

“Jika Anda berkenan saya akan memberitakan selanjutnya. Tetapi, Anda harus membayarnya.”

“Begitu ya,” lirih lelaki Demon lalu menyandarkan punggungnya. “Berapa nilainya?”

“Satu nyawa Silvia Bond.”

“Siapa itu?”

“Putri tunggal Fadel Bond.”

Anggukan sudah diterima oleh Tuan Bond. Saling menatap selayaknya kerja sama yang menguntungkan. "Apakah aku harus membunuhnya?"

Tuan Bond mengeleng. "Tidak. Cukup culik dia dan aku akan menjadikannya barang sempurna."

Pada akhirnya kedua lelaki dalam remang menyetujui sebuah kerja sama.

...*...

Bergegas dengan segera melaksanakan sebuah tugas. Akan datangnya sebuah pertanda bahagia dia nanti. Ada haus akan harta, akan tahta, akan hiburan sekalipun. Ada juga yang terus mengejar indahnya surga.

Seorang lelaki menghamburkan uang yang sudah dia bawa. Satu, dua koper tidak pernah dia pegang sampai saat ini.

Ada yang bergembira sendirian dalam indahnya kamar miliknya. Disaat orang lain bermanja dengan istrinya maka dia akan bermanja dengan kekasihnya.

Seorang mengetuk lembut pintu kamar. Dengan suara lirih memberitahu suaminya jika makanan segera siap.

Dengan cepat membuka pintu kamar, wajah tidak enak lelakinya membuat sang istri hanya menunduk tidak berani menatap mata suaminya.

“Aku sudah menyiapkan makan malam.”

“Hm,” jawab suaminya.

Kini menuruni tangga lali menuju meja makan. Putrinya yang masih memegang boneka walau berusia 19 tahun genap tahun ini. “Ayah, besok aku boleh berkemah?”

“Apa kamu tuli?” suara nada kencang membuat sang putri menciut nyalinya.

“Ayah sudah mengatakan jika kamu tidak boleh berkemah. Apakah kamu tidak paham.” Kesal dengan makanannya, sang suami hanya melempar sendok keras lalu berjalan menuju kamarnya.

Sang istri hanya mengelus punggung putrinya pelan, menenangkan.

Terkurung bagaikan burung dalam sangkar, begitunya ayahnya sangat mencintai dirinya namun, pada akhirnya hanya memutus sayap kebebasannya. Seakan tidak bisa mendengar suara hutan, suara kicauan burung, tidak pernah menampakkan kaki di luar rumahnya.

Dirinya sudah 19 tahun, kan?

Kadang pertanyaan bodoh diperlukan. Seperti saat ini yang mempertanyakan kawannya menuju bumi perkemahan dengan serempak. Liburan sekolah tiba dan kelulusan diumumkan. Sedangkan, Putri Silvia hanya mendekam dalam sangkar.

Sejenak menikmati suasana dengan siraman air kecil dari air mancur depan rumahnya. Taman yang dia bangun bersama ibundanya karena mendapati suasana yang sama. Dulunya dia sangat suka dengan suasana semacam itu. Selayaknya berpegang erat pada kehangatan keluarga. Namun, sekarang hanya pertanyaan terus saja mampir.

Di mana kebebasan itu berada?

Cerita yang putri ini tahu, akan ayahnya yang selalu kasar menendang, atau memukuli ibunda dan dirinya adalah dimulai sejak saat itu.

Ayahnya memiliki seorang kakak cacat. Hanya terus berjalan jingglang tidak mampu bekerja di usianya yang ke 11 tahun. Sedangkan, Silvia pernah menanyakan. Memangnya anak berusia segitu bisa bekerja? Dan jawaban ayahnya sangat membuat Silvia tersiksa. Setidaknya jika tidak bisa bekerja maka, jangan terlahir cacat dan menjadi beban.

“Siapa yang akan meminta dilahirkan cacat?” Silvia mengusap air matanya ketika membayangkan betapa ngerinya lelaki yang kini entah menjadi apa. Di usir keluarga dianggap barang gagal Tuhan dan sekarang entah dimana. Mungkin pamannya.

Silvia menatap kejauhan lelaki yang menatap asing kepada dirinya. Terus melangkah memasuki rumah karena takut akan sosok asing. Hanya saja ada yang mengesankan dirinya ketika lelaki jingglang datang membawa sebuah hadiah.

Silvia mengabaikannya lalu berlari kepada ibunda. Takut hal buruk terjadi kepada dirinya.

“Silvia!” teriak lelaki yang berjalan menuju dirinya dengan perasaan bahagia.

Berhentinya Silvia.

“Siapa?”

“Benarkah itu kamu?”

Lelaki jingglang dan mengetahui namanya. Lambang keluarga Bond juga dia pakai. Apakah dia kakak dari ayahnya?

“Ini aku. Paman Bond.”

“Kakak dari ayah?” tanya Silvia memastikan.

Jika begitu, tipu daya lelaki hebat itu adalah kalanya cepat berlangsung. Menyesalnya gadis itu, tapi tidak pernah bisa berteriak. Seakan mengikuti Paman Bond menuju kereta sirkus.

Mungkin bukan hanya wanita, yang mempunyai kemampuan tipu daya.

...***...

Terpampang nyata Rumah Sakit Pangkat Dewa. Nama yang aneh, unik sekaligus menjadi barang ejekan beberapa orang yang tidak menyukainya.

Namun, bagi kepolisian yang haus akan informasi nama semacam itu tidak diperlukan lagi. Dilangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan dokter berjanji bertemu sejam yang lalu.

Hanya sendirian, ketika Idris berputar-putar hanya mencari rumah sakit yang tidak asing dengan nama Nyonya Bond atau Kakak Kupu-kupu.

Idris menggeleng. “Nama mereka aneh semua.” Mendelik kepada Mallory berharap jika lelaki itu tidak menyuruhnya pulang setelah mendengar keluhan Idris.

“Selamat siang dok,” sapa Idris.

“Dokter Idris. Sudah lama tidak bersapa. Apakah kabar Anda baik?”

Idris tersenyum lebar. “Seperti yang Anda lihat.”

“Sepertinya Anda tidak pernah berubah.”

Idris memeluk lelaki yang sudah tidak dia sapa itu. Yah, walau Idris juga lupa siapa dia. Terlalu banyak pekerjaan kadang membuatnya lama mengingat-ingat.

“Duduklah.”

“Oh, perkenalkan ini Tuan Mallory Lorenzo. Dia adalah kepala investigasi dan juga penyelidikan kasus yang aku tangani sekarang.”

Dokter dengan rambut sedikit coklat itu menundukkan kepalanya. Mempersilakan Tuan Mallory duduk di dekat Tuan Idris. “Apakah ini keperluan penyidikan?”

“Iya,” jawab Tuan Mallory tegas.

Suara yang membuat dokter itu sedikit merinding. “Baiklah, apakah saya bisa melihat suratnya?”

Mallory menyerahkan surat tanda penyidikan. Setelah mendapatkan stampel nama dan juga tanda-tangan dokter itu waktu pembicaraan penting akan segera dimulai.

“Ini perihal wanita berusia sekitar 20 tahunan yang melahirkan di rumah sakit ini, dia bisa dipanggil Kakak Kupu-kupu.”

Dokter itu linglung. “Tidak ada nama itu?”

“Jika begitu, apakah ada lelaki yang setinggi ini lalu memakai penutup mata sebelah mengunjungi kakak yang melahirkan?” Mallory mengulangi pertanyaannya.

“Hm,” dehemnya. Sejenak mengingat siapa yang dia cari.

Dokter itu mencari data kemudian menyerahkannya kepada Mallory dan Idris. “Apakah mirip?”

Idris berbinar ketika melihat penanggung jawab wanita itu adalah Agensi Surga. “Ya,” jawab Idris.

“Jika benar nona ini maka, dia sekarang sudah dipulangkan. Lihat di sini. Tanggal dia keluar kemarin malam.”

“Dengan siapa dia pulang?” tanya Idris cepat.

“Ibundanya.”

Idris mengernyit, sejenak berpikir. Coin mengatakan jika Kakak Kupu-kupu tidak memiliki ibunda. “Bisa kamu tahu alamat lengkapnya?”

...*...

Berdirilah mereka dihadapan rumah paling sederhana dari berminggu-minggu dilihat. Setelah mendapatkan alamat dari Rumah Sakit Pangkat Dewa. Melihat ada dua wanita yang mengasuh bayi berusia sekitar 21 hari.

“Apakah kamu tega membiarkan kebahagiaan direnggut?” Idris seakan iri dengan keadaan di depan matanya.

Mallory menegaskan langkahnya lalu berjalan menghampiri rumah sederhana dengan kebahagiaan yang paling sederhana. “Tega,” jawabnya.

...***...

...Bersambung.......

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!