Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Masih perawan tapi sudah menikah. Bos bilang dia pekerja di kantor. Apa bos salah orang? Astaga!" Gumam Nico dalam hati.
...****************...
Sabila sudah dekat dengan lorong rumahnya. Dia minta diturunkan di depan lapangan yang memang disana tidak ada rumah penduduk.
"Sampai disini saja! Aku akan jalan ke kontrakan ku." Kata Sabila.
Nico yang melihat cara jalan Sabila sedikit aneh, berinisiatif untuk mengantar sampai di kontrakan saja. "Apa tidak sebaiknya saya mengantar anda sampai di kontrakan anda?" Kata Nico.
Sabila maunya memang begitu, turun di depan kontrakan nya. Tapi apa yang akan orang lain bilang, kalau sampai dia ketahuan.
"Tidak perlu, takut ada yang lihat. Terimakasih!" Sabila turun dari mobil.
Nico tidak langsung pergi, dia mengikuti Sabila sampai ke kontrakannya, dan memastikan tidak ada orang yang melihat Sabila pulang hari itu.
Kini Nico sudah kembali ke mobilnya yang diparkirkan di pinggir lapangan.
"Sepertinya Bos salah orang. Tapi beruntung sekali, walau istri orang dia masih perawan." Gumam Nico ingin senang karena Bosnya menang banyak, atau sedih karena seorang wanita baik-baik telah menjadi korban.
"Dia juga terlihat seperti wanita baik-baik. Sepertinya aku harus menyelidiki hal ini." Ucapnya.
Tiba-tiba Nico mengenang adiknya yang mungkin seumuran dengan Sabila. Kalau saja orang itu tidak menculik adiknya, mungkin dia dan orang tuanya tidak akan terpuruk seperti saat ini.
"Malang sekali nasib mu, kau mengingatkan kepada Adikku yang sudah tiada. Kedepannya aku pasti akan menjaga mu.q" Kata Nico.
****************
Kontrakan Sabila
"Brugh..! Hiks.. Hikss!" Tangis Sabila pecah saat dia menjatuhkan diri di kasurnya.
Dia menangis dalam diam, sudah suami yang tidak pernah mempercayainya, mertua dan ipar yang membencinya. Ingin menyerah takut dosa.
"Ya Allah! Hamba sudah kotor. Apa yang harus ku katakan pada Mas Hendra? Bagaimana kalau aku sampai hamil? Ya Allah ampunilah dosa hamba." Sabila menangisi akan apa yang terjadi pada dirinya.
Terlalu lama menangis akhirnya Sabila tertidur.
Pagi ini Sabila bangun saat matahari sudah tinggi. Jam menunjukkan pukul 11 siang, Sabila baru selesai mandi. Terdengar suara ketukan dari arah luar. Bukan ketukan lebih tepatnya gedoran.
"Braakk... Braakk! Sabila, buka pintunya." Teriak Hendra.
Sabila sengaja mengunci pintunya, takut kejadian seperti Risma terjadi lagi. Kalau sampai pintu rusak, atau dia kena serangan jantung kan gak lucu. "Iya! Sebentar Mas." Kata Sabila, dia berlari membuka pintu dengan masih menggunakan handuk.
"Klek.. Krieet!"
"Lama banget sih kamu, udah capek tau dari tadi diluar nungguin." Kata Hendra.
"Aku baru habis mandi, Mas. Maaf!" Kata Sabila.
Hendra tidak mau banyak berdebat dengan Sabila. "Banyak alasan saja kamu ini. Buatin aku makan siang, lapar tau!" Kata Hendra.
"Iya Mas!" Jawab Sabila.
"Baru juga datang langsung marah. Apalagi kalau mas Hendra tahu, aku sudah diperkosa." Gumam Sabila dalam hati.
Dia berusaha menahan sesak di dada, air mata sudah berkumpul tinggal tunggu tumpah saja.
"Mas! Apa gak mandi dulu? Sambil nunggu masakannya matang." Kata Sabila, sembari meletakkan secangkir kopi di hadapan suaminya.
"Memangnya hari ini kamu masak apa? Apa masih lama masakan kamu matang? Ini tuh sudah jam 11, Bila!" Kata Hendra, penuh penekanan.
Untung saja saat bangun tadi Sabila sempat masak nasi dan menumis sayur, kalau tidak pasti Hendra akan lebih murka lagi. "Tinggal masak telor dadar saja, yang lain sudah siap, Mas." Kata Sabila.
Sabila sudah biasa dengan kelakuan Hendra, yang tanpa angin maupun hujan langsung marah padanya. "Kamu kok baru datang sudah marah-marah sih Mas." Kata Sabila, mulai merasa heran dengan sikap Hendra.
"Kamu tau apa sih, Bila. Mas tuh pusing, ngurusin kerjaan. Kamu saja yang enak-enak tidur di rumah, gak menghasilkan apa-apa. Suami pulang, baru mandi, baru sibuk masak. Seharian kamu tu bikin apa, Tidur!" Bentak Hendra.
"Ya Allah! Ini kah sifat suami ku yang asli." Gumam Sabila dalam hati.
"Iya Mas tadi aku bangun telat, karena kurang enak badan." Kata Sabila menunduk. Setelah tadi malam, tubuhnya terasa sakit semua. Nyeri pada intinya saja masih terasa.
"Dasar pemalas! Coba kalau kau yang cari uang, terus aku di rumah tidur-tidur saja..Apa kamu gak marah. Punya istri kayak kamu bikin pusing saja, bagusan juga Maya." Kata Hendra, yang tidak menyadari ucapannya melukai hati Sabila.
Kembali lagi Hendra membandingkan dirinya dan Maya. "Kok jadi banding-bandingkan aku sama Maya lagi sih Mas! Ak..
"Ya jelas aku bandingkan kamu, dulu Ibu minta aku nikah sama Maya tapi aku milih kamu. Aku yang buta, atau kamu sudah main dukun ke aku!" Kata Hendra yang memotong perkataan Sabila.
"Astaghfirullah. Istighfar Mas! Aku gak pernah melakukan apa yang kamu tuduhkan. Kamu berubah, Mas!" Tangis yang ditahan oleh Sabila, akhirnya tumpah juga.
"Maafkan aku Sabila, semua salah ku tak bisa menahan ego. Aku harus menceraikan mu, agar aku tidak lagi menyakiti hati mu. Masih ada sedikit rasa cinta untukmu, tapi aku takut Maya hamil." Gumam Hendra.
"Berhenti mengeluarkan air mata palsu mu, Sabila! Aku gak jadi makan disini, aku mau ke rumah Ibu saja. Pusing liat kamu, penuh sandiwara." Kata Hendra, dan meninggalkan Sabila yang menangis sesenggukan.
Bu Ratih dan Bu Bayu yang kebetulan lewat, melihat Hendra yang keluar rumah penuh dengan emosi. Khawatir dengan Sabila, mereka memutuskan untuk singgah dan memastikan Sabila baik-baik saja.
"Assalamualaikum!" serempak keduanya mengucap salam.
Tapi tidak ada jawaban. Mereka menerobos masuk, melihat Sabila menangis di dapur.
"Sabila! Kamu kenapa sayang?" Tanya Bu Ratih.
Sabila tak menjawab, dia memeluk Bu Ratih.
"Ini minum dulu airnya, tenangkan diri mu." Bu Bayu menawarkan segelas air putih.
Sabila meneguk air itu, dan mulai sedikit tenang.
"Ada apa Sabila? Apa Hendra memukul mu, apa yang dia lakukan sampai kamu nangis begini." Kata Bu Ratih khawatir.
Sungguh Sabila tak bisa lagi menahan rasa sakit hatinya. "Mas Hendra nuduh aku main dukun untuk dapetin dia, Bu. Dimatanya aku hanya istri yang malas." Kata Sabila sesenggukan.
"Astagfirullah!" Ucap kedua ibu itu. Mereka tak percaya bukan hanya Bu Wati yang kejam, ternyata anak-anaknya sama saja.
"Mungkin sebentar lagi mas Hendra akan menceraikan ku, Bu!" Kata Sabila pasrah.
"Ya bagus kalau kamu cerai sama dia. Setelah cerai kamu tunjukkan kalau kamu itu bisa bertahan tanpa dia." Kata Bu Bayu.
"Betul itu! Sebelumnya kamu juga pernah bekerja, jadi jangan putus asa. Kami mendukung kamu Sabila." Kata Bu Ratih.
"Terimakasih Bu!" Ucap Sabila.
"Cukup kali ini saja kamu meneteskan air mata Sabila. Ke depannya hanya ada Sabila yang kuat, berani, dan selalu bahagia." Kata Bu Bayu.
"Iya Bu, Sabila janji."