Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berubah?
Setelah selesai makan, Aryan tetap tak mendapat sapaan dari istrinya. Aira hanya diam dan tersenyum paksa, saat orang tuanya menyinggung masalah Aryan.
Kini, Aryan sudah berada di kamar Aira, ia membaringkan tubuhnya karena memang lelah. Pekerjaannya sudah ia serahkan pada Adrian, meski Adrian tetap mengirimkan email berupa berkas-berkas yang harus ia setujui.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, tak lama lagi akan masuk waktu shalat Dzuhur. Aryan memilih memejamkan matanya sebentar dan akan bangun saat adzan berkumandang.
Kamar istrinya tak begitu luas seperti kamar dirumahnya, namun cukup nyaman karena bersih dan rapi. Apalagi saat jendela kamar di buka, angin sepoi-sepoi di siang hari semakin menambah rasa kantuk.
Di sisi lain, Aira memilih duduk di bawah pohon jambu yang ada di depan rumahnya. Ia rasanya sangat enggan masuk ke kamar karena ada Aryan.
Bukan tanpa alasan ia marah pada suaminya. Saat ia di rumah mertuanya, Aira tak sengaja mendengar papa mertuanya menelepon teman Aryan dan menanyakan keberadaan Aryan.
Ternyata suaminya pergi makan siang, di saat ia sedang sekarat. Aira kira, Aryan ada rapat penting, sampai-sampai tak bisa datang hanya untuk memastikannya masih hidup atau tidak. Bu Imas bilang, Aryan sibuk, tapi ternyata sibuk makan siang entah dengan siapa.
Mungkin dengan Diana.
Entahlah, padahal ia seharusnya sadar diri agar jangan terlalu banyak berharap, tapi nyatanya ia tetap berharap juga.
"Ira, kapan datang?" sapa salah satu tetangga membuat Aira tersenyum manis.
"Kemarin sore, bu." Aira menyalim tetangganya itu, lalu mengajak duduk di bawah pohon jambu.
"Sama suami datangnya?" tanya bu Irma menatap mobil mewah yang di duga milik suami Aira.
"Enggak, bu. Kemarin datangnya di antar sama mertua, karena kebetulan suami lagi sibuk banget. Ini mas Aryan baru aja nyampek tadi," jelas Aira masih dengan senyuman ramahnya.
"Ayah sama mamak kamu mana?"
"Tadi pergi ke pasar, mau beli bahan-bahan buat dimasak," jawab Aira memegang tangan bu Irma.
"Iya, kan kalian juga udah datang, makanya belanja banyak. Oh ya, ibu datang ke sini tuh mau bilang ini, kan ada tuh pohon rambutan di kebun ibu, rencana mau panen. Tadi sebenarnya udah di panen setengah, tapi masih banyak buahnya yang belum di panen. Pas liat ada mobil di sini, kepikiran kalau Aira datang, makanya ke sini mau ngajak Aira nanti siap-siap shalat ke kebun ibu."
"Tapi, Aira gak bisa manjat lagi, bu. Soalnya lagi hamil," ucap Aira pelan membuat bu Irma langsung melotot.
"Alhamdulillah, Ya Allah, Ira. Bu Irma seneng deh dengernya. Semoga sehat selalu ya Ira sama baby," kata bu Irma sembari mengelus perut Aira.
"Ibu gak nyuruh kamu manjat loh, cuma datang aja biar kita bisa makan rambutan di sana. Sekalian kalau ada buah durian yang matang kita makan di sana juga. Tau gak, ini berbuahnya barengan gitu. Ada rambutan, manggis sama durian. Nanti Aira ajak suaminya, biar sesekali bisa liat pemandangan desa itu gimana, jangan gedung tinggi aja yang diliat tiap hari," jelas bu Irma membuat Aira mengangguk pelan.
"Nanti Aira coba ajak suami ya, tapi Aira gak janji."
"Iya, gak papa. Datang atau enggaknya nanti tetep ibu kasih kok ke Aira."
"Makasih, bu."
"Iya, seneng banget ibu tua ini denger Ira hamil. Ya Allah, semoga Ira sama bayi dan keluarga sehat selalu," ujar bu Irma tulus.
"Aamiin. Oh ya, Aira ada bawa ole-ole loh, tunggu sini ya, bu."
"Siap."
------
Selepas shalat Dzuhur, bu Yasmin mengajak Aryan untuk makan siang. Sebagai tamu dan juga menantu, Aryan manut saja, walau fokusnya terganggu saat melihat Aira sudah siap-siap seperti mau ke luar.
"Gak makan dulu, Ra?" tanya pak Aiman sembari menyendok nasi ke piringnya.
"Tadi udah makan, pas ayah belum pulang dari Masjid. Ini juga ada bawa lagi buat ke kebun bu Irma," jelas Aira memperlihatkan rantang yang ia bawa.
"Mau kemana?" tanya Aryan setelah sekian lama diam.
"Ke kebun tetangga, tadi di ajak buat metik buah," jawab Aira tanpa menatap Aryan.
"Sa, eh, mas ikut," ucap Aryan meralat kata 'saya', karena memang tak mungkin ia bicara baku dengan istrinya, di depan mertuanya.
Rasanya sangat canggung.
"Iya, ajak Aryan, Ra. Masa suami ditinggal sendiri sih," seru bu Yasmin. Aira pun menatap Aryan sejenak, lalu menghela nafas panjang.
"Yaudah, mas makan aja dulu, Aira tunggu di depan nanti," ujar Aira diangguki oleh Aryan.
Setelah selesai makan, keduanya pun pergi ke kebun bu Irma dengan menggunakan sepeda motor milik pak Aiman.
"Pengangan dong, Ra. Di sini kambing sering nyebrang sembarangan, jadi kadang nanti Aryan rem mendadak. Nanti kamu jatuh lagi," seru bu Yasmin membuat Aira mau tak mau berpegangan pada suaminya.
"Pamit ya, mak, ayah."
"Iya, hati-hati. "
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab pak Aiman dan istrinya secara bersamaan.
"Ini lurus aja kan?" tanya Aryan fokus menatap jalanan, sembari sesekali menyapa warga yang mereka lewati, dengan klakson.
"Iya."
"Nanti depan lorong itu berhenti ya, jalannya kurang bagus, jadi jalan kaki aja," seru Aira menujuk simpang jalan di depan.
Aryan pun manut saja, lalu memarkirkan motor di tempat motor warga lain terparkir.
"Sini, biar saya pegang rantangnya," ujar Aryan mengambil alih rantang yang dipegang Aira. "Kamu pegangan sama saya, nanti kamu jatuh, kan jalannya kecil," lanjut Aryan.
"Jalanannya kering, jadi gak bakalan jatuh," sahut Aira memilih berjalan mendahului Aryan.
"Kamu marah sama saya?" tanya Aryan berjalan cepat, agar bisa beriringan dengan Aira.
"Kalaupun marah, apa mas bakalan peduli? Lagipula, buat apa mas datang ke sini jauh-jauh, kan mas sibuk," celetuk Aira dengan suara pelan. Jangan sampai orang-orang mendengar perdebatan mereka.
"Saya minta maaf."
"Hm."
Beberapa jam kemudian.
Setelah pulang dari kebun bu Irma, Aryan langsung membersihkan diri dan ikut ayah mertua ke Masjid untuk shalat Ashar.
"Ibu hamil gak boleh makan durian banyak-banyak ya," ujar bu Yasmin menata buah yang di bawa Aira tadi.
"Iya, tadi cuma makan satu biji aja, itupun sempat dilarang sama mas Aryan, " sahut Aira sembari memakai lulur di kakinya, karena ia akan pergi mandi.
"Yaudah, sana mandi, habis itu shalat. Ajak suamimu jalan-jalan sore dekat danau, di sana udah mulai rame orang, karena udah di renovasi."
"Gak ah, malas."
"Jangan gitu, Ra. Semarah-marahnya kamu sama Aryan, tetap hargai dia sebagai suami kamu. Mamak gak tau apa masalah kalian, tapi mamak harap cepat terselesaikan. " Aira pun menghela nafas pelan, lalu pergi ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri dan lanjut shalat Ashar.
Setelah shalat Ashar, Aira mengintip dari jendela kamarnya, melihat suaminya yang tengah duduk di bawah pohon jambu, bersama ayahnya.
"Ra, udah siap belum? Itu Aryan udah nunggu loh di bawah," seru bu Yasmin membuka sedikit pintu kamar.
"Memangnya mau kemana, mak?"
"Lah, kan janjinya mau jalan-jalan sore. Itu tadi udah mamak bilang sama Aryan, dianya setuju, terus nunggu kamu dari tadi di pohon jambu," jelas bu Yasmin membuat Aira mau tak mau segera memakai pakaiannya untuk bepergian.
Beberapa menit kemudian, Aira langsung menghampiri motor matic ayahnya, tanpa mengatakan apapun pada Aryan.
"Jalannya nanti lurus, terus belok kiri, habis tuh lurus aja. Nanti bakalan ketemu tuh sama danaunya," jelas pak Aiman dan diangguki oleh Aryan.
"Udah bawa uang jajan?" tanya bu Yasmin menyodorkan uang 2 ratus ribu.
"Udah, mak. Ini simpan aja," sahut Aryan tersenyum tipis.
"Oh, kirain belum, soalnya Aira ini banyak jajannya."
"Udah ada kok, mak."
"Okelah, hati-hati ya."
Aira pun naik ke atas motor, lalu melingkarkan tangannya di pinggang Aryan.
"Pergi ya, mak, ayah."
"Iya, hati-hati. "
Motor pun melaju menuju Danau di desa ini. Danau yang beberapa bulan ini sudah dijadikan tempat wisata baru dan lumayan banyak pengunjungnya dari desa maupun kecamatan lain.
"Kenapa di lepas?" tanya Aryan saat Aira melepaskan pegangannya. "Pegang lagi, nanti kamu jatuh loh," ujar Aryan memegang tangan Aira, lalu kembali meletakkannya di perutnya.
Sesampainya di tempat wisata itu, Aira memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan untuk pengunjung. Ia duduk sembari menatap air yaang bergerak-gerak membentuk gelombang kecil, angin di sini juga lumayan kencang.
"Kamu mau makan apa?" tanya Aryan setelah duduk di samping Aira. Aira pun menatap sekeliling lalu tatapannya jatuh ke penjual gorengan dan juga minuman buah.
"Aku beli sendiri aja," ujar Aira hendak berdiri, namun langsung dicegat oleh Aryan.
"Biar saya aja." Aryan meletakkan ponselnya di kursi, lalu pergi membeli apa yang dipesan Aira tadi.
Aira menatap punggung suaminya yang sedang mengantri membeli gorengan, diantara banyaknya orang. Tatapannya teralihkan saat mendengar suara ponsel suaminya.
Ia pun menatap layar ponsel Aryan yang menampilkan nama 'Nana' di sana, ternyata nama Diana belum di ubah juga. Itu berarti mereka masih berhubungan baik atau bisa dikatakan spesial.
Beberapa menit kemudian, Aryan datang dengan membawa pesanan Aira tadi. Ponsel laki-laki itu pun kembali berdering, total sebanyak 5 panggilan tak terjawab.
Aira memilih memandangi danau, sembari mengunyah tahu isi, sedangkan Aryan menatap sejenak layar ponselnya, lalu menonaktifkan benda pipih itu.
"Kenapa gak di angkat?" tanya Aira dengan raut wajah tenang. Tak biasanya suaminya ini mengabaikan panggilan dari Diana. Bukankah Diana itu prioritas nomor 1.
"Gak terlalu penting," jawab Aryan sembari meminum air kelapa.
"Tumben gak penting, biasanya jadi prioritas," sindir Aira tersenyum sinis.
"Kalau saya bilang prioritas saya berubah, gimana?" ujar Aryan membuat Aira berhenti mengunyah sejenak.
"Terserah."
-------
jangan lupa tinggalkan like dan komen ya :)
Aryan udah tobat
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak
emak sama anak sama aja