Ganti judul: Bunda Rein-Menikah dengan Ayah sahabat ku
"Rein, pliss jadi bunda gue ya!!" Rengek Ami pada Rein sang sahabat.
"Gue nggak mau!" jawab Rein.
"Ayolah Rein, lo tega banget sama gue!"
"Bodo amat. Pokok nya, gue nggak mau!!" tukas Rein, lalu pergi meninggalkan Ami yang mencebik kesal.
"Pokoknya Lo harus jadi bunda gue, dan jadi istri daddy gue. Titik nggak pake koma!" ujarnya lalu menyusul Rein.
Ayo bacaa dan dukung karya iniii....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mey(◕દ◕), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Matahari perlahan muncul menggantikan bulan yang sudah melakukan tugas nya dengan baik.
Pantulan cahaya memasuki gorden rumah sakit. Perlahan tangan Ami bergerak, di susul dengan mata yang perlahan terbuka.
Mengedipkan matanya menyesuaikan cahaya, Ami kemudian menoleh kan kepala nya dengan pelan, ia terpaku saat menatap wajah polos yang sedang tertidur itu.
Senyum kecil muncul, Ami dengan pelan menarik tangan nya yang terasa kebas takut membangunkan pria itu.
Setelah berhasil lepas, Ami mengangkat tangan nya menuju rahang tegas yang sedari tadi menarik perhatian nya. Sebuah elusan lembut Ami layangan kan pada rahang Aldo.
"Maaf!" Ucap Ami yang hampir menyerupai bisikan.
Ami hendak menurunkan tangan nya namun terhenti saat sebuah tangan kokoh menggenggam jari nya.
"Kamu nggak salah. Seharusnya aku yang minta maaf karena udah buat kamu kaya gini, gara-gara rencana konyol aku, kamu harus masuk rumah sakit. Maaf!" Aldo berucap panjang lebar sambil menatap Ami teduh, tak lupa ia mengelus tangan itu.
Sebenarnya Aldo sudah terbangun karena merasakan elusan pada pipi nya, namun saat tahu siapa yang mengelus nya, membuat ia kemudian tetap pura-pura tidur.
Ami terpaku menatap Aldo. Sama seperti sebelumnya, semuanya terasa seperti mimpi, pria yang ia sukai berdiri di hadapan nya dengan pancaran cinta yang sangat jelas terlihat di matanya.
"Janji nggak akan gitu lagi, kamu cepat sehat ya," lanjut nya lagi.
Aldo kemudian berjongkok, mendekatkan wajahnya pada Ami yang masih saja terpaku.
Senyum kecil tersungging, Aldo tak bisa menahan nya ketika Ami menutup mata nya dengan erat.
"Kamu kenapa tutup mata?" Bisik Aldo pelan, sambil merapikan anak rambut Ami.
Seketika itu juga Ami langsung membuka matanya, rona merah memenuhi pipi Ami, sungguh ini sangat memalukan, pikirnya.
"A-aku nggak-,"
"Shuut...aku nggak akan macam-macam, cuma satu macam!"
Cup
Ami tersentak saat merasakan sebuah benda kenyal menyentuh bibir nya. Mata nya melotot, bahkan ia seperti tak punya tenaga untuk mendorong Aldo yang kini sudah mulai menggerakkan bibirnya dengan lembut.
Merasa terbuai oleh permainan Aldo, Ami juga mulai menutup matanya, ikut menikmati sensasi yang selalu ia bayangkan bersama pria ini. Haha.
***
Rein berusaha menahan Davin yang sangat kesal, ketika melihat anak nya sudah di sentuh oleh Aldo. Meskipun itu hanya sebuah ciuman, namun bagi Davin anak yang sudah ia besarkan tidak boleh di sentuh tanpa seizin nya.
"Biarkan mereka menikmati waktu mereka berdua, jangan di ganggu dulu!" Ujar Rein sambil mengelus lengan pria itu.
Davin yang selalu tak berdaya jika berhadapan dengan Rein, langsung mengangguk kemudian duduk di bangku tunggu.
"Kita harus kasih Aldo waktu untuk menjelaskan semua nya ke Ami, biar nggak ada lagi kesalahpahaman."
Davin mengangguk membenarkan, untuk saat ini ia akan membiarkan Aldo dan Ami menyelesaikan semua nya.
"Mau cari makan dulu? Tadi kan belum sarapan," tanya Rein.
"Ayo," Davin menggandeng tangan Rein lalu mengajak nya menuju sebuah kedai yang menjual bubur ayam di dekat rumah sakit.
Setibanya di sana Davin langsung bergegas memesan dua mangkuk bubur ayam.
***
"Nyonya, nona muda sedang berada di rumah sakit," seorang wanita paruh baya yang sedang menyesap teh nya mengangguk mendengar laporan anak buah nya.
"Perketat keamanan, dan selalu awasi dia!" Ucap wanita paruh bayah yang langsung di angguki oleh anak buah nya.
Setelah melihat kepergian bawahan nya, wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu langsung meraih ponselnya.
"Jaga cucu ku di rumah sakit, aku masih ada urusan yang harus di selesaikan!"
***
"Bund, aku mau pulang dong!" Rengek Ami pada Rein.
Seperti nya sifat Ami sudah kembali lagi, ia sudah menjadi Ami yang selalu tersenyum bahkan selalu merengek pada Rein agar keinginan nya di turuti.
Rein sudah memberitahu pada Ami bahwa ia bisa memanggil nya bunda jika sudah menikah dengan Davin, namun Ami yang keras kepala menolak dengan tegas.
"Tunggu infus nya habis dulu!" Balas Rein, yang sedang sibuk mengupas buah-buahan.
Di dalam ruangan itu hanya ada Rein dan Ami saja, sedangkan Davin dan Aldo, kedua nya sudah pergi dengan urusan masing-masing, dan akan kembali nanti sore.
Ami menghela napas panjang, susah juga membujuk wanita yang akan menjadi ibu sambung nya ini, pikirnya.
"Nih buah nya di habiskan, terus istirahat lagi. Aku mau ngerjain tugas kuliah dulu." Ami menerima sebuah mangkuk berisi buah-buahan yang sudah Rein potong, kemudian ia memakan nya sambil menonton kartun di televisi.
Rein menggeleng melihat tingkah Ami yang masih seperti anak kecil. Wanita itu mengeluarkan ponsel nya, kemudian memotret Ami dan mengirimkan nya pada Davin.
***
"Dav...!?" Davin yang baru saja turun dari mobil, terhenti saat seorang wanita berlari ke arah nya lalu memeluk ia erat.
Davin yang risih, langsung mendorong wanita itu dengan kasar. "Kamu kok dorong aku sih?" Tanya wanita itu lagi dengan suara manja, namun itu terdengar memuakkan bagi Davin.
Davin yang mulai emosi langsung mencengkram kuat tangan wanita itu. "Jangan sentuh saya, dengan tangan kotor kamu!!" Setelah mengatakan itu, Davin langsung berlalu dari sana dengan emosi.
Wanita yang di tinggalkan begitu saja oleh Davin, langsung menghentakkan kakinya kesal.
Dia Bella, wanita yang selalu mengganggu Davin dengan perjodohan konyol yang di tentukan oleh sang ibu (Fitriana).
Bella segera meraih ponselnya lalu menghubungi sebuah nomor. Hingga akhirnya, Bella berlalu dari sana dengan perasaan kesal.
***
"Cella...!!" Cella yang baru saja akan duduk, langsung berdiri dan berjalan menuju ruang Davin.
Siapa lagi yang membangunkan singa tidur, pikir nya.
"Iya pak, saya?" Wanita itu terkejut saat melihat Davin menatap nya tajam.
"Kenapa laporan nya nggak ada yang benar? Cepat suruh mereka perbaiki lagi, dan dalam waktu satu jam, laporan nya sudah harus ada di atas meja saya!"
Cella mengutuk orang yang sudah berhasil membuat Davin emosi. Ia tadi sudah memeriksa laporan bulanan dari masing-masing divisi itu dan semua nya baik-baik saja, tapi kenapa harus di perbaiki lagi.
"B-baik pak."
Setelah berlalu dari sana, Davin menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu menghubungi Rein.
"Sayang!" Sapa nya manja, tidak ada lagi raut emosi yang di tampilkan.
"Iya, kenapa mas?" Tanya Rein dari seberang sana.
"Kamu nggak mau ke kantor?" Tanya Davin.
"Nggak bisa mas, aku harus jaga Ami di sini, dia nggak ada teman nya!"
Davin menggeleng pelan, astaga dia bahkan lupa anak nya sedang masuk rumah sakit.
"Oh iya aku lupa. Ya sudah, kamu jaga Ami aja, tapi nanti aku mau peluk banyak-banyak!"
Di seberang sana, Ami memutar mata malas mendengar ucapan sang Daddy. "Dasar manaja!" Ejek nya tiba-tiba, membuat Davin terkejut.
"Ngagetin aja anak Dugong!" Ujar nya.
"Kamu nanyea?" Balas Ami, yang membuat Rein tertawa ngakak.
"Awas aja, daddy lelang nanti kamu!"
Panggilan terputus, dan Davin langsung mengerjakan pekerjaan nya. Ia sudah tak sabar untuk pulang dan bisa memeluk kedua kesayangan nya itu.
TBC....
alay bgt
Menurut Davin tetlalu lelet utk nikahin Rein,Kenapa juga harus nunggu wisuda dulu,Bisa aja kan nikah dulu,Resepsinya baru nunggu Rein wisuda..yg penting udah di halalin Biar Fitriana gak bisa recokin lagi hubungan kalian..