Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8: Kembali ke Akar, Menghadapi Kenangan
Jian kembali ke Desa Yún Wàiwéi, hati nya dipenuhi dengan kerinduan dan kecemasan. Hutan yang pernah terasa misterius dan menakutkan kini terasa familiar dan menenangkan. Ia mengingat perjalanan pertamanya ke Lembah Tersembunyi, saat ia masih seorang pemuda yang penuh dengan rasa ingin tahu dan ketakutan. Kini, ia telah berubah. Ia telah mengalami banyak hal. Ia telah belajar banyak hal. Ia telah bertumbuh.
Ia menemukan rumah orang tuanya tetap sama seperti dulu, rumah sederhana berdinding bambu dan beratap jerami. Namun, suasana di dalamnya terasa hampa dan sunyi. Ia mengingat kehangatan dan kebahagiaan yang pernah ia rasakan di rumah ini. Kini, hanya terasa kesedihan dan kerinduan.
“Ayah… Ibu…” panggil Jian, suaranya bergetar.
Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang menjawabnya. Ia mencari orang tuanya di setiap sudut rumah, namun tidak menemukan mereka. Ia kemudian menanyakan kepada tetangganya, Nenek Lia.
“Mereka telah meninggal setahun yang lalu, Jian,” jawab Nenek Lia. “Mereka meninggal akibat penyakit yang tak bisa diobati.”
Jian terkejut. Ia tidak percaya. Ia terlalu asyik dengan perjalanan kultivasinya sehingga ia tidak mengetahui tentang kematian orang tuanya. Ia terasa salah. Ia terasa berdosa. Ia terasa hampa.
“Aku tidak tahu,” gumam Jian. “Aku terlalu asyik dengan diriku sendiri.” Ia merasa salah karena telah meninggalkan orang tuanya selama ini. Ia merasa salah karena telah mengutamakan keinginan pribadinya di atas kewajiban terhadap keluarganya.
Nenek Lia menatap Jian dengan mata yang penuh kasih sayang. “Tidak apa-apa, Jian,” katanya. “Mereka akan selalu menyayangimu. Mereka akan selalu menjagamu.”
Nenek Lia kemudian menceritakan tentang kehidupan orang tuanya selama ini. Ia menceritakan tentang kesedihan dan kekecewaan yang mereka rasakan saat Jian meninggalkan desa. Ia menceritakan tentang kebahagiaan dan kebanggaan yang mereka rasakan saat Jian berhasil menyelamatkan desa dari serigala. Ia menceritakan tentang kerinduan mereka terhadap Jian. Ia menceritakan tentang cinta mereka terhadap Jian.
Jian mendengarkan dengan saksama. Ia meneteskan air mata. Ia menyesali semua kesalahan yang telah ia buat. Ia menyesali semua waktu yang telah ia sia-siakan. Ia menyesali semua kata-kata yang tidak pernah ia ucapkan.
“Aku ingin menemui mereka lagi,” gumam Jian. “Aku ingin meminta maaf. Aku ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku telah berubah.”
Nenek Lia menatap Jian dengan mata yang penuh kebijaksanaan. “Mereka akan selalu ada di dalam hatimu, Jian,” katanya. “Mereka akan selalu menjagamu. Teruslah berjalan di jalan yang benar. Jadilah orang yang baik. Jadilah orang yang bermanfaat.”
Jian mengangguk. Ia mengerti. Ia tahu bahwa ia harus terus berjalan di jalan yang benar. Ia tahu bahwa ia harus menjadi orang yang baik. Ia tahu bahwa ia harus menjadi orang yang bermanfaat. Ia tahu bahwa ia harus menghormati orang tuanya. Ia tahu bahwa ia harus menghormati desanya. Ia tahu bahwa ia harus menghormati hidupnya.
Jian berdiri dan menatap ke arah lembah di mana rumah orang tuanya berada. Ia merasa sedih, namun juga bersemangat. Ia tahu bahwa ia harus terus berjalan. Ia tahu bahwa ia harus terus berjuang. Ia tahu bahwa ia harus terus berkembang. Ia tahu bahwa ia harus menemukan jati dirinya. Ia tahu bahwa ia harus menemukan tujuannya. Ia tahu bahwa ia harus menemukan takdirnya.
Jian kemudian meninggalkan desa dan kembali ke Lembah Tersembunyi. Ia membawa kenangan tentang orang tuanya di dalam hatinya. Ia membawa tekad baru di dalam jiwanya. Ia tahu bahwa ia harus terus berjalan. Ia tahu bahwa ia harus terus berjuang. Ia tahu bahwa ia harus terus berkembang. Ia tahu bahwa ia harus menemukan jati dirinya. Ia tahu bahwa ia harus menemukan tujuannya. Ia tahu bahwa ia harus menemukan takdirnya.
(Bersambung ke Chapter 9)