Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Keadaan Ningrum Mengubah Segalanya)
"Apa kamu tahu, Benn, kalau si Ningrum telah mengerjai Luna dan mertuamu saat mereka berkunjung ke rumah sakit beberapa waktu yang lalu?" tanya Hendra tanpa banyak berbasa-basi sesampainya Benny dan Luna di kantor.
Benny menggelengkan kepalanya, "Memangnya Ningrum mengerjai Luna dan bunda Eni apa, Pa?" tanyanya balik.
"Dia menyuruh pegawai rumah sakit untuk membohongi Luna dan mertuamu dengan berkata mamamu dipindahkan ke rumah sakit lain sesaat setelah mamamu siuman," ungkap Hendra.
"Hah, beneran, Pa?" tanya Benny setengah tak percaya.
"Kamu meragukan Papamu ini?" Hendra menurunkan kaki kanannya yang tadi berada di atas kaki kirinya, ia mencondongkan badannya sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja kerjanya. "Pernahkah Papa membohongimu?" tanyanya penuh penekanan.
Melihat sorot mata papanya, Benny langsung tahu jika tak ada kebohongan di dalamnya.
"Keterlaluan sekali si Ningrum itu. Gara-gara dia, aku dan bunda harus mencari keberadaan mama dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya," gerutu Luna. Kedua tangannya dilipat di depan dada sambil ia memanyunkan bibirnya yang merah merona. Luna tampak kesal saat ini.
"Dan lagi adik kesayanganmu itu juga telah mengutak-atik ponsel Papa agar Papa dan Luna tak bisa saling berkomunikasi," ungkap Hendra.
Luna langsung melayangkan pandangannya ke arah Benny yang saat ini tengah duduk di sofa di depannya.
"Hal serupa juga pasti dilakukan Ningrum pada ponselmu kan, Mas? Pantas saja aku susah sekali menghubungimu," ketus Luna yang seketika teringat akan permasalahannya dengan Benny.
"Masalah itu aku benar-benar tak tahu, Luna. Tapi memang feelingku langsung tertuju pada Ningrum setelah semua hal janggal yang terjadi pada ponselku terbongkar," ucap Benny.
"Benar-benar keterlaluan anak itu." Retno pun angkat bicara. "Lebih baik Ningrum kita pindahkan saja ke luar negeri, Pa, agar dia tak bisa lagi mengusik rumah tangga Benny dan Luna," usulnya tiba-tiba.
Mendengar ucapan mamanya, ekspresi Benny seketika berubah. Sikapnya juga sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Papa setuju, Ma, memang sebaiknya dia diasingkan saja dari keluarga kita. Kalau perlu Papa akan memblokir visanya agar dia kesulitan kembali ke Indonesia," timpal Hendra.
"Ide yang bagus, Pa," balas Retno.
"Tapi-" Benny angkat bicara.
Hendra mengernyitkan dahi sambil menatap ke arah Benny, "Tapi apa, Benn?" tanyanya.
"Tapi Ningrum sedang sakit, Pa," jawab Benny.
"Hah, sakit? Sakit apa dia, Benn?" Kemarahan yang tadinya terlihat jelas di wajah Retno, tiba-tiba saja langsung menghilang usai dirinya mendengar ucapan Benny mengenai keadaan Ningrum.
"Entah, Ma, aku dan Ningrum juga belum tahu. Rencananya sore ini Ningrum baru akan memeriksakan sakitnya itu ke dokter spesialis," terang Benny.
"Ya Tuhan," lirih Retno.
Seketika semua orang terdiam untuk beberapa saat lamanya.
"Ningrum memintamu untuk menemaninya periksa nanti sore kan, Mas?" tanya Luna, memecah keheningan di antara mereka semua.
Benny mengangguk, "Iya. Tapi aku sudah menolaknya biar dia periksa sendiri saja," ucapnya.
Retno menatap Benny dengan kedua netranya yang tiba-tiba saja mengembun, "Ke- kenapa kamu menolaknya, Benn?" tanyanya kemudian.
Melihat perubahan ekspresi serta perubahan emosi dari raut wajah Retno membuat semua orang sedikit terkejut.
"Kata Mama, aku tak boleh kan dekat-dekat dengan Ningrum? Kenapa sekarang Mama malah tanya seperti itu? Seolah-olah Mama menyalahkanku karena sudah menolak permintaannya," kata Benny.
Retno menelan salivanya, "Mama berkata seperti itu karena terbawa emosi, Benn. Mama tak suka dengan perbuatan Ningrum yang sudah keterlaluan kepada Luna, tapi- tapi.." Tiba-tiba saja Retno menangis.
Melihatnya, Luna pun langsung beranjak dari duduknya dan mendekati Retno. Luna memeluk mertuanya itu dari samping. Dengan lembut ia berkata, "Berhenti menangis ya, Ma, aku sedih melihat Mama seperti ini,"
"Luna.. Atas nama Ningrum, Mama minta maaf sebesar-besarnya padamu ya. Tolong maafkan anak perempuan Mama satu itu," ucap Retno di sela isak tangisnya.
Dengan berat hati, Luna mengiyakan ucapan mama mertuanya,"Iya, Ma. Aku sudah memaafkannya kok,"
"Ningrum selalu mengeluhkan masalah perutnya kepada Mama, Pa.. Benn.." ucap Retno sembari bergantian menatap ke arah suami dan putranya. "Setiap kali area perutnya sakit, wajah Ningrum langsung memucat, dia sering hampir pingsan gara-gara menahan sakit di perutnya itu," ungkapnya.
"Sudah lama sakit yang diderita Ningrum, Ma?" tanya Benny.
Retno mengangguk, "Sudah sangat lama, Benn. Kalau tidak salah, dia mengeluh kesakitan di sekitar perutnya saat dia masih duduk di bangku SMP. Mama tak pernah membawanya periksa atau berobat karena Ningrum bilang kalau perutnya sakit gara-gara sedang menstruasi, jadi pikir Mama ya wajar-wajar saja sakitnya itu," terangnya.
Ingatan Retno langsung melayang ke masa lalu, Retno terbayang wajah Ningrum di saat anak angkatnya itu tengah dilanda kesakitan akibat perutnya yang bermasalah.
Retno menegaskan jika sakit yang diderita Ningrum bukanlah sakit pura-pura. Retno begitu yakin karena Ningrum menderita sakitnya jauh sebelum Luna datang di tengah keluarga mereka.
Hendra menghela nafas panjang, ia tiba-tiba bangkit dari duduknya dan lantas berdiri di samping meja kerjanya. Pandangannya mengarah ke istrinya yang sedang menangis sesenggukan karena Ningrum.
"Temanilah Ningrum periksa nanti, Ma, setelah tahu apa penyakitnya segeralah hubungi Papa. Parah atau tidak, ajaklah Ningrum untuk berangkat ke luar negeri keesokan harinya biar dia berobat di luar negeri agar dia tak menjadi beban untuk keluarga kita," ucap Hendra.
Semua mata langsung tertuju pada Hendra.
"Tega Papa berkata seperti itu pada Ningrum. Kalau dia sakit parah bagaimana, Pa? Apa iya kita akan tetap meninggalkannya seorang diri di luar negeri? Setega itukah sekarang Papa pada Ningrum?" ujar Retno.
"Keputusan Papa adalah yang terbaik untuk keluarga kita, Ma," balas Hendra.
"Mama tahu Papa kecewa dan marah sekali pada Ningrum, Mama juga merasakannya, Pa. Tapi setelah mendengar keadaan Ningrum yang sedang tidak baik-baik saja, hati Mama menjadi luluh. Mau bagaimanapun kelakuan Ningrum, dia tetaplah anggota keluarga kita, Pa," bela Retno.
Hendra tampak tak peduli dengan ucapan serta tangisan istrinya. Ia membalikkan badan dan berjalan menjauh dari keluarganya.
"Lakukan saja sesuai perintahku." ucap Hendra sebelum ia berlalu.
Seperginya Hendra, ruang kerjanya dipenuhi oleh kalimat-kalimat menyedihkan yang dilontarkan Retno. Ia terus saja berbicara ini dan itu demi membela putri angkatnya.
"Kalau Ningrum sakit parah bagaimana, Benn? Tak mungkin kan kita meninggalkannya sendirian di luar negeri? Kalau terjadi apa-apa dengannya di sana bagaimana?" Tangisan Retno menjadi-jadi, ia tak sanggup lagi menahan kesedihannya.
Melihat perubahan pada diri mamanya membuat Benny menjadi bingung sendiri. Ia merasa sedikit menyesal karena sudah membuat mamanya menangis sedih seperti itu.
"Temani Ningrum periksa, Benn. Setelah itu, bahagiakan hatinya. Buat dia sebentar saja melupakan rasa sakitnya," titah Retno tiba-tiba.
Detik berikutnya Retno langsung tersadar akan ucapannya yang mungkin saja tak disukai oleh Luna. Perlahan ia menolehkan wajahnya ke samping, menatap Luna dengan perasaan tak enak hatinya.
"Ma- maaf, Luna, maksud Mama.. maksud Mama bukan.."
Luna tersenyum, ia menggenggam tangan kiri Retno dan berkata, "Tak apa, Ma, aku tahu kok maksud Mama itu baik. Aku pun tak akan menghalangi mas Benny kalau dia mau menemani Ningrum periksa,"
"Benarkah?" Retno tersenyum lega. "Kamu benar-benar berhati baik, Luna," pujinya.
"Tapi aku punya syarat yang harus mas Benny penuhi, Ma, baru setelah itu aku akan memperbolehkannya menemani Ningrum," kata Luna.
"Apa syaratnya, Luna?" tanya Retno dan Benny hampir bersamaan.
"Syaratnya-"
_