NovelToon NovelToon
Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Menjadi NPC / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: orpmy

Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan

Wira duduk di teras pondok, cangkir kopi hangat mengepul di tangannya. Pagi itu terasa tenang, hanya diselingi suara tawa alam, kicauan burung, gemerisik daun, dan sesekali derap langkah dari Sumba dan Kinta yang bermain kejar-kejaran di halaman. Pemandangan itu membuat Wira tersenyum kecil, merasa lega bahwa kedua temannya masih tetap akrab meski Kinta kini bukan lagi anjing biasa.

Namun, senyum itu perlahan memudar saat pikirannya kembali pada pertanyaan yang masih mengganggunya. 'Bagaimana bisa Kinta menjadi zombie?' Selama perburuan kemarin, Wira merasa yakin jika anjing itu tidak mengalami luka apa pun yang membuat Kinta dapat terinfeksi virus zombie.

Pandangannya tertuju ke cangkir kopi di tangannya. Wira memutar ulang kejadian di pikirannya, mencoba menemukan petunjuk. Hingga sebuah kilas ingatan melintas, dia teringat dengan batu biru yang ia temukan di antara tumpukan tulang zombie. Kinta langsung demam setelah memakan batu itu.

"Mungkinkah batu itu bisa membuat makhluk yang memakannya berubah menjadi zombie?". Ia menggeleng, merasa sukar mempercayai gagasannya sendiri, tetapi tidak ada jawaban lain yang lebih masuk akal.

Perhatiannya kemudian beralih pada Sumba. Kuda itu kini tampak sedikit berbeda dari yang Wira ingat kemarin. Tubuhnya lebih besar, otot-ototnya lebih kekar, dan gerakannya penuh kekuatan. Baru kemarin, Sumba terkena luka parah saat mereka bertarung melawan akar berduri.

Menurut Wira, luka yang dialami Sumba setelah kejadian itu akan butuh waktu berminggu-minggu untuk pulih. Namun, pagi ini, semua luka itu telah sembuh total, bahkan tanpa bekas. 'Kemampuan regenerasi' pikir Wira takjub. Sama seperti dirinya, Sumba tampaknya juga mengalami perubahan.

Melihat keadaan abnormal yang tengah terjadi, membuat rasa penasaran Wira semakin besar, mendorong pemuda itu untuk menguji dirinya sendiri. Ia pun sadar bahwa selama dua hari terakhir, ia melewatkan sesi latihan rutin karena perburuan yang melelahkan.

"Sekalian saja olahraga." Ucapnya sambil bangkit dari kursi nyamannya.

Dengan semangat, ia masuk ke gudang kecilnya dan menarik keluar barbel semen yang ia buat sendiri. Beratnya sekitar 30 kilogram. Dulu barel itu cukup menantang untuk diangkat. Namun kali ini, Wira mengangkatnya dengan mudah, seperti mengangkat bulu. Ia menatap barbel itu dengan alis berkerut.

"Tidak mungkin... Semudah ini?" Ucapnya melihat barbel tersebut bisa dia angkat hanya dengan satu jari.

Merasa tak puas, ia meletakkan barbel itu kembali. Matanya tertuju pada pohon besar yang tumbuh di dekat pondoknya. Pohon itu setinggi hampir empat meter, dengan akar tebal yang mencengkeram tanah. Ia berjalan mendekat, melingkarkan lengannya di sekitar batang pohon itu, lalu mulai menariknya.

Wira bisa merasakan tatapan Kinta dan Sumba di belakangnya. Kedua makhluk itu tampak memiringkan kepala, memperhatikan gerak-geriknya dengan penuh tanda tanya. Mungkin mereka berpikir, "Kenapa Tuanku memeluk pohon? Bukankah lebih nyaman memeluk kami yang lembut?" Namun sebelum dugaan aneh mereka berlanjut, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Grak!

Suara retakan terdengar dari batang pohon yang berada dalam pelukan Wira. Pemuda itu tengah mengerahkan seluruh tenaganya, tubuhnya bergetar sementara giginya terkatup rapat.

“Graaaaaah!” seru Wira. Ia menarik dengan sekuat tenaga, membuat tanah di sekitar pohon bergetar. Akar-akar besar yang mencengkeram tanah mulai terangkat satu per satu. Hingga akhirnya, dalam satu tarikan penuh tenaga, pohon itu tercabut sepenuhnya, meninggalkan lubang besar di tempatnya tumbuh.

Kinta dan Sumba hanya bisa terpaku di tempat. Mata mereka melebar, menatap Wira seolah-olah ia adalah makhluk aneh yang baru saja turun dari langit. Sorot mata mereka mencerminkan kekaguman yang bercampur dengan ketakutan. Pikiran mereka kini berubah: "Kalau Tuanku bisa mencabut pohon sebesar itu... bagaimana jadinya kalau ia memeluk kami dengan kekuatan seperti itu?"

Mereka mundur selangkah tanpa sadar, menjaga jarak seolah-olah pelukan Wira kini menjadi sesuatu yang harus dihindari.

Namun, Wira tidak menyadari reaksi kedua peliharaannya. Dengan kondisi masih dikuasai adrenalin, Wira kemudian melempar pohon itu dengan sekuat tenaga. Pohon seberat hampir empat ton itu dilempar sekuat tenaga, menghantam tanah ratusan meter jauhnya dengan suara gemuruh yang mengguncang udara.

“Oh yeaaaah! Aku merasa seperti manusia super yang suka menggunakan celana dalam di luar!” Wira bersorak, mengangkat kedua tangannya ke udara.

Ia merasa luar biasa. Perasaan itu hampir membuatnya lupa bahwa ini tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang manusia mencabut pohon dengan cara seperti itu? Namun, untuk saat ini, ia membiarkan dirinya menikmati momen itu.

Kinta melolong, dan Sumba mengeluarkan pekikan kecil, seolah-olah ikut merayakan pencapaian Wira. Mendengar itu, Wira merasa sangat senang. Ia berjalan mendekat, berniat memeluk keduanya untuk berbagi kebahagiaan.

Namun, reaksi mereka mengejutkannya. Kinta mundur dengan gugup, sementara Sumba berbalik dan menjauh. Wira berhenti di tempat, kebingungan. “Hei, kalian kenapa? Ini aku...” katanya pelan.

Keduanya tidak menjawab, hanya berdiri di kejauhan, mengamati Wira dengan hati-hati. Rasa dingin merayap di dada Wira. Untuk pertama kalinya, ia merasa terasing dari teman-temannya sendiri.

“Aku tidak percaya, Akan ada masanya mereka menjauhiku,” pikirnya dengan getir. Dia merasa seperti seorang ayah yang dijauhi oleh anak-anaknya tanpa alasan yang jelas.

***

Karena merasa bosan, Kinta dan Sumba berniat meninggalkan basecamp. Sementara Wira masih ingin terus berlatih. “Jangan pergi terlalu jauh. Kalau ada masalah, langsung kembali, ya!” seru Wira pada Kinta dan Sumba yang berjalan keluar basecamp.

Kinta menyalak dua kali, seperti ingin berkata, “Santai, bos. Aku jago kabur!” Sementara Sumba mengangkat kaki depannya, memberi gestur yang terlihat seperti memberi salam perpindahan.

Wira menggeleng sambil tertawa kecil. “Dasar kalian. Jangan sok kuat, kalau ketemu anomali yang sulit dihadapi segera lari, ingat itu!.” ucap Wira dengan tegas.

Keduanya pun menghilang ke balik pepohonan, meninggalkan Wira seorang diri. Dengan suasana kembali hening, pemuda itu menghela napas dalam. “Aku harus benar-benar memahami kekuatan ini,” gumamnya.

"Jika setiap makhluk hidup di hutan menjadi lebih kuat karena anomali ini, aku tidak punya pilihan selain memanfaatkannya juga. Kalau tidak maka mustahil untuk tetap hidup di hutan terkutuk ini."

Ia berdiri tegap, menggulung lengan bajunya, lalu memasuki area latihannya yang berada di halaman belakang pondok. Beberapa batang kayu yang diikat menyerupai manekin, tumpukan batu, dan sebuah karung pasir menggantung di dekatnya.

Setelah melakukan sedikit pemanasan, Wira bersiap berlatih dengan serius. “Baiklah, mari mulai dari dasar,” katanya sambil mengambil kuda-kuda. Tangannya membentuk tinju, gerakannya perlahan tapi terkontrol.

Latihan ini awalnya ia pelajari untuk menjaga kebugaran tubuh, tapi sekarang, Wira yakin bahwa gerakan-gerakan ini bisa menjadi senjata mematikan.

Saat ia memukul karung pasir dengan pukulan lurus, terdengar suara “DUM!” yang lebih keras dari biasanya. Karung itu terpental ke belakang sejauh satu meter, tali yang menahannya bergetar keras.

Wira terdiam, menatap tangannya sendiri. “Wow, itu baru seperempat kekuatan.”

Ia mencoba lagi, kali ini dengan tendangan melingkar dengan setengah kekuatan. Kakinya mengenai karung dengan sempurna, menghantamnya hingga tali penyangga putus dan karung itu jatuh ke tanah dengan dentuman keras.

“Yikes... sepertinya aku butuh karung baru,” katanya sambil menggaruk kepala.

Merasa semakin tertantang, Wira beralih ke batang kayu yang berdiri di tengah lapangan latihan. Ia memusatkan tenaganya, melontarkan serangan bertubi-tubi dengan tangan dan kakinya. Kayu itu mulai retak di beberapa bagian.

Namun, saat ia mencoba meninju batang itu dengan kekuatan penuh, sesuatu yang aneh terjadi. Ia merasakan aliran panas di tubuhnya, seperti arus listrik lembut yang mengalir ke kepalan tangannya.

“Eh? Apa ini?” gumamnya, sedikit bingung.

Tanpa berpikir panjang, ia melayangkan tinju ke batang kayu. Suara ledakan kecil terdengar saat kayu itu hancur berkeping-keping, serpihannya beterbangan ke segala arah.

Wira tertegun, menatap tangan kanannya yang kini terasa hangat. “Apa yang barusan itu? Rasanya seperti sesuatu yang mengalir keluar.”

Ia mencoba mengulanginya, menutup mata memfokuskan pikirannya saat melontarkan pukulan berikutnya. Kali ini, ia merasa lebih jelas seperti ada kekuatan yang berasal dari perutnya, menjalar ke lengan dan berakhir di telapak tangannya.

Mata Wira terbuka dengan keterkejutan. “Ini gila. Kalau aku bisa mengontrol ini, aku mungkin bisa melawan monster besar tanpa senjata,” katanya dengan antusias.

Namun, di tengah latihannya, perut Wira tiba-tiba berbunyi keras. Ia memegang perutnya, mengerang. “Ugh, kenapa aku lupa makan?”

Sambil mengelap keringat, ia berjalan ke dapur kecilnya untuk mengambil roti dan air. “Baiklah, makan dulu, latihan nanti. Tidak baik berlatih tanpa tenaga yang cukup !” gumamnya sambil berjalan meninggalkan tempat latihan.

1
Orpmy
Yey, akhirnya chapter 20.

mohon berikan dukungannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!