Dalam dunia sepak bola yang penuh persaingan, cinta tak terduga mekar. Caka Alvias, bintang tim Warriors FC yang tampan dan populer terjebak dalam perasaan terlarang untuk Bulan Nameera, asisten pelatih nya, yang terkenal tegas dan tangguh. Namun, konflik masa lalu dan juga tekanan karir mengancam untuk menghancurkan cinta mereka. Apakah cinta mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjelyy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terungkap
"Ada apa sih, Tan?" tanya Caka saat mereka sudah tiba di halaman rumah sakit.
"Putuskan dia sekarang!"
Caka terdiam masih mencoba mencerna. Melihat Caka yang terpaku. Tante Nuri berjalan mendekat lalu memegang erat lengan Caka.
Dengan mata yang mulai berair Tante Nuri berkata, "Dia yang mengakibatkan kecelakaan mama kamu Caka!"
Wah bagai tersambar petir di siang bolong rasanya. Caka mendadak lemas, namun berusaha terlihat tegar. Tante Nuri segera memeluknya.
"Tante mohon Caka, jangan bawa dia masuk di kehidupan kalian lagi. Tidak ada yang bisa mengganti sosok yang hilang."
Caka terdiam tidak berkutik, pikiran nya melayang saat Bulan berkata :
"Aku bunuh orang Caka, aku jahat, aku gak pantas bahagia!"
Lalu saat Tio berkata :
"Jadi kamu tau kecelakaan itu, Tio." Tanya Caka antusias
Caka dan Tio saling bertatapan, "Aku gak tau pasti, yang jelas kata nenek aku, pelakunya seorang gadis."
"Gadis?" ulang Riko dan Caka bersamaan.
***
Tante Nuri dan Caka kembali memasuki ruangan, ternyata di sana Debi tidak sendirian. Ayah Doni pulang lebih cepat dari perkiraan Tante Nuri.
"Ada apa ini kenapa kamu lesu sekali Caka."
Caka mengangkat pandangan nya, "Ayah bisa kita bicara?"
"Bisa tapi ayah mau ajak Debi ke taman dulu." jawab ayah Doni melihat bingung mereka semua.
"Tidak apa, Debi biar sama saya saja." tawar Tante Nuri.
Kini di ruangan hanya ada ayah Doni dan Caka. Keduanya duduk di sofa dan bersebelahan.
"Kenapa ayah berbohong sama Caka." kalimat pertama yang di ucapkan Caka membuat Doni tersedak.
Doni melihat Caka dengan penuh tanda tanya.
"Ayah bilang kalau orang yang nabrak mama itu sudah meninggal. Kenapa yah? Kenapa ayah bohong sama Caka?" Mata Caka mulai memerah dan berair.
Doni mengambil nafas dalam-dalam, mengelus pundak Caka dan membenahi duduknya, "Di dalam kecelakaan itu, tidak sepenuhnya salah Bulan. Jadi, mari kita mengikhlaskan dan percaya bahwa itu hanya kecelakaan. Itu semua sudah takdir Caka" jawab Doni tenang.
Caka menyangkal, "Tapi yah.. tetap aja harus ada keadilan atau gak setidaknya aku harus tau yah!"
Doni melihat Caka yang memilukan, "Keadilan seperti apa yang kamu inginkan jika ini sudah takdir Caka. Kamu tidak tau betapa menderitanya Bulan."
"Menderita? Apa maksud ayah? Kita lebih menderita yah!" suara Caka sedikit meninggi.
"Setelah kejadian itu, dia sempat mengalami hilang ingatan soal kejadian itu karna syok." ucap Doni melihat Caka dengan serius.
Ayah kembali melanjutkan, "Dan bukan hanya itu, dia juga mengalami trauma. Bulan menjadi fobia dengan ketinggian dan kegelapan."
Caka terdiam mengingat kejadian Bulan menghampiri nya di kamar karna mati lampu dan malam saat Bulan mabuk.
"Kamu tau Caka? Dia tidak bisa bermain sepak bola lagi akibat cidera serius di kakinya saat kecelakaan itu."
Sekarang Caka tau alasan Bulan tidak bisa bermain lagi. Jujur Caka kasihan melihat kondisi Bulan namun di sisi lain berat menerima bahwa Bulan penyebab kematian ibunya.
***
Flashback ayah Caka saat Bulan pertama kali di bawa Caka ke rumah.
Doni mondar-mandir di ruang tamu seperti menunggu seseorang.
"Apakah dia Bulan yang sama?" batinnya.
Saat mendengar mobil Caka memasuki area rumah Doni segera keluar untuk melihat mereka.
Degh!!
Jantung Doni berdetak lebih cepat saat melihat gadis cantik itu menggandeng tangan Debi dengan senyum hangat.
"Ternyata benar, dia orangnya." batin Doni lagi.
Dia mencoba bersikap ramah dan menyambut mereka.
"Ku harap Bulan bisa mengganti yang hilang!"
Flashback selesai.
***
Diperjalanan pulang setelah pulang dari rumah sakit Caka terus merasa tidak fokus. Dia membelokkan mobilnya ke cafe yang pernah dia kunjungi bersama rekan lainnya.
Caka duduk dengan pikiran yang sangat riuh, dia mulai meneguk minumannya. "Kenapa harus kamu, Lan!"