NovelToon NovelToon
Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Pengganti / Cinta Paksa / Romansa / Menikah Karena Anak
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: kimmysan_

"Kamu mau kan, San? Tolong, berikan keturunan untuk Niklas. Kami butuh bantuanmu," pesan Elma padaku.

Meski Elma telah merenggut kebahagiaanku, tetapi aku selalu kembali untuk memenuhi keinginannya. Aku hanyalah alat. Aku dimanfaatkan dan hidup sebagai bayang-bayang Elma. Bahkan ketika ini tentang pria yang sangat dicintainya; pernikahan dan keturunan yang tidak akan pernah mereka miliki. Sebab Elma gagal, sebab Elma dibenci keluarga Niklas—sang suami.

Aku mungkin memenangkan perhatian keluarga Niklas, tetapi tidak dengan hati lelaki itu.

"Setelah anak itu lahir, mari kita bercerai," ujar Niklas di malam kematian Elma.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimmysan_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seperti Tak Punya Suami

Semenjak pengakuan tentang status pernikahanku, Ervin tidak pernah mengabari atau datang menjemput Aurora ke Taman Kanak-kanak. Hanya sopir orang tuanya yang datang dan membuat Aurora kerap kali protes. Namun, aku berusaha memberikan Aurora pengertian tentang kesibukan Ervin di kampus, mengingat dia adalah seorang dosen.

Berkat ucapanku, Aurora tak memprotes lagi akhir-akhir ini. Meski begitu, Ervin yang tak ada kabar ternyata mengusik pikiranku. Lagi-lagi aku menyakiti seseorang; membuat Ervin kecewa oleh harapan yang mungkin sangat dia gantungkan padaku. Tak bisa bohong, aku juga mengharapkan Ervin selama ini.

Mati-matian aku berusaha membuka hati lagi untuk lelaki lain. Aku harus melupakan Niklas yang sudah bahagia dengan Elma. Lalu, ketika Ervin datang, aku mencoba menerimanya.

Akan tetapi, lihatlah yang terjadi. Apa yang aku lakukan? Kini Ervin benar-benar kecewa dan mungkin sangat membenciku.

"Mbak Tsania? Mbak di dalam, ya?"

Aku terkesiap sesaat setelah suara itu terdengar. Ya, Tuhan! Aku sampai lupa entah sudah berapa menit berada di kamar mandi. Hanya karena aku merasa sedih akan ketidakhadiran Ervin. Diam-diam aku ke kamar mandi, membasuh wajah agar mataku yang memerah tidak mengusik siapa pun.

Tangisku bukan lagi karena masalah yang kuhadapi. Namun, Ervin yang sekarang menjauh.

"Iya, sebentar," aku berseru singkat.

Ketika membuka pintu kamar mandi, terlihat wajah Arum—salah satu pengasuh magang di tempat ini. "Maaf ya, Mbak. Soalnya aku kebelet."

"Tidak masalah, Rum. Aku yang kelamaan."

"Ya sudah, Mbak. Permisi kalau gitu."

Aku membiarkan Arum masuk, sementara aku bergegas menuju halaman depan. Tepat di mana mobilku terparkir. Sebenarnya itu mobil lama Elma yang diberikan padaku sejak dia menikah dengan Niklas. Walaupun usianya sudah lumayan tua, tetapi aku betah memakai kendaraan itu.

Siang ini aku bergegas pulang karena merasa agak lelah. Mengurus anak-anak berusia di bawah tujuh tahun sungguh melelahkan. Terlebih Aurora yang energinya seperti tak terkuras habis meski seharian bermain. Menghadapi mereka membuat kesabaranku perlahan terlatih. Mungkin karena inilah aku berhasil sabar menghadapi para orang dewasa yang bersikap gila—Niklas, orang tuanya, dan ayahku.

Sekitar lima belas menit berkendara, aku tiba di rumah Niklas. Rumah yang sekarang menjadi tempat tinggalku dan lelaki itu.

"Non Tsania sudah pulang, tadi Bu Julia ke sini," kata Bu Hesti saat aku masuk ke ruang tengah.

Aku menjatuhkan tubuh ke sofa. "Ada apa, Bu? Apa ibunya Niklas mengatakan sesuatu?"

"Katanya ingin bicara dengan Pak Niklas, tapi Pak Niklas nggak pulang hari ini."

"Nggak pulang? Maksudnya sampai malam nanti?"

Bu Hesti menunduk tampak ketakutan. Suaranya bahkan terdengar sangat pelan. "Tadi Pak Niklas telpon ke rumah, Non. Saya angkat dan katanya nggak akan pulang karena ada urusan kantor yang penting."

Senyum tipis terlukis di wajahku. Jelas-jelas Niklas sedang menghindar, tidak mau repot-repot bertegur sapa denganku, dengan wanita yang tidak ingin dia anggap sebagai istri. Baiklah, untuk apa aku mengurusnya? Kami sudah sepakat tidak akan saling mengurus satu sama lain.

Aku beranjak dari tempat seraya menatap Bu Hesti. "Kalau begitu Bu Hesti nggak usah masak banyak malam ini. Ibu istirahat saja lebih cepat. Biar saya yang membuat makanan sendiri kalau lapar."

"Tapi, Non ...."

"Nggak apa-apa. Saya juga belum mau makan. Saya ke atas dulu," kataku berpamitan, memangkas ucapan Bu Hesti.

Tak mau meladeninya lagi, aku bergegas menuju kamar. Langkah kakiku tertahan di depan pintu kamar Elma yang tertutup rapat; dikunci oleh Niklas. Masih teringat bagaimana terakhir kali aku berbincang dengannya di ruangan itu.

"El, kamu serius ingin aku menjalani ini? Permintaan terakhirmu sepertinya nggak akan bisa aku jalani dengan mudah," gumamku.

Aku membenci Elma walaupun aku menyayanginya. Karena setelah meninggal pun, dia tetap menyiksaku.

"Lihatlah, El, walaupun aku menikah dengan Niklas, apa yang kamu harapkan tentang kami nggak akan terjadi. Nggak akan bisa kembali seperti dulu. Sekarang aku bahkan merasa seperti nggak punya suami." Lagi-lagi aku tersenyum tipis, kasihan pada diriku sendiri.

Oh, Tsania! Ingatlah, dia pun tidak mau menganggap kamu sebagai istri. Lantas mengapa kamu harus menganggapnya sebagai suami?

Aku menggeleng mengusir Niklas dari pikiran. Berlalu meninggalkan pintu kamar Elma yang terkunci rapat. Malam ini aku akan melewati kesendirianku lagi.

———oOo———

Lagi-lagi aku terbangun saat dini hari tiba. Mungkinkah karena belum terbiasa dengan rumah ini? Entah.

Aku menyingkap selimut, mengambil jepitan kecik di atas nakas untuk menahan rambut. Sembari menguap sedikit, aku keluar dari kamar. Lagi-lagi menatap kamar Elma yang terkunci rapat.

"Aku terbangun lagi, El," gumamku. Seakan-akan Elma akan mendengarku.

Senyum kecut terlukis di bibirku, ketika menyadari bahwa Elma tidak akan muncul lagi. Dia sudah pergi. Sudah sangat jauh dan menyusul ibu kami—ibu kandungnya. Sedangkan aku tidak pernah tahu di maba ibu kandungku. Aku hanya tahu, aku mendapati diriku tumbuh sebagai kanak-kanak di panti asuhan.

"Nikas?" Aku menerka sesaat setelah melihat sebuah cahaya dari lorong ruang penatu. "Siapa di sana?" Sengaja aku mengeraskan suara sedikit. Namun, tidak ada yang menjawab.

Aku berjalan hati-hati menyusuri lorong tanpa membawa pencahayaan apa pun. Lorong sepi itu terasa mencekam. Mendadak aku takut jika hal-hal horor akan terjadi. Namun, aku mengusir jauh rasa takut itu.

Lorong ini terhubung langsung dengan halaman depan. Jadi, aku bisa melihat sedikit cahaya yang terpantul dari lampu hias di dekat kolam ikan. Kakiku makin dekat dengan ujung lorong, sampai akhirnya sekelebat bayangan terlintas membuatku kaget.

Suara hak tinggi terdengar menjauh. Dari siluetnya, aku tahu itu tubuh ramping seorang wanita. Bahkan dari pantulan kaca pintu geser, aku bisa melihat sekilas wanita berambut panjang yang diikat tinggi. Ketika aku keluar dari pintu geser, wanita itu sudah tidak ada di sana.

Perasaanku mendadak tidak nyaman. Sepasang mataku memindai halaman depan; mobil Jeep Niklas ada di sana.

"Niklas?" gumamku.

Kalau mobilnya ada di sana, bukankah dia sudah pulang? Ya, Tuhan! Apa yang terjadi? Ada apa tadi itu?

"Apa yang kamu lakukan, Tsania?" Suara berat Niklas terdengar dari arah samping—dekat dengan gerbang kecil di sisi kanan bangunan rumah.

Lampu lorong menyala karena Niklas baru saja menghidupkan sakelar. Pria berkemeja putih itu menatapku dengan datar. Terlihat dingin oleh wajah tanpa ekspresi.

Sementara aku terpaku pada penampilannya. Dua kancing baju teratas Niklas terbuka. Sementara rambutnya terlihat berantakan. Tak hanya itu ... Ya Tuhan ... aku nyaris memekik saat melihat noda lipstik di dekat lehernya.

"Kembali ke kamarmu," katanya dengan nada dingin.

"Brengsek!" Aku menghardiknya sebelum dia bergerak menjauh. Kedua tanganku terkepal di sisi tubuh.

"Apa?" Niklas berbalik, memangkas jarak di antara.

"Kamu gila, ya? Kamu brengsek, Niklas!" Aku memekik tidak terima atas perbuatannya. Bukan karena aku yang merasa dikhianati, tetapi dia mengkhianati Elma yang baru beberapa hari meninggal.

"Apa yang kamu bicarakan?"

"Siapa perempuan tadi? Kamu membawa perempuan lain ke sini? Ke rumah Elma! Ke rumah yang menyimpan banyak jejak Elma. Bahkan kakakku belum lama meninggal dan kamu sudah mengkhianatinya!" Lagi-lagi suaraku meninggi. Sepasang mataku teras memanas. "Bajingan," gumamku.

Tanpa mau mendengar respons Niklas, aku bergegas kembali ke kamar.

1
Rahayu Kusuma dewi
dingin " nanti cinta loh/Drool/
Bunga🌞
Luar biasa
Nur Zia Aini
munafik bngt klo mau pisah ya pisah ribet,, udh tau dya cuek gtu
Nur Zia Aini
hrs nya ayah Irfan cerita sm Niklas klk tsania trpaksa biar gk jd slh phm niklasnya tsania jg gk di bnci trus2an,, ngapain pke mnta ijin ke tsania ngomong sm Niklas,, udh tau tsania trsiksa oon bngt jd ayah jg walaupun bkn ayh kndung
kimmy-san: wkwk sabar, nanti jg ngomong😂
total 1 replies
Surinten wardana
Ceritanya bagus penulisan katanya juga semangat thor
kimmy-san: terima kasih🤗
total 1 replies
Surinten wardana
Semangat thor
GRL VJAESUKE
lanjutt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!