Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 : PILIHAN
..."Ada 1.000 pilihan didepanku, aku akan menjadikan kamu tetap berada ditempat pertama. Terasa gila, tapi itulah aku"...
...----------------...
Mobil berwarna hitam itu berhenti didepan sebuah indekos yang terletak disalah satu sudut jalan. Indekos itu tampak bersih dan tertata, Langit melihatnya sekilas dari dalam mobilnya. Kepalanya bersandar di bangku mobilnya dan menghembuskan nafas.
Dia menoleh ke arah bangku belakang dan melihat koper dan tasnya yang ada disana. Langit benar-benar keluar dari rumahnya hanya membawa barang-barang yang dibelinya sendiri, dia tidak membawa barang-barang yang dibelikan atau hadiah dari keluarganya.
Setelah menenangkan dirinya, Langit keluar dari mobilnya yang sudah diparkir diarea parkir indekos itu dan memasuki gerbang.
Tampak seorang Bapak-Bapak berusia 50 tahunan yang tampak merapikan kebun kecil dihalaman indekos itu.
"Nak Langit? Benar?" tanya Bapak itu sambil mendatangi Langit.
Langit mengangguk dengan wajah kebingungan karena tidak mengenal siapa lelaki didepannya itu.
"Akhirnya datang juga, tadi nak Khrisna sudah bilang. Kamar nak Langit sudah di bersikahkan, di lantai 2 paling ujung itu" kata Bapak itu sambil menunjuk kamar yang akan ditinggali Langit saat ini.
"terima kasih Pak" kata Langit sambil menjabat tangan lelaki itu.
"Saya Pak Zaki, yang punya kos ini. Tapi yang lebih sering ngurus itu anak saya, namanya Kenan" kata Pak Zaki yang ternyata adalah pemilik kos itu.
"Ohh iyaa Pak, perkenalkan saya Langit. Penghuni kos baru, hehe" kata Langit agak tidak enak hati karena tidak mengenali sang pemilik kos tempatnya akan tinggal.
"Silahkan silahkan-- ada yang mau dibantu bawakan? Saya minta tolong Pak Fajar nanti, satpam kos ini" kata Pak Zaki menawarkan bantuan.
"Ohh nggak perlu Pak, barang saya nggak banyak" kata Langit langsung menggelengkan kepalanya.
Pak Zaki tampak mengangguk dan Langit pun mengucapkan permisi untuk segera masuk kekamarnya.
Kamarnya tidak terlalu luas dibanding kamar pribadi dirumahnya. Berukuran 4x4 meter dengan kamar mandi dalam dan fasilitas lengkap membuat Langit cukup puas dengan fasilitas yang ditawarkan indekos ini karena saran dari Khrisna yang juga tinggal disana.
Langit menaruh begitu saja barang-barangnya dan belum ingin membongkarnya. Dia lalu merebahkan badannya di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih itu.
Tak lama kemudian terdengar ketukan dipintu kamarnya yang membuatnya terbangun dan membuka pintu kamarnya.
"SELAMAT DATANG---" Khrisna datang dengan suara yang lantang membuat Langit terkejut.
"Kirain siapa" jawab Langit dengan wajah kesal karena terkejut dengan kedatangan Khrisna ditengah waktu santainya.
"Hehe.. masuk boleh?" tanya Khrisna dengan wajah bercanda
Langit membuka pintunya dengan lebar dan mempersilahkan Khrisna untuk masuk lalu menutup pintunya kembali.
"Sekarang rencanamu apa?" tanya Khrisna yang sudah duduk diranjang Langit.
"Belom ada" jawab Langit dengan santai sambil membuka lemari es kecil dikamarnya yang ternyata sudah ada 5 botol air mineral.
Dia mengeluarkan dan memberikannya kepada Khrisna.
"Orang tuamu? Kakakmu?" tanya Khrisna lagi tampak penasaran.
"Kenapa sama mereka? Mereka mah nggak peduli ginian" jawab Langit sambil menyandarkan badannya dipintu lemari es.
"Monica?" tanya Khrisna kembali.
Langit menatap Khrisna dengan mata tajamnya, lalu mengangkat bahunya karena tidak tahu harus berbuat apa lagi menghadapi Monica.
"Nggak ngerti lagi aku sama dia. Mau ngomong apapun salah mulu di dia. Bukan berarti aku minta dia sepenuhnya ngerti aku, aku cuma pengen dia tahu kalau aku sudah melakukan banyak cara" kata Langit dengan putus asa.
Khrisna memandang Langit dengan seksama karena tidak tahu apa yang akan dikatakannya.
"Mau temenin aku nggak?" tanya Langit kepada Khrisna.
"Kemana?"
"Pit, mau beres-beres" jawab Langit singkat
"Kok beres-beres? Kabur dari rumah, kabur dari Pit juga?" tanya Khrisna lagi.
"Aku berhenti" jawab Langit singkat
"Lohh.. Kok?" tanya Khrisna kebingungan mendengar jawaban Langit.
Langit menghembuskan nafasnya, kepalanya terasa berat jika harus menerangkan kembali apa yang terjadi padanya kepada orang lain.
"Aku minta lagi ke Papaku--- sambil bersujud--" kata Langit menatap Khrisna dengan pandangan mata sayu karena merasa lelah.
Khrisna membelalakkan matanya mendengar apa yang dikatakan oleh Langit.
"--Aku minta Papa buat menyetujui hubungan aku sama Monica-- Dan-- Dia bilang akan menyetujui kalau dengan 1 syarat-- harus berhenti balapan" kata Langit menerangkan.
"Terus? Kamu bener-bener berhenti?" tanya Khrisna dengan kagetnya.
Langit mengangguk dengan lemah.
"Kuncinya udah aku kasih ke dia, hari ini mau pamit dan beresin barangku yang masih ada di Pit" Langit menjelaskan kepada Khrisna.
"Oh My God-- Lu lepasin karir cemerlang lu demi Monica?" tanya Khrisna kembali.
"Aku akan melakukan apapun untuk dia" jawab Langit sambil berdiri.
"Sudah ngomong sama dia?" tanya Khrisna kembali
"Tentu saja belum" Langit menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mau dia tahu, biar aja"
Khrisna terdiam sambil menatap Langit dengan perasaan tidak enak hati.
"Mau ikut nggak?" tanya Langit kembali kepada Khrisna.
"Oke, ikut" Khrisna lalu berdiri dan segera keluar dari kamar Langit dan menuju kamarnya yang tepat berada disamping Langit untuk berganti baju.
...----------------...
"LANGIT, PIKIRKAN DENGAN AKAL SEHATMU" kata Pelatihnya yang melihat Langit memasukkan satu demi satu barang-barangnya.
Langit hanya terdiam sambil terus melanjutkan aktifitasnya itu. Semua tim yang ada disana memandang Langit dengan perasaan yang gelisah. Langit adalah salah satu pembalap berbakat mereka yang akan menjalani kualifikasi lomba tingkat Asia. Bukan hal yang mudah melepaskan Langit begitu saja, walaupun catatannya akhir-akhir ini tidak bagus itu karena Langit tidak fokus dalam latihan. Langit pernah tercatat sebagai pembalap junior terbaik dan menyita perhatian sponsor untuk masuk kedalam tim mereka.
"Maafkan saya. Ini sudah keputusan saya coach" kata Langit sambil menatap pelatihnya.
"Karirmu sedang dimasa puncak. Pikirkan kembali dengan otak dingin. Masalah ini akan selesai secara perlahan, kamu tidak harus berhenti" kata Pelatihnya berusaha meyakinkan Langit.
"Namun permintaan dan syarat itu sudah tegas dan lugas. Saya menyanggupinya dan saya harus berhenti" Jawab Langit sambil menatap mata pelatihnya dengan tegas.
"Hanya karena wanita?" tanya Pelatihnya lagi.
"Bukan sembarangan wanita coach. Coach pasti paham jika sudah pernah merasakan hal yang saya rasakan" kata Langit dengan yakin.
Pelatihnya kehabisan kata-kata untuk meyakinkan Langit.
"Apa yang harus kita katakan pada pihak sponsor?" tanya salah satu rekan timnya.
"Aku akan bertanggung jawab atas biaya pinaltinya. Kabari aja berapa, akan aku selesaikan saat itu juga" kata Langit sambil menatap rekan timnya.
"Thanks semuanya, mohon maaf kalau jadi merepotkan kalian dan-- maaf atas keputusanku. Kalian semua benar-benar keluarga buat aku" kata Langit sambil menatap seluruh timnya dengan pandangan mata nanar.
Hati langit terasa pedih, ada sebuah luka baru yang tersayat disana. Rekan timnya benar-benar sebuah rumah untuknya. Tempat pelarian segala emosinya, tempatnya pulang dan tempatnya bisa tertawa lepas. Namun Langit harus benar-benar mengambil keputusan ini.
Langit membalikkan badannya dan keluar dengan perlahan meninggalkan garasi yang penuh dengan rekan timnya yang sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa.
Terdengar derap langkah kaki yang berlari mendekati Langit yang berjalan menunduk dengan membawa tasnya.
Kaki itu berdiri didepan Langit yang membuat Langit mendongakkan kepalanya.
PLAKKKKK---
Satu tamparan keras mendarat di pipi Langit yang membuat wajahnya menoleh hingga rambut halus menutupi sebagian wajahnya.
Langit menolehkan kembali wajahnya dan menatap seseorang yang kini dengan nafas berderu dan berurai air mata berdiri didepannya.
Mata Langit terbelalak melihat siapa yang berdiri didepannya.
"BODOH-- BODOH-- KENAPA KAMU KAYAK GINI-- KENAPA?" kata Monica sambil memukul dada Langit dengan keras.
Langit hanya terdiam dengan tubuh yang terhuyung karena pukulan Monica. Langit lalu melirik sekilas kearah Khrisna, terlihat Khrisna mengatupkan kedua tangannya meminta maaf kepada Langit.
Langit memutar kepalanya, kepalanya terasa semakin berat dan dia masih harus menghadapi Monica yang menangis didepannya.
Langit lalu menaruh tasnya dan memegang tangan Monica lalu menatapnya.
"Aku nggak bodoh-- Aku hanya mau menunjukkan bahwa aku serius dengan apa yang aku rasakan. Aku bertanggung jawab sepenuhnya dengan hal yang aku pilih" kata Langit sambil menatap mata coklat Monica yang tampak kabur karena air matanya.
"Kamu bodoh---" Monica merintih lalu membenamkan kepalanya di dada Langit sambi tetap memukul pelan dada Langit.
Langit memeluk Monica dengan erat sambil mengusap rambut Monica dengan lembut.
Semua melihatnya dan menundukkan kepala, mereka berusaha mengerti apa yang diputuskan oleh Langit. Ini bukan lagi tentang keegoisan cinta. Langit berusaha membuat dirinya dewasa dengan bertanggung jawab atas jalan yang dipilihnya walau harus mengorbankan jalannya yang lain.