Novel ini lanjutan dari Antara Takdir dan Harga Diri. Bagi pembaca baru, silahkan mulai dari judul diatas agar tau runtun cerita nya.
kehilangan orang yang paling berharga di dalam hidup nya, membuat Dunia Ridho seakan runtuh seketika. Kesedihan yang mendalam, membuat nya nyaris depresi berat hingga memporak porandakan semua nya.
Dalam kesedihan nya, keluarga besar Nur Alam sedang bertikai memperebutkan harta warisan, sepeninggal Atu Nur Alam wafat.
Mampu kah Ridho bangkit dari keterpurukan nya?.
silahkan simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Ibukota.
Setelah penguburan Anastasya selesai, rombongan dari pada ibukota pun harus segera kembali ke ibukota karena disana anak mereka juga sudah gelisah menunggu.
Sehingga malam itu setelah acara tahlilan, rumah kediaman Ridho kembali menjadi sepi.
Firdaus bermaksud mengantarkan secangkir kopi pada papah nya, namun langkah nya tertahan di depan pintu yang tidak di kunci oleh papah nya.
Dia melihat sang papah duduk menatap Poto ukuran poster mamah nya sambil terisak pilu.
Meskipun hampir tidak terdengar, tetapi Isak tangis papah nya terdengar begitu memilukan.
"Sayang!, katakan apa yang harus ku lakukan sekarang?, seluruh jiwa ku telah pergi bersama mu, tersenyumlah sekali lagi, ku mohon jemput aku sayang, aku ngin pergi bersama mu, aku tidak tahu kemana arah langkah ku nanti tanpa diri mu, aku kehilangan arah sekarang, seluruh isi rumah ini selalu mengingatkan aku kepada mu sayang" Isak Ridho perlahan.
Firdaus berbalik arah ke ruang tengah dengan gelas kopi di tangan nya.
"Kok nggak jadi bang?" tanya Hafizah serak.
"Kasihan papah kaya nya tertidur" Firdaus sengaja berdusta.
Dia tahu jika papah nya benar benar hancur setelah di tinggalkan mamah nya.
"Mungkin Abang tidak lagi kembali ke pondok de!" ucap Firdaus Sabil menghempaskan tubuh nya di sofa ruang tengah.
Hafizah menatap kearah Abang nya dengan heran, "ada apa Abang berpikiran seperti itu?, tidak kah Abang ingat, jika almarhumah mamah sangat ingin Abang jadi ustadz?" tanya sang adik.
"Iya!, Abang tahu de, tetapi itu bisa disambung tahun depan kan?, sekarang Abang harus mengelola perkebunan ini menggantikan papah, kasihan papah masih sangat berduka setelah di tinggal mamah!" ucap Firdaus tidak ingin bercerita tentang kehancuran sang papah.
"Syafiq juga tidak ingin melanjutkan ke es em pe bang!, Syafiq ingin membantu Abang saja!" ucap si bontot sambil duduk di samping Abang nya.
"Tidak!, kalau itu Abang tidak setuju!, kalian harus terus sekolah, biar Abang seorang saja yang berkorban, kalian teruskan harapan mamah dan papah, kalian paham?" nada suara Firdaus kini meninggi.
Kedua adik nya tahu, jika suara si Abang ini sudah meninggi, pertanda dia tidak ingin di bantah lagi.
Semenjak malam itu, Firdaus sering melihat papah nya menangis sendiri, menjadi pemurung, dan irit bicara.
Bahkan untuk makan saja susah sekali, dipaksakan, dia akan muntah.
Meskipun demikian, kewajiban nya memimpin sholat masih terus dia lakukan.
Setiap hari, kerjaan Ridho hanya merenung di atas pusara Anastasya, pulang saat lohor, lalu kembali ke atas pusara, diam menatap tanah basah yang masih merah itu.
Diam diam, Firdaus menangis melihat keadaan sang papah yang kini benar benar terpuruk itu.
Dia harus menggantikan papah nya, sekaligus mamah nya untuk menjaga adik adik nya kini.
Meskipun masalah uang, mereka tidak perlu risau, karena simpanan sang mamah dan papah nya di Bank cukup banyak, tetapi kedua adik nya perlu seorang yang bisa dibuat teladan.
Karena itulah, keputusan akhirnya dia buat, untuk risen dulu dari pendidikan nya di pondok, demi kedua adik adik nya.
Nyaris satu bulan sudah semenjak meninggalnya Anastasya, keadaan Ridho bukan nya membaik, tetapi kian terpuruk, tubuh nya sudah semakin kurus, dan kini dia sering berhalusinasi, jika Anastasya masih hidup Disamping nya.
Otak nya kini sudah nyaris tidak mampu membedakan, mana nyata dan mana halusinasi nya.
Kini setiap penghujung malam, firdaus bangun, mengeluarkan keluh kesah nya pada sang maha pemilik kehidupan ini. Dia meratap memohon belas kasihan dari sang pemilik alam semesta ini.
"Ya Allah!, ku pasrahkan jiwa raga ku kepada mu, kembalikan papah seperti dahulu, bangkitkan kesadaran nya, jika kami masih memerlukan kehadiran nya di sisi kami, dengarlah jeritan kami ya Allah, kasihanilah kami" ratap nya dalam setiap doa doa.
Karena keadaan sang papa semakin hari semakin menghawatirkan, terpaksa Firdaus selaku pengganti papah nya, menelpon Tante Rita nya.
Dia menceritakan semua keadaan papah nya selama ini yang kian lama, kian menghawatirkan saja.
Sekali lagi Rita dengan terburu buru, datang ke Desa Paku, menemui Ridho bersama dengan Guntur tentu nya.
Sat tiba di desa paku, hari menjelang magrib, tanpa basa basi, Rita langsung masuk kedalam rumah.
Wanita cantik itu tertegun melihat Ridho keluar dari mushola setelah selesai menunaikan sholat magrib.
Tangis wanita cantik itu pecah sambil merangkul Ridho yang kini terlihat sangat ringkih.
"Ya Allah kakak!, kenapa jadi seperti ini kak?, kenapa?, kau juga Daus, kenapa baru sekarang mengabari tante?, kenapa?, ya Allah kakak ku, sadar kak, sadar!" tangis Rita sambil memeluk Ridho.
Firdaus terdiam diomeli oleh sang tante, karena dia juga merasa bersalah.
"Kakak!, Rita tidak mau tahu, pokok nya besok kemasi barang barang kalian, ikut Rita ke ibukota kak, biar Rita dekat dengan kakak, bisa mengurus kakak, jangan membantah!, Rita tidak lagi ingin kakak bantah, dan kau Daus!, pindah ke tempat Tante, Tante tidak ingin kalian bantah lagi!" ucap Rita dengan amarah nya, juga sedih melihat keadaan keluarga nya ini.
"Aku tidak bisa jauh dari Tasya dik!" Ridho masih berusaha membantah kata kata adik nya itu.
Kini jiwa pemimpin sang adik bangkit, "tidak ada alasan kak!, Rita tidak menerima alasan apapun juga, pokok nya besok kita pulang ke ibukota, titik!" ucap Rita tegas.
Ridho terdiam mendengar kata kata dari adik nya itu.
"Do!, apa kau masih ingin terus terlena dalam dunia khayalan dan imajinasi mu itu?, bangkit Do bangkit, mana Ridho putra ayah Firman yang kuat dulu?, kalau masih berada di tempat ini, kau akan tetap terjebak dalam dunia khayalan mu itu, Rita benar, kau harus ikut kami ke ibukota, kita tata kembali dari awal Do, aku bukan saja sahabat mu, tetapi juga saudara mu, aku selalu siap berbagi suka dan duka bersama mu, lihatlah mereka Do, putra putri mu, buah cinta kasih mu dengan almarhum Tasya, tidak kah kau kasihan melihat mereka?" cecar Guntur sengit.
Ridho diam tertunduk, memikirkan semua ucapan sahabat nya itu.
Di tatap nya wajah sayu ketiga buah hati nya itu, ya Guntur benar, di wajah ketiga nya, hadir dengan sangat nyata, wajah jelita Anastasya.
"Aku harus memulai dari mana Tur?" tanya Ridho lemah. Dia sebenar nya sudah kehilangan arah tujuan hidup nya.
"Mulai seperti dahulu saat kita pertama kali merantau ke ibukota, saat itu kau galau juga kan, ayo bangkit bersama ku, jangan kan untuk tertawa bersama, untuk menangis bersama pun aku bersedia Do, ingat kan sumpah kita dahulu, jika kita sahabat selama nya?" ucap Guntur bersemangat sekali, melihat sahabat nya itu mulai merespon setiap kata kata nya.
Memang yang paling tahu tentang Ridho adalah dia bukan Rita, meskipun Rita itu adik satu ibu dengan nya.
Ke esokan hari nya, Guntur bersama dengan Hafizah dan Syafiq, mengurus kepindahan nya ke ibukota.
Setelah itu, bersama dengan Firdaus, dia menemui wa Darmin, untuk menyerahkan pengelolaan perkebunan itu kepada orang tua sahabat almarhum ayah Ridho itu.
Wa Darmin bersama Mansyah kakak Badil, dan juga dengan Badil, mengelola perkebunan itu, sementara Ridho berhalangan.
Setelah semua nya selesai, ke esokan hari nya, dengan menumpang travel, mereka kembali ke ibukota provinsi untuk terus ke bandara melakukan penerbangan ke ibukota.
Mobil Alphard tua milik Ridho di serahkan kepada wa Darmin untuk menjaga nya.
Begitu pula dengan rumah mereka, semua didalam pengawasan wa Darmin.
Sebelum pergi ke ibukota, Ridho berziarah ke pusara Anastasya untuk terakhir kali nya.
"Kekasih ku!, maafkan papah yang harus pergi jauh dari mamah, papah harus memulai menata kembali hidup yang hancur berantakan ini, demi buah hati kita, tetapi yakin lah, nama mamah tetap hidup di relung hati papah, tidak akan tergantikan oleh siapapun juga, doakan papah sayang, kekasih ku, buah hati ku, kau belahan jiwa ku, berat nian langkah ini menjauh dari mu, tetapi papah memang harus menata hidup papa sendiri sayang ku, demi putra putri kita, seandainya mereka tidak ada, papah sangat ingin menyusul mamah, papah benar benar hancur sekarang!" Isak tangis Ridho pecah saat berpamitan pergi dari desa paku kembali ke ibukota.
Teriring gerimis turun, Ridho meninggalkan desa paku dengan berjuta kepedihan dan kepiluan hati.
Selama ini, dia sudah beberapa kali berjumpa dengan intan yang mencoba berbaikan kembali, Intan mengatakan akan menggantikan Anastasya merawat putra putri nya, mencintai nya layaknya anak sendiri.
Namun bagi Ridho, Anastasya tak akan tergantikan oleh siapapun, setidak nya untuk sementara ini.
Janda beranak satu itu dengan putus asa, menatap kepergian Ridho beserta anak anak nya menjauh dari desa paku, air mata nya mengalir membasahi pipi nya. Segala apapun yang dia lakukan, hanya berbuah kesia siaan belaka.
Di mobil, Hafizah memeluk sang papah dengan hati yang sangat rawan sekali, meninggalkan sang mamah dalam kesendirian nya.
Air mata Ridho berlinang membasahi pipi nya, segala macam kenangan indah bersama Anastasya, ada di desa paku ini,
"Selamat tinggal kekasih ku!, tunggu aku di alam keabadian, aku pasti akan menyusul mu kelak, tidak ada yang lebih layak bersanding di sisi pusara mu selain aku, selamat tinggal sayang!, selamat tinggal sayang!" air mata Ridho tak lagi kuasa dia tahan, berlinang dengan penuh kesedihan.
...****************...