Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jebakan bella 21+
Warning!!! 21+ area dewasa. Bocil dilarang baca.
Tak kupedulikan apapun, aku segera menyusul mas Bara. Kulihat mobil mas Bara sudah keluar dari halaman kantor. Untung saja ada ojek yang baru mengantarkan penumpangnya ke kantor. Aku segera menaiki ojek itu dan memintanya untuk mengikuti mobil mas Bara. Ah sial. Lampu merah membuatku kehilangan jejak mas Bara.
Dengan terpaksa akhirnya aku kembali ke kantor. Aku kembali bekerja dan tak lama bel pulang berbunyi.
Ting.
Sebuah pesan masuk dari nomor yang tak di kenal.
(Suamimu sedang tidak baik-baik saja. Datanglah ke hotel x kamar nomor 708 lantai 24.)
Bergegas kucari taksi dan memintanya mengantarku menuju tempat yang di maksud.
Brak
Kubuka kamar yang di maksud. Kulihat mas Bara duduk disebuah kursi dengan tangan yang terikat. Dan dihadapannya ada Bella yang terlihat seperti jalang.
"Mas." Aku hendak menghampirinya.
"Pergi May! Pergi!!" Suara mas Bara terdengar parau, suaranya lebih terdengar seperti sedang menahan sakit. Kulihat Bella tersenyum melihat kearahku.
"Dia sudah datang. Sekarang kamu tingal pilih, aku atau dia yang akan menolongmu disini." Aku tak mengerti dengan ucapan Bela. Aku segera membebaskan tangan mas Bara dari ikatan yang mungkin itu menyiksanya.
"Pergi May. Jangan lepaskan ikatan ini." Mata mas Bara terlihat sayu. Wajahnya terlihat memerah seperti menahan sesuatu yang tak kumengerti. Aku menatapnya bingung. Kulihat bela hanya tersenyum puas dengan apa yang terjadi.
"May stop May. Biarkan aku terikat. Sekarang kamu pergi dari hadapanku may. Pergi Aghh."
"Apa yang terjadi Mas? Kenapa kamu kelihatan seperti tersiksa sekali."
"Sudah pergi sana May. Aku bilang pergi. Sshhh." Mas Bara terlihat aneh saat tanganku menyentuh tangannya.
"Hahaha. Kamu ingin tahu apa yang terjadi pada suamimu hmmm? Aku sudah menyuntikan obat perangsang dengan dosis tinggi pada tubuhnya. Dan kamu tahu, tak ada obat yang bisa menghilangkan efeknya selain melakukan pelepasan, you know sexs? Dan sekarang kamu tinggal pilih. Membiarkan suamimu melakukannya denganku atau denganmu."
Deg
Ucapannya membuat tubuhku membeku. Apa yang harus kulakukan. Kenapa aku harus ditempatkan di posisi seperti ini. Aku tak mungkin membiarkan wanita lain melakukan hal yang tidak pantas dilakukan bersama suamiku, bagaimana jika bella justru memanfaatkan ini dan membuat citra keluarga kami tercoreng.
Tapi tak mungkin juga aku mengorbankan diriku. Bagaimana dengan kak satria. Apakah dia masih mau jika tahu kalau aku sudah tak utuh lagi. Tapi aku tak punya pilihan lain. Wajah tersiksa mas Bara seolah membuatku ikut tersiksa. Bukankah aku ini istrinya? Dan tentunya aku memiliki kewajiban untuk itu kan?
"Sekarang aku minta kamu pergi dari sini." Aku menarik Bella keluar dari kamar itu.
"Wah sepertinya ana akan sangat terkejut jika mengetahui ini." Wanita itu tersenyum licik. Siapa dia? Apakah dia tahu hubungan mas Bara dan mbak ana.
"No May. Pergi may. Shhh." Desisan aneh keluar dari mulut mas Bara saat aku mulai melepaskan ikatannya. Hingga ikatan itu terlepas. Mas bara mencoba menjauhkan dirinya dariku. Ia terus mundur menghindariku.
"Tidak may. Pergilah. Jangan mendekat. Jika tidak kamu akan menyesalinya nanti."
"Tidak mas. Biar saja aku menyesalinya nanti. Sekarang, ijinkan aku menjadi obatmu." Aku mendekat menggenggam tangannya dan menatapnya intens. Entah perasaan apa yang membelengguku saat ini. Melihatnya yang kesakitan membuatku tak tahan.
"Shhh May. Aku benar-benar tidak tahan."
Mas Bara langsung memegang tengkukku dan memagut bibirku kasar. Aku yang tak memiliki pengalaman merasa kewalahan tak bisa mengimbanginya. Ia nampak sadar dan mencoba mengontrol nafasnya. Ia kembali memagut bibirku dengan lembut meski masih sedikit menuntut, tapi cukup bisa kuimbangi.
Tangannya sudah menggerayangi tubuhku. Ia kemudian membaringkanku diatas ranjang dan kembali mencumbuiku. Perlahan cumbuannya turun menuju leherku.
"Aghh." Aku mengerang pelan saat mas Bara menyesap leherku dengan kuat.
Tangannya perlahan membuka kancing bajuku. Ia nampak sayu melihatku yang hampir polos saat ini.
"Kamu sangat indah May." Ia kembali membenamkan wajahnya diantara kedua dad*ku. Tangannya terus menggerayangi tubuhku. Ini adalah pengalaman pertamaku dan aku dibuat tak berdaya olehnya.
"Agh." Aku melenguh lembut saat wajah mas Bara berada diantara kedua pah*ku. Ada sensasi yang menggelitik dari dalam sana.
Perlahan ia membuka celan*nya dan aku membuang wajahku tak ingin melihatnya.
Hingga kurasakan benda asing itu mulai memasukiku dengan sedikit memaksa. Mas Bara kembali mencium bibirku lalu turun menuju leher. Sejenak ciuman itu membuat pikiranku teralihkan. Ciumannya tersa membuai hingga sesuatu itu mulai mendesak masuk.
"Aghhh sakit."
Aku mengerang tertahan saat ia akhirnya berhasil membenamkan dirinya seutuhnya, ia sudah berhasil merobek selaput daraku.
Air mataku tak kuasa kubendung. Aku rela memberikannya untuk mas Bara. Karena walau bagaimanapun dia suamiku yang sah. Meski pernikahan kami hanya untuk satu tahun, setidaknya aku berguna sebagai istrinya saat ini. Maafkan aku kak.
Kurasakan mas bara mengecup mataku yang basah.
"Maafkan aku." Ada raut penyesalan dimatanya. Entah menyesal karena telah mengambil keperawananku, atau menyesal karena telah menghianati mbak ana karena melakukan ini denganku. Tak lama tubuhnya bergerak mengukur setiap kedalaman diriku yang kelam.
"Agghh sshhhh." Desisan kenikmatan terdengar keluar dari bibirnya. Meski terasa perih, akupun bisa sedikit merasakannya. Hingga hentakkan demi hentakkan ia berikan secara membabi buta. Membuatku mendesah halus larut akan kenikmatann yang ia berikan.
Ada sesuatu yang asing kurasa hendak meledak didalam diriku. Aku benar-benar tak bisa menahannya lagi.
"Aghh mashhh ahhhhhhh." Aku mengangkat pinggulku seolah ingin ia masuk lebih dalam. Tanganku memeluk tubuhnya sangat erat, seolah ingin menyatukan tubuh kami menjadi satu.
"Ahhh ahhh ahhhhhhhh."Tubuhku menggelepar, Entah apa itu, aku seperti terbang melayang. Ringan dan memabukkan.
" Oougggh." Kulihat mas Bara menggeram kuat saat ia melesakkannya begitu dalam bersamaan dengan semburan hangat memenuhi diriku.
Kami terengah bersama. Ia menatapku sendu kemudian mencium keningku.
Akhirnya malam yang tak pernah kami sepakati sebelumnya harus terjadi. Entah berapa kali mas Bara membawaku terbang menggapai nirwana. Hingga akhirnya aku terlelap didalam pelukannya.
Saking lelahnya aku tak tahu saat ini aku bangun jam berapa.
Aku terduduk mengingat kejadian semalam. Aku berharap semua itu hanya mimpi, namun melihat tubuhku yang masih polos membuatku yakin jika itu bukan sekedar mimpi. Air mataku kembali jatuh. Dengan berbalut selimut, kuturunkan kakiku untuk pergi ke kamar mandi.
"Awhhh." Aku kembali terduduk merasakan kembali sakit di area intiku.
Ceklek suara pintu terbuka.
"Kamu sudah bangun?" Kulihat mas Bara masuk dengan membawa nampan yang terdapat beberapa makanan diatasnya. Ia meletakkan nampan itu diatas nakas kemudian ia menatapku.
"Mau mandi?"
Aku mengangguk pelan tanpa mau menatapnya. Kulihat ia berjalan menuju kamar mandi. Entah apa yang ia lakukan disana hingga akhirnya ia kembali.
"Air hangatnya sudah siap."
Aku mendongak menatapnya hingga mata kami kembali bersirobak. Segera kutundukkan lagi kepalaku. Melihat wajahnya aku jadi teringat dengan kejadian semalam, semalam ia sudah seperti namanya, Bara yang membara. Panas dan mampu membakar seluruh hasratku. ah kenapa sekarang rasanya malu sekali.
Aku kembali berdiri dengan sedikit menggigit bibir bawahku menahan perih. Kulangkahkan kakiku pelan, takut-takut aku akan kembali menjerit karena sakit.
"Aah." Aku memekik saat tiba-tiba mas Bara menggendongku. Tanganku refleks mengalung pada lehernya. Jarak yang begitu dekat membuat pandangan kami kembali bertemu. Entah sejak kapan jantungku berdetak cepat tak karuan seperti ini. Ah, sepertinya bukan hanya aku. Karena detakkan jantung mas Barapun dapat kurasa sama kencangnya denganku. Apa mungkin gara-gara semalam jadi berefek sampai sekarang.
"Kenapa gak bilang kalau masih sakit hmm?" Ia tersenyum sangat manis membuat pipiku terasa memanas karenanya. Enggak enggak. Kondisikan hatimu Mayra. Jangan sampai kamu jatuh pada pesonanya. Ingat dengan kesepakatan kalian.
Mas Bara menurunkanku disamping bathub.
"Bisa mandi sendiri?"
Hey pertanyaan macam apa itu. Ya bisa lah. Yang sakit kan cuma bagian ituku, bukan seluruh tubuhku. Agh mancing-mancing saja ini orang. Aku hanya mengangguk tak mau terpancing olehnya. Ia hanya melihatku tanpa sedikitpun beranjak dari tempatnya.
"Mas Bara bisa tolong keluar dulu?" Ia yang terus menatapku seolah tersadar.
"Nanti kalau sudah. Panggil saja ya." Aku mengangguk dan ia langsung keluar.
Berendam di air yang hangat lumayan meredakan rasa sakitku. Saking nyamannya aku sampai tak sadar jika aku sudah cukup lama berada di kamar mandi.
"May. Apakah sudah mandinya?" Ketukan pada pintu dan suara mas Bara membuatku terbangun.
"Iya mas. Sebentar." Aku segera membilas tubuhku dan segera memakai bathrobe yang ada disana. Ah aku lupa membawa pakaianku. Tak mungkin juga aku meminta mas Bara mengambilkannya, apalagi pakaian dalam. Aduuh.
Karena rasa sakit yang sudah lumayan mereda membuatku bisa sedikit menahannya untuk berjalan. Aku keluar dan didepan pintu sudah ada mas Bara yang menunggu.
"Are you okay?"
"Aku lumayan baikan." Aku berjalan menuju ranjang. Takku temukan pakaianku semalam.
"Pakaianku?"
"Yang semalam sudah aku suruh asisten lie bawa pulang. Sekarang kamu sarapan dulu yah. Mumpung supnya masih hangat." Mas Bara membawa nampan tadi mendekat kearahku. Ia meletakkan nampan itu disampingku dan mengambil sup ayam yang terlihat lezat itu untuk ia suapkan padaku.
"Aku bisa sendiri mas."
"Aku tahu. Tapi aku ingin melakukannya." Aku tak bisa membantahnya lagi, mau tidak mau aku makan dengan disuapi olehnya. Ia menyuapiku dengan mata yang terus menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.
"Terimakasih, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi aku ingin mengucapkan terimakasih atas apa yang telah kamu berikan padaku. Aku-"